PEDULINYA ANA

841 98 10
                                    


Gimana puasanya?

Jam berapa kalian baca?

Jangan lupa votmen yaa

Jangan lupa votmen yaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Ana duduk di bangku kantin sambil membuka soda kalengnya. Cewek dengan penampilan; rambut bergelombang berwarna hitam kecoklatan, mata bersoflens cokelat muda, rok sekolahnya lebih pendek dari siswi yang lain, di tambah lagi sepatu Air Jordan semata kaki berwarna putih, dan kaus kaki semata kaki berwarna abu-abu, membuat penampilan Ana lebih menawan dan mencolok. Meski Ana beberapa kali di tegur guru BK, karena roknya terlalu pendek dan memakai kaus kaki dan sepatu yang warnanya salah, tapi omelan guru BK hanya masuk kuping kiri, keluar kuping kanan.

Cewek itu meneguk sodanya, memicingkan matanya ke seluruh area kantin, seolah-olah mencari keberadaan seseorang. Siapa lagi kalau bukan Devon.

Karena tumben sekali, dia belum melihat wajah cowok itu selain tadi pagi, sebelum masuk kelas. Biasanya, biarpun Devon bersama teman-temannya dan Ana juga sama, tapi setidaknya mereka bertemu di kantin, meski beda meja.

Yang mata Ana lihat di hadapannya sekarang, bukanlah Devon. Melainkan Vanya yang baru saja tiba dengan ramen yang di tempatkan di nampan yang Vanya bawa. Cewek berambut panjang Curly bewarna cokelat muda itu duduk di bangku— di hadapan Ana. "Tumben gak pesen makan? Ada menu baru tadi gue liat." Ujar Vanya, yang siap menghidang-kan makannya.

Ana menggeleng pelan, menaruh kaleng sodanya di meja, lalu tangannya kembali bersedekap. "Liat Devon?" Dengan satu alis terangkat, Ana bertanya.

Vanya menggeleng. "Kagak." Balasnya singkat, sambil mengunyah. Lalu menatap Ana greget. "Lo kalau jadian bilang-bilang, kek ih!" Cibirnya, membuat Ana melirik Vanya sinis.

"Siapa yang jadian, sih!"

Salah satu anggota girls start datang dengan wajah memerah dan napas berburu tak karuan. Cewek berambut sepundak itu mengatur napasnya saat sudah berada di depan meja Ana, sikapnya membuat Ana dan Vanya menatapnya tak mengerti. "Omo.. Omo.. Ana.. itu.. Devon," ujarnya panik sendiri.

"Kenapa? Devon kenapa? Ngomong yang jelas!" Tukas Vanya terbawa emosi. Sedangkan Ana hanya menatapnya dengan dahi berlipat-lipat.

Cewek berambut sepundak itu berusaha mengatur napasnya lagi, dan meneguk salivanya susah payah. "DEVON BERANTEM SAMA KELAS DUA BELAS!"

"HAH?!"

****

"Na.. sahabat lo sendiri lho, lawan kak Geo lagi, aduhh.." gerutu Vanya yang terlihat gelisah.

Mereka menjadi pusat perhatian orang-orang yang lewat di tangga. Bagaimana tidak, Vanya terus mengoceh dan memohon agar Ana naik ke lantai tiga untuk menemui Devon. Sedangkan si cewek kasar itu menolak dengan beberapa alasan, dan memperintahkan Vanya untuk menemui Devon agar cowok itu berhenti dari ulahnya.

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang