PENYADARAN

544 64 15
                                    


Happy Reading!!! ^^

****






Seusai pelajaran penjaskes, semua murid ganti pakaian dan masuk ke kelas. Beberapa murid melirik Liora dan Geo yang berdiri di tengah lapangan upacara sambil hormat membuat Vanya berdecih. "Konsekwensinya gini doang nih? Dia kan ngerokok anjir.." komentarnya karena tak terima.

Ana melirik sedikit dua orang itu lalu mendelik pelan. "Biarin aja, bukan urusan kita." Balas Ana cuek dan langsung berjalan mendahului Vanya.

"Ihh kok gitu si, Na..."

Ana membelokkan langkahnya, berjalan menelusuri lorong sekolah. Tapi langkahnya menjadi pelan saat melihat sosok cowok tampan yang berdiri di depan kelas orang sambil menatapnya dingin. Ana berusaha cuek, karena dia tau jika Devon masih marah padanya. Cewek itu berjalan melewati Devon, sudah dua langkah kakinya melewati tubuh tinggi itu, tapi Devon berbicara.

"Gue denger lo ngerokok."

Ana berhenti dari langkahnya dengan helaan nafas jengah.

Devon berbalik badan menghadap Ana, dahinya menyerngit. "lo kenapa sih, Na? Gue gak ngerti sama lo yang sekarang. Serius."

Ana ikut berbalik badan menghadap Devon, menatap mata hitam itu dengan mata hampir berkaca-kaca. "gue juga gak ngerti sama lo, Dev. lo bukan Devon yang gue kenal, semuanya hilang gitu aja semenjak ada Liora."

Devon mengerutkan keningnya. "Kenapa jadi bawa-bawa Liora? Di sini lo yang salah, bukan dia. Dia gak tau apa-apa."

Ana mengangguk tersenyum masam. "Iya, lo bener. Gue emang salah, dan gue akan selalu salah sekarang di mata lo." Getirnya. "Walaupun lo gak tau penjelasannya gimana, gue yang akan selalu salah."

Cowok itu diam dibuatnya, lalu menatap Ana dengan dahi berlipat-lipat. "gue gak bilang gitu, gue cuman mau lo berubah dengan lo akui kesalahan lo. Bukan malah orang lain yang lo salahin, Lo egois tau gak, Na!"

Devon berjalan meninggalkan Ana yang menatap punggung bindang itu dengan mata berkaca-kaca. Hati Ana seperti di cabik-cabik. Padahal, di situasi seperti ini Devon lah yang Ana butuhkan. Tapi cowok itu malah membuatnya semakin terisak.

****

Devon berjalan dengan beberapa anak basket menuju gerbang sekolah. Sekarang ini dia Dispen karena ada turnamen di satu sekolah. Dahi Devon menyerngit saat melihat Geo dan Liora lari di lapangan, langkahnya terhenti sejenak membuat Rafi yang berjalan dengannya ikut berhenti. "Kenapa?"

Devon menunjukkan jarinya ke arah mereka berdua. "Itu mereka berdua kenapa?"

Rafi menoleh menatap ke lapangan. "Ohh.." gumamnya. "Gue denger dari Riko, Liora nuduh Ana ngerokok, padahal dia yang ngerokok." Jelas Rafi, membuat Devon tertegun begitu saja.

"Serius?"

Rafi mengangguk pelan, menepuk pundak sahabatnya. "Kasian juga si Ana, akhir-akhir ini banyak masalah."

Devon menatap Rafi serius. "Maksud lo?"

Rafi mengedikan bahunya. "Gue taunya Ana banyak banget kasus, tapi anehnya guru BK gak tau kasusnya. Mungkin karena perintah Geo yang di kantin waktu itu, jadi gak ada yang berani laporin." Rafi berjalan mendahului Devon. "Buru, kita udah ketinggalan tuh."

Devon masih terdiam membungkam. Dia merasa bersalah dengan semua kata-kata yang di lontarkan dari bibirnya kepada Ana. Bahkan Devon memojokki cewek itu di saat dia banyak masalah yang belum tentu salah dia sepenuhnya.

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang