Kehilangan memanglah hal yang lumrah bagi setiap manusia. Satu persatu orang yang kita sayang akan pergi meninggalkan atau bisa jadi kita yang lebih dulu meninggalkan. Tidak ada yang tahu. Semua itu adalah takdir yang sudah ditulis-Nya.
Suasana mendung menemani mereka yang sedang berduka saat ini. Tidak hujan, tapi juga tidak panas. Pakaian hitam yang melekat di tubuh mereka. Gelap. Tanpa cahaya. Seperti perasaan sebagian orang di pemakaman saat ini.
Adi dan Liana yang merupakan orang tua Bara, Maisha, Daniel, Genta, Rico, Bara, dan tentunya Gatha yang masih bertahan di depan batu nisan Mira.
Mereka semua masih meneteskan air mata, kecuali Gatha. Tidak ada lagi air mata yang keluar, hanya rasa sesak yang masih terus terasa, entah sampai kapan akan hilang.
Gatha sudah sangat lelah menangis semalam dan itu percuma, bundanya tidak akan kembali dan menghapus air mata Gatha dengan tangannya yang lembut. Tidak akan lagi menenangkannya. Tidak akan pernah.
Bara memegang bahu Gatha dari samping, berusaha menyalurkan kekuatan untuknya, walaupun sejujurnya ia juga sangat terpuruk sekarang. Bara tidak tega melihat sorot mata Gatha yang kosong, seakan tidak ada kehidupan lagi di sana.
Tidak lama, kedua orang tua Bara serta teman-temannya juga pamit untuk pulang.
"Gat, lo yang kuat, ya," ucap Maisha. Setelah itu ia juga pergi menyusul yang lainnya.
Kini tinggal tersisa Bara dan juga Gatha.
Gatha sama sekali tidak berniat untuk beranjak dari sana.
"Bunda ingat enggak, Gatha pernah bilang kalau bunda pergi, Gatha bakalan hancur sehancur hancurnya?"
Hanya angin berhembus yang terdengar, seolah meniup suara Gatha untuk disampaikan kepada Mira.
"Dan itu terjadi. Bunda pergi ninggalin Gatha. Sekarang Gatha hancur. Gatha enggak tau harus apa. Gatha cuma punya bunda. Dan sekarang bunda udah enggak ada. Gatha sekarang sendiri."
Bara sungguh tidak sanggup rasanya melihat Gatha yang seperti ini. Sesayang-sayangnya Bara ke Mira, pasti tidak akan bisa melebihi sayangnya Gatha ke Mira, bunda Gatha. Orang tua satu-satunya yang berada di sampingnya, dan sekarang juga telah pergi. Bara tidak bisa membayangkan betapa sedihnya Gatha sekarang.
"Lo masih punya gue, Gat. Lo enggak akan sendiri. Masih banyak yang peduli sama lo, ada Mama, Papa, dan juga sahabat-sahabat kita," ujar Bara mencoba menenangkan Gatha.
"Bunda itu tujuan hidup gue, Bar. Bunda itu dunia gue. Gue cuma mau bahagiain dia, dan sekarang gue bisa apa? Gue harus apa? Apa yang bakal gue lakuin sekarang, Bar? Tujuan gue udah enggak ada. Gue enggak tau lagi harus ngapain. Kenapa bunda yang duluan pergi? Kenapa enggak gue aja? Gue juga enggak diharapkan untuk hidup 'kan? Laki-laki itu aja ninggalin bunda saat tau gue ada. Bahkan gue enggak pernah liat wajahnya. Gue ngerasa hidup gue enggak ada gunanya lagi, Bar," lirih Gatha.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Teen FictionDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...