SUSU MELON

546 53 14
                                    

Vanya menatap punggung Ana dengan tatapan kosong. Detik kemudian, dia terkekeh sumbang. "Dia benar-benar berubah." Cewek berambut keriting itu merogoh roknya dan mengambil ponselnya untuk menghubungi Rafi untuk menemaninya.

Ana memelankan langkah kakinya, dia bingung ingin duduk di mana. Karena yang dia lihat sekarang, suasana kantin sangat penuh.

Ana mengibaskan tangannya merasa gerah. "Apa gue balik ke kelas aja?" Ana menyerngit bingung sendiri.

Cewek itu berdecak di tengah kantin seperti orang bodoh. "Tapi gue mau beli susu melon..." Keluhnya dengan bibir manyun ke depan.

Devon yang posisinya sebelah kanan Ana, sedari tadi menahan senyum melihat tingkah sahabatnya. Dia hendak menghampiri Ana, tapi terkurung saat melihat ada Geo yang berdiri menghadap berlawanan dengannya. Dia berdiri di sebelah kiri Ana, Devon mengepalkan tangannya hendak melangkah mendekati Ana, begitu pula dengan Geo.

Tapi sayangnya Ana sudah duluan berjalan ke depan, membuat Devon dan Geo sama-sama berhenti dari langkahnya dan saling melemparkan tatapan tajam.

Devon melipat bibirnya menoleh ke arah salah satu kulkas yang terdapat susu Melon di dalamnya. Devon berjalan menuju kios tersebut untuk membelikan Ana susu Melon.

****

Ana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang perpustakaan yang sangat luas dan lega. Melihat perpustakaan, membuat Ana mengulas senyum tipis, teringat satu hal.

Geo memiringkan kepalanya, berjalan mendekati Ana. Menunduk menatap Ana yang duduk di bawah. "Lo mau nangis?" Kekehnya meledek.

Ana mengerjab, memalingkan wajahnya gugup. "N- nggak. Ngaco lo, yakali dih."

Geo tertawa lepas. "Gengsi lo terlalu besar, gue tau lo mau nangis tadi. Keliatan banget kali." Geo turun berlutut di depan Ana dengan senyum miring membuat Ana diam mengeraskan rahangnya menatap iris mata Geo dengan seksama. Begitu juga Geo yang langsung terdiam menatap mata hitam milik Ana terpaku.

"Ish apa sih!" Ana mendorong dada Geo ke depannya, sampai-sampai Geo terjatuh dari posisinya yang berlutut. Ana beranjak, menatap sekelilingnya mencari cara agar keluar dari perpustakaan.

Ana mendengus jengah berjalan mendekati salah satu rak buku pendakian. Geo hanya melihat Ana dengan wajah datar. "Jangan nyender di pojoknya, nanti buku yang di atas jatoh semua." Ucap Geo mengingatkan.

Ana mendelik. "Bo-do-a-mat!" Ana menyenderkan hendak punggungnya di ujung rak buku.

Trak

"KYAAAAA!!"

BRAK!!

Buku-buku yang di simpan di dalam box, jatuh berhamburan ke bawah. Ana memejamkan matanya dengan kedua tangan yang melindungi kepalanya. Tapi yang Ana rasakan bukan rasa sakit, melainkan pelukan hangat yang mendengkapnya, deru napas yang memburu sangat terasa oleh Ana. Perlahan, Ana membuka matanya, tertegun saat Geo yang memeluknya dengan jarak wajah yang sangat dekat dengannya.

Geo membatu. Terpaku melihat wajah Ana yang sangat dekat dengannya, hanya ada sedikit celah di antara mereka. Di tambah lagi aroma tubuh Ana yang wangi. Sangat wangi.

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang