ABRAXAS | TUJUH BELAS

117K 15.7K 11.7K
                                    

Hi, siapa yang nungguin ABRAXAS up?

Sebelum baca ayo absen pakai tahun lahir kalian, yang seumuran wajib temenan tuh😤 ->

Akhirnya aku bisa nyatai seharian kemarin😭, oke oke target kali ini juga harus minimal 2 sampai 3 hari baru nembus ya, 1,20k vote + 5k komen!

17 : Bullying? Lagi?

Alula, Kaila dan Manda kini jalan beriringan menuju kantin. Mereka bertiga tak pernah lepas dari bisikan serta lirikan dari para siswi yang berpapasan atau yang berada di koridor.

"Apa lo liat liat?!" tanya Manda ngengas pada siswi yang membicarakan mereka secara terang terangan.

Kaila memegang tangan Manda, menenangkan sahabatnya sejak sd itu.

Alula yang menyadari mereka bertiga menjadi pusat perhatian karena dirinya, Berjalan menunduk. Merasa sedikit tak enak pada kedua sahabat barunya.

"Maafin Ula ya."

"Kenapa minta maaf? Gpp kok," ujar Kaila, dewasa. Kaila tak menyalahkan Alula sama sekali.

Memang sudah begini resikonya jika bermasalah dengan seorang Abraxas Kenanzo. Ketua Pazinco sekaligus anak emas AVER yang selalu membawa pulang banyak penghargaan saat kembali dari lomba.

"Duduk di sana?" tanya Manda mereka sudah berada di kantin. Mereka bertiga lagi lagi sempat menjadi pusat perhatian.

"Gue pesen makanan dulu," ucap Manda dan pergi memesan makanan.

*****

"Tuh, cewek yang nangis nangis di radio kemarin," tunjuk Arka dengan dagunya melihat tiga orang gadis memasuki kantin.

Bagas, Farel, Nathan terkejut melihat gadis yang seharusnya sudah mati mengenaskan ditangan Abraxas masih bisa duduk santai menunggu makanan di mejanya.

"Masih hidup aja tuh cewek," ucap Nathan.

"Abra mana? gue kira dia dihukum om Revan gara gara buat tuh cewek mati," tanya Arka heran.

Pasalnya dia kira, Abraxas sudah membunuh gadis bermata sipit itu dan dihukum oleh om Revan seperti saat Abraxas membuat Laura hampir mati.

"Abra juga kemarin gak ada di markas," ucap Farel sambil memakan mie ayamnya.

"Lo tau Abra kemana gas?" tanya Nathan pada kembarannya.

Bagas menggeleng tak tahu. Mengambil ponselnya, menelepon Abraxas tapi tak diangkat angkat oleh cowok itu.

Seorang perempuan berjalan kearah meja inti Pazinco dengan rambut yang dikibas kibaskan. Perempuan itu berjalan kearah Arka, mengecup pipi Arka sekilas. "Hai,"

"Hai, " balas Arka mengecup punggung tangan gadis berseragam ketat itu. Sambil membantu perempuan itu duduk di sampingnya.

"Pipi dong Ar," pinta Icha manja.

Ya, perempuan yang mendatangi meja inti Pazinco dan bergelanyut manja di lengan Arka adalah Icha.

Jika tak ada Abraxas. Para perempuan yang menjadi kekasih Arka selalu datang, salah satunya Icha.

Nathan sekuat tenaga menahan tawanya melihat wajah panik Arka saat disuruh mencium pipi. "Ar, cium dong tuh pipinya Icha, lo kan sering cium pipi cewek yang lain, masa si Icha engga. Ya gak Cha?"

Icha mengangguk semangat menyodorkan pipinya pada Arka. "Cium ih," suruh Icha dengan nada sok ngambek.

"Cha, lo nurunin derajat cewek tau gak. Kalau tingkah lo kayak gitu," ujar Farel kesal.

ABRAXASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang