Jangan lupa ramein, vote, komentar, share ya^^
Happy reading!!
*****
Geo duduk di sebelah Ana, memberikan cewek itu sekaleng minuman soda yang langsung di terimanya. Geo memandang pemandangan danau di sore hari dengan helaan nafas lega, membuat cewek di sebelahnya menoleh. "Kenapa?"
"Udaranya sejuk, gak sumpek kayak muka lo." Balas Geo sarkas, membuat Ana berdecih memukul pelan lengan Geo.
Geo hanya terkekeh kecil, lalu balik menoleh. "Pinter juga ya lo cari tempat."
Ana tersenyum miring membuang wajah. "Biasa aja."
Geo melipat bibirnya, "sebenarnya tadi lo kenapa?"
Ana menunduk menatap sepatu Nike nya, "papih gue belum sadar dari komanya, itu buat kepala gue pening aja." Geo membungkam di buatnya. Menatap cewek berambut bergelombang tanpa kedip. Ana terkekeh kecil, "lebay banget gak sih gue?" Lirihnya, menoleh kepada Geo.
Geo membuyarkan lamunannya, mengusap hidungnya. "Nggak lah, wajar. Bokap lo sendiri kan. Btw, cepet sembuh buat Bokap lo."
Ana mengulum bibirnya, tersenyum miris dan mengangguk pelan. "Makasih." Hening tercipta diantara mereka berdua, Geo yang sedari tadi diam langsung mendongkak menatap perahu-perahu yang ada di danau.
"lo... Kayaknya gak sekali dua kali ya, ke tempat ini?"
Ana mengangkat alisnya, mengangguk singkat. "Yaa.. dulu gue sering kesini sama keluarga gue," jelas Ana tersenyum pahit. "Tapi sekarang cuman gue aja si yang suka ke sini."
Geo menatap Ana cukup lama, lalu berdehem. "Selain danau, lo suka pergi kemana?"
Ana diam lalu mengedikan bahunya. "Gue lebih sering menyendiri di sini."
"Kenapa gak nyoba di tempat lain? Contohnya puncak, atau gunung gitu. Pemandangannya lebih bagus, adem lagi." Ana yang mendengar nama tempat itu nampak malas tak berselera.
Ana menghela nafasnya. "Gue paling gak suka sama gunung," balas Ana sambil beranjak dari duduknya berdiri di tepi danau, mengambil batu kecil.
"Kenapa?" Tanya Geo cepat, sambil memperhatikan cewek itu dari belakang.
Ana menoleh menatap Geo. "Harus banget ya gue ceritain sama lo?" Balasnya dengan dahi menyerngit cukup membuat Geo sadar diri lalu mengatupkan bibirnya.
Ana berdecih kecil, melemparkan batu yang dia ambil tadi ke danau sampai mendarat di perairan cukup jauh. Cewek berambut bergelombang coklat itu menoleh kepada Geo. "Bisa gak?"
Geo mengangkat alisnya, ikut beranjak. "Itu doang sih gampang.." balasnya meremehkan.
Ana mendelik jijik, melipatkan tangannya di depan dada. "coba.."
Geo tersenyum miring, mengambil batu kecil di tanah lalu memperlihatkan batu tersebut di depan mata Ana. "Nih, liat ya." Geo membungkukkan sedikit badannya, lalu melemparkan batu tersebut seperti layaknya pelempar bola bisbol.
Senyum Geo mengembang saat melihat batunya melayang lebih jauh, cowok tinggi itu menatap Ana yang diam dibuatnya. "Tuh kan.."
Ana mendelik, mengambil batu kecil lagi. "Ayo lempar sama-sama, nanti yang kalah harus beliin kebab."
Geo mengangkat satu alisnya, tersenyum miring. "Siapa takut."
****
Devon masuk ke gerbang hitam besar, menatap pos satpam yang ada di sebelah kiri gerbang. Para satpam langsung menyambutnya dengan senyum ramah. "Eh, bang Devon. Ada perlu sama non Ana ya?" Tanya mang Jamal—satpam yang cukup lama kenal dengan Devon dari dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAPHALIS (End)
RandomIni tentang Anaphalis javanica si cewek kasar. namanya di ambil dari nama latin bunga Edelweis, bunga abadi yang terkenal di kalangan para pendaki gunung. bunganya terlihat anggun dan cantik, bahkan untuk memetiknya saja tak boleh. tapi nama dan si...