Bukannya memasuki gerbang rumahnya, Bara malah berhenti di seberang rumahnya. Ia membuka helm dan turun dari Rhea.
Bara hanya melihat Alan yang terparkir manis di depan rumah. Inilah rutinitas Bara selama beberapa hari ini, mengunjungi rumah yang diketahuinya tidak berpenghuni. Entahlah, Bara juga tidak tahu ia kenapa.
Belakangan ini ketua OSIS itu juga sedang sibuk-sibuknya mengurus organisasinya dan olimpiade yang tinggal sebentar lagi. Akan tetapi, Bara tidak pernah fokus dengan apa yang dikerjakannya. Raganya memang ada di tempat, namun jiwanya entah ada di mana.
Menghela napas panjang, Bara kembali menaiki motornya dan menuju rumahnya sendiri.
"Kak Bara!"
Baru saja dirinya membuka pintu, ia sudah dikejutkan oleh Ela–adiknya. Bara menyunggingkan senyumnya melihat Ela, sejak Mira tiada, Ela jadi sering ikut Adi dan Liana karena mereka belum mencari pengasuh serta pembantu baru sampai sekarang. Oleh sebab itu, Bara tinggal sendiri. Benar-benar sendiri.
Bara berjongkok, menyamakan tingginya dengan Ela, ia beralih memeluk adiknya itu.
"Kak, Ela kangen sama Kakak," ucap Ela di dalam pelukan Bara.
Bara tersenyum seraya mengelus puncak kepala Ela. "Kakak juga," sahutnya.
"Ela juga kangen sama Kak Gatha, pengen main sepak bola," ucap Ela lagi yang langsung membuat Bara terdiam.
Bara melepas pelukannya, mengamati wajah Ela yang entah mengapa sangat mirip dengan Gatha. Mungkin karena penampilannya yang sama dengan rambut dikuncir kuda.
"Kak Gatha mana? Di rumahnya, ya? Ayo kita ke sana," ajak Ela antusias.
Bahkan Bara saja tidak tahu dimana gadis itu berada. Ia sudah bertanya pada Maisha, tapi sepertinya Maisha tidak ingin memberitahunya. Bara juga sudah pernah mendatangi rumah Maisha secara diam-diam, tetapi ia tidak menemukan Gatha di sana.
"Ayo kak, cepetan!" Ela terus mendesak dengan menarik-narik tangan Bara agar pergi ke rumah seberang.
Bara memegang kedua bahu adik perempuannya itu. "Dengerin Kakak, Kak Gatha lagi enggak ada di rumah."
Ela menatap Bara sendu. "Terus Kak Gatha di mana?"
"Dia lagi main ke rumah temannya."
Bohong. Ya, Bara berbohong.
"Bara!" Suara berat itu datang dari arah tangga. Bara menoleh dan mendapati Adi–ayahnya yang sedang menatapnya tajam, di sebelahnya terdapat Liana.
"Nanti kalau Kak Gatha udah pulang, Kakak panggilin Ela ya? Sekarang Ela istirahat dulu di kamar." Kalimat itu seperti penghibur bagi dirinya sendiri yang bahkan tidak yakin jika Gatha akan pulang.
Setelah Ela pergi, Bara menghampiri Adi.
"Kenapa, Pa?"
"Papa dapat laporan dari sekolah kalau Gatha buat masalah dan dia diskors. Papa sama Mama juga ke rumah Gatha tapi dia enggak ada. Papa sama Mama sangat yakin Gatha tidak mungkin melakukan hal itu. Papa kecewa sama kamu, Bara. Kamu bahkan tidak mencari keberadaan Gatha bukan? Kamu juga tidak percaya sama dia 'kan? Papa sudah tahu semuanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Teen FictionDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...