PENEGASAN GEO

1.2K 130 7
                                    

Tadi saur bangun sendiri atau di bangunin?

Jangan lupa ramein ya??

Ya gak?:)

Doble up dehh

****

****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













"Na, gue mau banget liat lo kalem kayak dulu, kayak waktu masih kecil." Devon duduk di hadapan Ana, mulai mengunyah beef nya dengan lahap. Ana hanya memutarkan bola matanya, malas harus berkali-kali mendengar Devon terus meminta hal seperti itu.

Devon melirik Ana lalu menggeleng pelan sambil menunduk memotong beefnya. "Gue tau lo gak akan jawab." Ana menghela napas panjang, menaruh botol mineral ke meja dengan agak keras.

Wajah Ana terlihat putus asa dan malas untuk mendengar ataupun nasihat dari Devon, sahabatnya. "Dev, kita bukan anak kecil lagi.. semakin dewasa, semua orang juga bakalan berubah.. so.. stop talk like that.." lirih Ana.

Devon tak menjawab, melainkan lebih memilih mengunyah beef nya sampai habis. Devon meneguk soda kalengnya dan menatap Ana yang sibuk menghabiskan makanannya. "Tadi siapa?" Akhirnya Devon bersuara lagi, membuat Ana mengangkat kepalanya. Devon memalingkan wajahnya sekilas. "Gue baru liat lo cari masalah sama anak cowok. Kakel pula." Terlihat dari raut wajah Devon, dia cemburu dan gelisah. Dia takut Ana kenapa-kenapa atau bisa juga, dia melupakannya karena cowok itu.

Ana mengunyah kentang gorengnya mengedikan bahunya acuh, malas membahasnya. "Tau ah, kesel gue." Ketusnya singkat.

Devon mengangguk pelan. "Kalau kesel, mending lo jauhin dia." Ana langsung memicingkan matanya dengan tatapan tak mengerti.

Ana terkekeh pelan. "Gue belum puas kasih orang itu pelajaran."

Devon menghela napas berat membenarkan posisi duduknya. "Katanya kesel.." Devon punya firasat buruk saat melihat tatapan Geo kepada Ana, itu bukanlah tatapan permusuhan melainkan tatapan yang sulit di artikan.

Ana tersenyum miring, "lo kayak gak tau gue aja. Kesel, berarti gue harus kasih dia pelajaran." Tukasnya angkuh.

Devon berdecih geli. "Cih, kenapa harus di kasih pelajaran?"

Ana mengedikan bahunya. "Dia cari masalah duluan sama gue." Devon tertegun di sela senyum fake nya, seolah-olah firasat tentang kakak kelas itu benar.

Geo menyukai Ana?

Devon tersenyum masam, menggeleng pelan. Tidak mungkin dia menyukai cewek kasar seperti Ana, setahu Devon berandalan itu menyukai gadis polos dan imut, seperti di film-film atau di novel yang pernah dia baca sekilas saat di Gramedia. Ana mana ada polos-polosnya.. imut iya..

"Lo kenapa? Sakit?" Ana menatap wajah Devon serius. Ana memang cewek kasar, tapi baginya Devon sudah dia anggap seperti kakak sendiri. Ana berdecak, menjambak rambut Devon sekilas dengan kasar yang di balas dengan umpatan dari Devon. "Berenti basket cepet!" Ketusnya tak suka. Semenjak Devon dinobatkan menjadi kapten basket SMA Cendrawasih, wajah Devon jadi sering pucat. Ana mengira kalau sahabatnya itu pasti kecapean karena terlalu banyak latihan.

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang