Hy hy!! Jangan lupa vote, komen, share^^Happy Reading!!
*****
"Omaygat.."
Geo langsung berdiri dengan wajah tak karuan. "Akhirnya lo pada dateng juga."
Fawaz menunjukan jarinya ke arah Geo dan Ana bergantian tak mengerti. "K- kok, lo ada di sini bang?" Eka mengangguk membenarkan.
"Berduaan, nempel nempel lagi.." Ujar Eka polos yang langsung di sikut oleh Fawaz dengan mata melotot. "Salah ye gue."
Ana berdecak, berjalan menghampiri Fawaz dan Eka dengan wajah geram. "gara-gara lo pada, waktu gue kebuang sia-sia tau gak!" Ketusnya. "Minggir!" Fawaz dan Eka langsung memberikan Ana jalan, cewek itu berjalan keluar perpustakaan dengan tangan bersedekap.
Fawaz dan Eka menghampiri Geo yang masih berdiri mematung menatap punggung kecil Ana yang semakin menjauh dan tak terlihat. "Lo harus jelasin, bang." Ucap Fawaz.
Geo menoleh kepada mereka berdua dengan wajah dingin. "Bacot lo pada, di kasih tugas gak pernah bener!" Geo meninggalkan Fawaz dan Eka yang terngaga tak mau di salahkan.
"Eh bang, duit sama helmnya gimana!" Seru Eka, tapi Geo tak menjawab. Fawaz memandang Eka keruh.
"Lo tau kan itu bang Geo lagi apa?"
Eka menautkan alisnya. "Jalan?"
Fawaz mengusap wajahnya berusaha sabar. "Marah goblok!"
"Terus?"
Fawaz tersenyum paksa. "Itu artinya?" Eka diam, mencerna semua ucapan Fawaz tapi dia masih tak mengerti. Fawaz mengeraskan rahangnya greget.
"Berarti tip kita ilang anj— musnah aja lo!" Fawaz meninggalkan Eka begitu saja.
****
Sekolah sudah sepi dan tak ada orang lagi kecuali Geo dan para kawan laknatnya, masing-masing kelas sudah di kunci rapat-rapat. Ana berdecak, berbagai umpatan keluar dari bibirnya. Dia belum mengambil tasnya.
Dengan berat hati, Ana harus pulang tanpa ransel. Hanya menggenggam sebuah benda pipih bewarna hitam dan beberapa uang di sakunya, kunci mobilnya ada di ranselnya, terpaksa dia harus pulang memakai ojek online. Saat dirinya ingin berjalan menuju gerbang sekolah, langkah kakinya berhenti saat melihat satu cowok berdiri di depan pagar. Tangan kirinya menggenggam tas miliknya, tangan kanannya menggenggam ponsel.
Ujung bibir Ana tertarik begitu saja, dia lupa jika mempunyai teman kecil yang amat bisa di andalkan sampai sekarang. Ana berlari kecil menghampiri Devon yang menghadap lurus ke jalanan.
"Dor." Ana menepuk pundak Devon, mengejutkannya tanpa nada. Devon tersentak, berbalik badan lalu menghela napas lega.
"Lo dari mana aja, sih? Jarang-jarang bolos sampe segitunya. Biasanya lo ke lapangan gor kan? Tapi gak ada." Devon berbicara panjang lebar, tapi Ana hanya fokus ke ranselnya. Cewek itu mengambil ranselnya dengan raut wajah biasa saja, tapi dalam hatinya girang.
Devon tersenyum miring, menggeleng pelan. "Dari mana, heh?" Tanyanya lagi, sambil mencubit hidung kecil Ana gemas.
"Tempat." Balas Ana singkat, sembari menggendong sebelah tali tasnya dan merogoh resleting depan untuk mengambil kunci mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAPHALIS (End)
RandomIni tentang Anaphalis javanica si cewek kasar. namanya di ambil dari nama latin bunga Edelweis, bunga abadi yang terkenal di kalangan para pendaki gunung. bunganya terlihat anggun dan cantik, bahkan untuk memetiknya saja tak boleh. tapi nama dan si...