35. Sakit

120 21 36
                                    

"Gat, lo enggak mau ke rumah sakit aja?" tanya Maisha yang sudah siap hendak berangkat ke sekolah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gat, lo enggak mau ke rumah sakit aja?" tanya Maisha yang sudah siap hendak berangkat ke sekolah.

Gatha yang terbaring dengan selimut menutupi tubuhnya setengah, menggeleng lemah.

"Gue enggak usah sekolah aja, ya?" Maisha melihat Gatha sendu. Ia tidak tega meninggalkan sahabatnya itu sendiri dalam keadaan sakit.

Gatha menggeleng lagi. "Sekolah aja sono!" usirnya.

"Terus lo siapa yang jagain?"

"Gue bukan anak kecil, Unta!" balas Gatha pelan, tidak ketus seperti biasanya.

Maisha berkacak pinggang, bersiap mengomel. "Bukan anak kecil tapi main hujan-hujanan, jadinya begini 'kan?" Maisha menunjuk Gatha.

Lelah mendengar omelan sahabatnya yang dari tadi malam tidak pernah usai, Gatha menarik selimutnya sampai menutupi wajahnya.

"Gat, dengerin gue! Jangan lupa sarapan, terus minum obat!" peringat Maisha.

Tidak ada jawaban. Entah Gatha tidur atau hanya pura-pura tidur.

"Gue berangkat dulu kalau gitu. Bye."

Derap langkah kaki yang menjauh dan suara pintu yang ditutup, membuat Gatha membuka kembali selimutnya.

Menghela napas berat, ia berganti posisi menjadi duduk di tepi ranjang. Kepalanya terasa berat sekarang.

Sebenarnya Gatha tidak ingin masuk sekolah bukan karena keadaannya yang sedang sakit, biasanya walaupun sakit pun ia tetap memaksa masuk ke sekolah. Ini juga bukan karena ia tidak mau mendengar segala caci makian semua orang. Gatha hanya tidak ingin melihat wajah Bara.

Mungkin ini saatnya ia harus melupakan.

"Apa gue harus pindah sekolah? Terus cari rumah yang jauh dari sini. Kalau bisa di pulau lain."

Gatha memukul kepalanya pelan. "Uang darimana Gatha?"

Berdiri dari duduknya, Gatha beranjak pergi keluar, ingin mengambil minum.

"Ngeri juga ya, tinggal di rumah seluas ini sendirian?" gumam Gatha. Pandangannya menyapu luas rumah Maisha.

"Gimana kalau tiap hari harus gini? Sendiri, kayak Maisha sama Ba--"

Gatha memukul mulutnya, ia tidak boleh mengucapkan nama itu. Niatnya mau melupakan, tetapi kenapa malah mengingatnya terus.

"Akhh! Gimana mau lupa kalau gue dikelilingi sama sesuatu yang selalu bikin gue inget?" geram Gatha seraya mengambil segelas air dan meneguknya langsung hingga tersisa setengah.

"Gue pengen ke planet lain aja deh."

***

"Hai, Bar," sapa Clara seraya duduk di kursi depan Bara. Saat ini mereka berada di perpustakaan.

GARA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang