DEVON MARAH

602 62 19
                                    

"Apa?!"

Ana tersentak.

Baru pertama kalinya Devon menyahut Ana dengan nada tinggi.

Ana tersenyum pahit, menunduk menautkan tangannya dengan wajah sendu lalu menatap Devon lagi. "Jangan marah dulu, gue mau jelasin semuanya. lo marah karena foto di mading itu kan? Please dengerin dulu.."

Devon mengusap wajahnya pelan, menatap Ana lelah. "Apa yang mau lo jelasin? lo mau bilang kalau lo pacaran sama Geo terus lo ciuman sama dia, gitu?"

Ana menyerngit memandang Devon tak habis pikir. "Dev, bisa gak sih berpikir jernih?"

Devon terkekeh sumbang. "Berpikir jernih? Elo aja gak jernih dan bilang gue buat berpikir jernih?"

"Denger dulu.."

Devon menghela napas panjang, mengangguk pelan. "Oke. Gue dengerin lo, apa alasan lo sekarang?"

"Ini bukan alasan, ini faktanya Dev. Gue waktu itu kekunci berdua sama Geo, terus gue mutusin buat nunggu pintu di buka sambil nyender ke rak, tapi bukunya jatuh semua. Geo selametin gue dari buku-buku itu, dia meluk gue."

Hati Devon mencelos begitu saja saat mendengarnya.

"Dia gak nyium gue, Dev. Ada yang foto kita diem-diem dari arah belakang Geo. Jadi keliatan kayak ciuman. Gue juga gak tau siapa yang foto, tapi soal ciuman itu-semuanya gak bener! Percaya sama gue."

Devon tersenyum miris. "Lo pikir gue bisa percaya dengan alesan gak masuk akal itu?"

Bibir Ana terbuka dengan wajah lesuh. "Jadi lo gak percaya sama gue?"

Devon mengeraskan rahangnya diam.

Raut wajah Ana berubah sendu, cewek itu meraih tangan Devon membuat cowok itu menunduk menatap tangannya yang di genggam oleh Ana. "Lo gak percaya sama gue? Kita sahabat, lo lebih percaya kata orang daripada kata gue sendiri?"

Devon merasa bersalah karena salah paham, tapi rasa bersalah itu kembali dibaluti kemarahan dan kecewa.

Devon menarik tangannya kasar, membuat Ana tertegun dibuatnya. Devon melangkah mendekatkan wajahnya ke wajah Ana dengan rahang mengeras. "Gak percaya? HARUSNYA GUE YANG BILANG GITU, NA!" Ana tersentak refleks memejamkan matanya takut akan kemarahan Devon.

"Harusnya gue yang tanya sama lo. Kenapa lo gak bilang atau hubungi gue kalau lo kekunci sama Geo, lo malah hubungi Anita sama Salsa." Lirih Devon tersenyum pahit.

Ana membungkam. Bagaimana Devon tahu jika dia menghubungi Anita dan Salsa?

"Itu artinya, lo mau lebih lama kan sama Geo?"

Ana tertegun. "Dev, kok lo bilang gitu?"

"Gue tanya lo Anaphalis. Kenapa lo gak hubungi gue? Kata lo kita sahabat kan? Lo dan gue udah kenal satu sama lain lama banget dari umur 7 tahun," Devon menatap Ana tak mengerti. "gue lo anggap apa sih, Na?"

Mata Ana berkaca-kaca. Dia akui dia salah, karena dia tak menepati janjinya dengan Devon, untuk harus saling mengabari jika dalam situasi kesulitan. "Dev, gue minta maaf. Gue waktu itu gak inget sama lo—"

"Ya karena lo lagi sama Geo." Potong Devon cepat. "Lo sama dia, jadi lo gak ingat sama gue sedikitpun."

"Gak gitu, Dev"

"Devon?"

Devon menoleh kebelakang, menatap Liora yang berdiri di belakangnya dengan senyum tipis dan dahi menyerngit. "Sorry, gue ganggu ya?"

Devon menggeleng. "Nggak." Devon hendak berbalik badan, tapi tangannya di tahan oleh Ana.

"Dev, please.. Maafin gue.."

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang