Gatha merogoh isi tasnya, mencari ponsel yang sudah lama dimatikannya.
Sekarang ia memegang ponsel itu dengan ragu, bingung mau menyalakannya apa tidak. Sampai akhirnya memutuskan untuk menekan lama tombol power di bagian samping ponselnya.
Walpaper foto dirinya dan Bara muncul saat ponsel itu menyala. Gatha berdecak, ia jadi kembali mengingat laki-laki itu dan segala ucapannya. Sontak, Gatha segera membuka menu peraturan dan mengubah walpaper ponselnya.
Gatha beralih membuka aplikasi WhatsApp, ada banyak chat dan panggilan tidak terjawab di sana. Diantaranya ada Maisha yang sudah meneleponnya berkali-kali, Liana, Adi, Rico, dan ....
Tega.
Sontak, kedua mata Gatha membulat melihat itu, ia memastikan dengan membaca berkali-kali nama tersebut. Tetapi tetap sama, nama itu yang tertera. Hanya ada satu panggilan dan satu chat masuk dari Bara.
Gatha segera membacanya.
Tega : Lo di mana?
Singkat, tetapi membuat Gatha mengernyitkan keningnya keheranan, ia kira Bara tidak akan peduli lagi kepadanya.
Gatha mengetikkan balasan.
Gatha : Penting buat lo?
Menekan tombol bertanda silang di sudut keyboard-nya, Gatha menghapusnya kembali. Ia memutuskan untuk membacanya saja. Tidak peduli dengan reaksi Bara di sana.
Gadis dengan kaos kebesaran itu beralih ke room chat-nya dengan Maisha, sahabatnya itu banyak sekali mengiriminya chat. Mungkin sampai bisa dijadikan sebuah cerpen.
Malas mengetik, Gatha langsung saja meneleponnya, tidak butuh waktu lama, sahabatnya itu langsung mengangkat.
"Gatha!"
Mata Gatha terpejam seraya menjauhkan ponsel dari telinganya. Bisa-bisa ia tuli kalau seperti ini.
"Enggak usah teriak-teriak bisa 'kan, Unta?" ujar Gatha selembut-lembutnya.
Terdengar kekehan di seberang sana.
"Enggak bisa! Lo tuh kemana aja sih? Gue nyariin tau enggak? Lo baik-baik aja 'kan? Udah makan? Jangan-jangan ... lo diculik? Cepet bilang siapa yang nyulik lo?"
Gatha mematikan panggilannya secara sepihak. Ia sedikit heran, sahabatnya yang kalem itu mengapa jadi cerewet begini?
Jika Maisha hanya bertanya saja tidak masalah. Ini, sudah bertanya secara beruntun, teriak-teriak lagi. Apa ia kira Gatha tuli?
Lima detik kemudian, Maisha menelepon, pasti ia kesal karena diputuskan secara tiba-tiba.
Sebelum mengangkat panggilan tersebut, Gatha sudah bersiap siaga. Tidak ingin mendekatkan kembali ponselnya ke telinga, hanya dipegang dengan sedikit jauh dari tubuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Teen FictionDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...