Memasuki rumah luas nan megah, mengamati sekeliling. Sepi. Itulah kata yang tepat untuk menggambarkannya.
Derap langkah kaki yang memakai sandal jepit biasa itu sampai kedengaran saking heningnya suasana. Mungkin penghuninya sebentar lagi akan turun karena mengetahui ada tamu yang datang.
Gatha menoleh ke arah ruang tamu, biasanya pemandangan yang pertama kali dilihatnya ketika memasuki rumah ini adalah bundanya yang sedang membersihkan meja dengan kemoceng atau membereskan bantal-bantal sofa yang tidak berada tepat di tempatnya.
Gatha kembali menoleh ke arah dapur. Di dapur ini biasanya Gatha melihat bundanya memasak dengan senyum yang merekah. Seakan-akan itu adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan.
"Gatha."
Gatha menoleh kembali ke arah ruang tamu dan melihat bundanya di sana sedang menatap dirinya sembari tersenyum.
Gila.
Gatha yakin dirinya sudah gila sekarang. Ia menutup mata kemudian tangannya beralih menepuk-nepuk kedua pipinya, berusaha menyadarkan diri.
Kembali membuka mata, dan benar. Kosong. Tidak ada siapapun di sana. Sepertinya rasa rindu ini membuat Gatha berhalusinasi.
Gatha kembali menepuk-nepuk pipinya, agar benar-benar fokus akan tujuannya sekarang.
"Lo enggak waras?"
Pertanyaan atau lebih tepatnya tanggapan itu membuat Gatha mendongak dengan kedua tangan masih berada di pipinya.
Gatha menurunkan tangannya. Kakinya melangkah ke sofa ruang tamu dan mendudukkan bokongnya di sana.
"Bisa jadi."
Suara tawa keluar dari laki-laki yang memakai baju kaos berwarna hitam dengan sedikit motif berwarna putih di tengahnya serta celana jeans panjang yang juga berwarna hitam. Ia ikut duduk di sofa tunggal yang berhadapan langsung dengan Gatha.
Ia melihat wajah gadis yang sudah dikenalnya selama tujuh belas tahun terakhir ini. Frustrasi. Itu yang bisa disimpulkan Bara.
"Lo kenapa?"
"Lo mau ke mana?"
Pertanyaan yang berbeda meluncur dari mulut keduanya secara bersamaan.
"Lo mau ke mana?" Gatha bertanya ulang, pertanda kalau pertanyaannya harus dijawab lebih dulu. Ia baru menyadari penampilan Bara yang rapi seperti ingin keluar.
"Enggak kemana-mana," jawab Bara santai sembari menyenderkan punggungnya ke sofa.
Gatha menyipitkan matanya tidak percaya. "Enggak kemana-mana tapi rapi bener, biasanya juga cuma celana pendek doang," sindirnya.
"Udah, enggak ngurusin penampilan gue," ujar Bara. "Lo kenapa?" tanyanya.
Gatha hanya diam. Tangannya terkepal kuat sampai menampakkan buku-buku jarinya. Seperti menahan emosi yang bergejolak.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Teen FictionDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...