SALING KENAL

703 82 4
                                    


Hi apa kabar kalian, jenuh aja gitu mah up^^

Duh pasti pada kabur nih ya wkwk..

Aku lagi US doain ya guys, semoga yang lagi US juga lulus dengan nilai bagus ya^^

Jangan lupa vote..

****
















Ana masuk ke dalam kamarnya, merebahkan tubuhnya ke ranjangnya dengan kasar. Ana menatap langit-langit kamarnya yang putih, hanya ada lampu yang menyala dan cicak di sebelahnya. Cewek itu menguap, beranjak dari tidurnya, memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Langkahnya ke arah kamar mandi terhenti saat melihat ponselnya di atas selimut. Posisinya masih sama seperti kemarin saat Ana melemparkannya asal, kemarin sore.

Gadis itu mengambil ponselnya, terdapat banyak sekali notifikasi yang masuk dari berbagai aplikasi. Mau itu telfon atau chat, paling banyak telfon dari Devon dan Vanya. Ana tersenyum tipis, mengetik sesuatu di ponselnya, berniat untuk menelfon balik sahabatnya, Vanya.

Ana menaruh benda pipih itu di telinganya. Terdengar panggilannya terhubung ke Vanya.

"Heh! Lo kemana sih? Terus tadi gak masuk, kemana coba gak ada kabar!" Dari seberang sana, Vanya mencibir.

"Gue udah izin. Emang Devon gak kasih tau lo?"

"Gue gak ketemu sama tuh anak seharian. Tuh kan, pasti dia tau duluan deh, sebel banget. Gue sahabat lo atau bukan sih!"

"Bokap gue di rawat—"

"HAH?! OM WILAM? IH LO KENAPA GAK BILANG SAMA GUEE??"

Ana berdecak. "Berisik anjir.."

"Lo di rumah sakit mana cepet share lock, gue ke sana sekarang."

"Ck. Gue udah di rumah, kapan-kapan aja sih."

"Aaa... Gws buat om Wilam hiks.."

"Amin. By the way, tadi di sekolah baik-baik aja kan?" Ana yang tadinya berdiri memandang jendelanya, mengubah posisinya menjadi duduk di pinggiran ranjangnya.

"Eh iya! Di kelas kita ada anak baru, lo belum cek grup ya?"

Ana menyerngit. "Belum."

"Cewek, Na. Masa tadi dia mau duduk di bangku lo, untungnya sama gue di usir, terus ya ih dari mukanya. Belagu banget anjirrrrr.. mana si Fatma sok akrab banget, lagi." Keluarlah jiwa lambe Vanya, pasti kalau ada hal sepela seperti itu, hobinya adalah koar-koar sampai panas.

"Bodo amat lah, ngapain ngurusin." Balas Ana tak peduli dan tak mau tahu.

"Tapi, Na. Si Fatma ceritain lo sama si anak baru itu. Dih, sok akrab banget gak sih sama lo? Najis deh."

Ana terkekeh kecil. "Bodo lah anjir, yang penting gak cari gara-gara sama gue nanti. Udah deh, gue mau mandi nih."

"Ih bentar, Na. Gue mau kasih tau, namanya itu Li—"

Tut..

Telfon di putuskan sepihak oleh Ana. Cewek berambut bergelombang hitam itu menaruh ponselnya di atas meja kecilnya, lalu berjalan ke kamar mandinya setelah mengambil handuk.

****

Ana turun dari mobil pribadinya, berjalan memasuki area sekolahnya dengan tangan bersedekap di depan dada. Semua mata langsung memandang Ana yang berjalan melewati setiap kelas, membuat orang-orang yang berdiri di tengah jalan, jadi menghindar untuk memberi Ana jalan. Penampilan Ana ada yang beda; Rambutnya di ikat kuda, sepatunya tetap seperti biasa— merk kesayangannya, Air Jordan. Bedanya, hari ini Ana memakai warna yang berbeda, warna hitam putih. Kaus kakinya bukan lagi semata kaki, tapi sebetis. Bukan hanya penampilannya yang berbeda, tapi gerak-geriknya agak berbeda.

ANAPHALIS (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang