Gatha sekarang berada di dalam lift rumah sakit. Rumah sakit yang sama dengan bundanya waktu itu. Ia tidak suka sebenarnya datang ke sini, tapi Gatha rasa ia harus meluruskan masalah ini dengan Bara.
Gatha tahu Bara ada di rumah sakit, karena Gatha tidak melihatnya tadi di kelas. Ia juga sudah menduganya. Gatha juga tahu rumah sakit yang ditempati Clara dari mendengar sedikit ucapan siswa-siswi tadi di koridor.
Pintu lift terbuka. Bukannya keluar, Gatha malah terdiam dan terkejut. Kakinya seolah sangat berat untuk dilangkahkan. Kata-kata yang sudah disiapkannya tadi seketika lenyap dari otaknya. Gadis dengan kuncir kuda itu hanya bisa memandang lurus mata tajam bak elang tersebut tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Keduanya hanya diam memandang satu sama lain beberapa saat sampai akhirnya laki-laki yang masih memakai jas OSIS tersebut melangkah masuk ke dalam lift dan menekan angka lantai paling terakhir.
Gatha hanya diam membisu. Padahal biasanya ia tak pernah seperti ini jika di samping Bara. Selalu ada obrolan yang menemani mereka. Selalu ada tawa. Selalu ada pertengkaran kecil yang berakhir Gatha menoyor kepala laki-laki itu.
Namun, kenapa saat ini rasanya berbeda? Bahkan Gatha tidak berani melirik wajah yang biasanya sangat suka diperhatikannya itu.
Pintu lift kembali terbuka. Bara berjalan duluan, tanpa disuruh Gatha mengikutinya. Mereka sampai di rooftop rumah sakit. Angin membelai anak rambut Gatha yang sedikit keluar dari kuncirannya.
"Gue diskors." Seperti biasa, Gatha selalu memberitahu Bara apapun yang menimpanya.
Gatha menatap wajah Bara yang hanya datar, tak berekspresi sama sekali. Sangat sulit untuk membaca pikirannya sekarang.
"Gue kira dikeluarin."
Jika saja tiga kata yang dikeluarkan Bara menggunakan nada bercanda, pasti Gatha sudah memberinya pukulan singkat. Tetapi kali ini berbeda, nada bicara Bara sama sekali bukan bercanda, bahkan terdengar sangat dingin.
"Bukan gue yang bikin Clara terbentur," ucap Gatha jujur. Ia akan bicara sejujur mungkin pada Bara saat ini.
"Gue cuma ngedorong dia, dan itu bahkan enggak sampai kena tembok," sambung Gatha lagi.
"Terus siapa? Siapa lagi kalau bukan lo? Cuma kalian berdua yang ada disitu. Hantu? Atau Clara ngebenturin kepalanya sendiri? Enggak mungkin 'kan?"
"Mungkin. Kalimat lo yang terakhir. Bukan mungkin lagi, tapi itu faktanya," balas Gatha cepat.
"Clara masih waras, Gat. Bentar lagi olimpiade bakal berlangsung, dia enggak mungkin ngelakuin itu."
Sebelum Gatha kembali membalas, Bara mendekat. Kini jarak mereka hanya tersisa sepuluh senti.
"Lo bukan Tebar yang gue kenal. Lo bukan Gatha yang selalu ngelindungin temannya. Gatha yang gue kenal enggak bakalan gunain kekuatannya untuk nyelakain orang lain. Dan Gatha yang gue kenal itu pemberani, dia akan mengakui kesalahan yang dia perbuat, bukan mencari-cari alasan yang enggak masuk akal," tekan Bara.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARA (END)
Fiksi RemajaDipertemukan sejak bayi dan tumbuh bersama, membuat keduanya sangat dekat dan terikat pertemanan yang sangat erat. *** Karena Bara gue bisa tersenyum juga tertawa karena bahagia. Karena Bara juga gue bisa menangis sedih karena terluka. -Agatha Rhea...