"Bunda, Gatha mana?" tanya Bara sembari turun dari tangga.
Mira yang sedang menyiapkan sarapan itu menoleh. "Bunda liat pagi-pagi banget dia udah berangkat duluan sama Alan. Kalian kenapa? Bertengkar?"
Bara menarik kursi meja makan lalu duduk di atasnya. "Kalau Mama sama Papa, Bund, mana?" Bara mengalihkan pembicaraan.
"Mama sama Papa kamu ke luar kota tiga hari ini, ada urusan dengan kliennya," jelas Mira.
Mengambil sepotong roti yang sudah disiapkan Mira lalu memakannya. Tidak ingin berlama-lama, Bara kembali bangkit dari duduknya.
"Bunda, Bara pamit, ya?" Bara mencium punggung tangan wanita yang sudah dianggap ibu keduanya itu.
"Kalau ada masalah sama Gatha, selesaikan baik-baik. Kalian 'kan udah biasa bertengkar, tapi enggak lama baikan lagi." Bara mengangguk. Ia memang akan meminta maaf kepada Gatha.
"Oh, ya, semalam Gatha dianter pulang sama cowok yang namanya Rico, kamu kenal? Mereka datang enggak lama setelah kamu pergi lagi," ujar Mira sembari mengingat-ingat kejadian semalam.
Bara memang tidak berhasil menemukan Gatha kemarin, ia sudah berkeliling dan sangat lelah mencari, sampai akhirnya memutuskan untuk pulang. Dan saat pulang, Mira memberitahu bahwa Gatha sudah pulang dan langsung tidur, tapi tidak memberitahu dengan siapa Gatha pulang.
"Bara kenal kok, Bund," jawab Bara.
"Bunda juga liat Gatha matanya merah gitu kayak habis nangis, padahal kamu tau sendiri 'kan, Gatha itu jarang dan bahkan Bunda aja enggak pernah liat dia nangis, kecuali saat masih bayi," ucap Mira, kelihatan sekali jika wanita separuh baya itu khawatir.
"Dan saat Bunda tanya kenapa, dia malah bilang 'capek' dan langsung masuk kamar," lanjut Mira lagi memberitahu.
Bara mengepalkan tangannya kuat. Emosinya tersulut mendengar itu.
"Bara pergi sekarang, ya, Bund?"
"Iya, hati-hati, jangan ngebut!" pesan Mira.
Bara enggak janji untuk enggak ngebut, Bund, batin Bara. Ia ingin cepat sampai di sekolah.
***
Gatha masih memikirkan kejadian semalam. Hatinya sakit saat mengingat itu, tapi ia juga tak bisa berhenti untuk tidak memikirkan kejadian itu.
"Gatha." panggilan itu menyadarkan Gatha dari lamunannya.
"Eh, iya, kenapa, Ran?" Gatha mendongakkan kepalanya menatap Rani, yang merupakan bendahara pertama di kelasnya, sedangkan Gatha sendiri adalah bendahara kedua. Tentunya bukan karena pintar berhitung Gatha dipilih, tetapi karena para cowok di kelasnya takut pada Gatha, sehingga akan mudah untuk menagih uang kas.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Teen FictionDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...