Bagian 12 : Kecelakaan

718 109 5
                                    

Jimin masih tidak mengerti apakah Suga dan Kakaknya memang seperti ini atau tidak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin masih tidak mengerti apakah Suga dan Kakaknya memang seperti ini atau tidak. Mereka terlihat akrab. Sangat akrab malah. Tapi dari setiap kalimat yang mereka ucapkan untuk masing-masing, Jimin selalu mendapati umpatan yang seharusnya tidak Jungkook—yang duduk di kursi sebelah—dengarkan. Anak itu masih terlalu polos untuk mendengar semua kalimat kotor yang terucap. Mungkin membawa Jungkook kemari memang bukan hal bagus.

Tadi setelah Jimin mandi bersama Jungkook, dia berencana untuk menemani anak itu belajar. Katanya dia sudah lama tidak masuk ke sekolah karena mentalnya terganggu. Tapi karena dia sudah jauh lebih baik dan harus mengejar materi untuk ujian, jadi Jimin mengajaknya untuk belajar. Anak itu juga langsung menurut dan membawa Jimin ke ruang belajar yang dibuat untuknya dan Junghyun dulu. Lebih mirip perpustakaan kecil dengan deretan buku yang nampak begitu rapi. Jimin tidak mengerti semuanya karena dia memang sudah lama berhenti mempelajari materi yang diajarkan sekolah. Tapi semua buku di sana terlihat menyenangkan untuk dibaca.

Setidaknya memang begitu rencana mereka. Tentu saja sebelum laki-laki bernama Taehyung yang mengaku sebagai adik Namjoon tiba-tiba datang mengajak mereka ikut dalam pesta kecil untuk merayakan ulang tahun Suga. Meskipun terlihat terlalu gemerlap untuk ukuran laki-laki yang telah berumur dua puluh tiga tahun, sih. Mungkin Jimin sedikit mengerti kenapa Suga terlihat tidak menyukai acara ini. Jangankan acara dengan dekorasi yang terlalu heboh seperti ini, dia bahkan terlihat tidak senang saat acara sederhana di cafe tadi.

Jimin berkenalan dengan kakak Suga tadi. Namanya Geumjae, tapi selalu dipanggil Jay. Lagi pula mengucapkannya juga sama. Mungkin nama inggris sedang menjadi trend belakangan ini. Atau karena mereka bekerja di industri hiburan yang berkutat dengan dunia internasional. Tapi di antara mereka semua, hanya Suga yang tidak memperkenalkan diri dengan nama Korea. Apa Suga memang nama aslinya?

"Hyungie, mereka mengatakan apa?"

Jimin menoleh, membalas tatapan penasaran Jungkook yang saat ini sedang menunjuk dua kakak beradik yang terus mengumpat. Bagus, ini akan menjadi masalah. "Ah, Jungkookie. Itu bahasa orang dewasa. Jangan ditiru, ya." ujar Jimin gugup. Bisa gawat jika Jungkook semakin penasaran dan malah menirunya.

Sepertinya Jimin memang beruntung karena Jungkook hanya mengangguk setelah mendengar jawabannya. Dia sudah tidak tertarik pada dua saudara itu dan memandang ke arah lain. Sepertinya dunia gemerlap seperti ini malah menarik sisi bocahnya. Meski sempat menyesal karena terus mendengar umpatan, tapi Jimin senang karena Jungkook terlihat nyaman berada di tempat ini.

"Jungkookie, mau kue lagi?"

Dia juga terlihat akrab dengan si Taehyung itu. Tidak heran, sih. Laki-laki itu membaur dengan begitu sempurna. Bahkan orang asing pun akan langsung cocok dengannya. Jika tidak salah menebak, umurnya pasti sama atau sedikit lebih muda dari Jimin. Namjoon pernah bilang jika adiknya belum lulus sekolah menengah.

"Jimin, kan? Mau kue juga?"

Laki-laki yang ceria. Senyum kotak yang mempesona dan menenangkan. Sepertinya Jimin tidak memiliki alasan untuk tidak ikut berusaha mengakrabkan diri. "Tentu," jawabnya dengan senyum balasan yang tak kalah lebar.

"Kudengar kau bekerja di cafe Namjoon hyung. Biasanya aku sering ke sana. Tapi karena beberapa minggu ini sedang banyak tugas menjelang ujian, jadi tidak sempat. Ngomong-ngomong Seokjin hyung bilang kita seumuran," ujar Taehyung sembari menyodorkan sepotong kue kepada Jimin.

"Aku baru bekerja hari ini, sih. Kapan-kapan datanglah."

"Tentu." Taehyung memotong kue untuk dirinya sendiri lantas memakannya dengan tenang. "Ngomong-ngomong awalnya itu bukan cafe Namjoon hyung. Lagi pula dia tidak memiliki bakat yang berhubungan dengan makanan sama sekali. Dulu Seokjin hyung yang membeli tempat itu dan membuat cafe karena dia suka memasak. Tapi akhirnya dia terlalu sibuk bekerja di rumah sakit. Jadi Namjoon hyung yang mengurusnya. Walaupun pada akhirnya dia juga sibuk setelah debut, sih."

Sekarang Jimin mengerti kenapa Jihoon bilang bahwa Namjoon yang membantunya hanya akan berakhir sebagai pengacau. Sekarang saja terlihat bagaimana cerobohnya laki-laki itu. Jimin sudah menyaksikan berbagai kecelakaan yang disebabkan oleh Namjoon sejak masuk ke rumah ini.

"Kau tahu Jihoon, kan? Dia teman sekelasku saat sekolah tingkat kedua. Aku juga yang merekomendasikannya karena saat itu dia terlihat membutuhkan pekerjaan. Sayang sekali karena tidak sekolah. Padahal dia sangat pintar."

"Ah, aku mendengarnya dari Jihoon." Tapi kenapa Taehyung menceritakannya kepadaku? Apa dia memang begitu kepada semua orang yang baru ia temui? Meskipun dalam kasus ini Jimin sudah sewajarnya tahu, tapi aneh saja mengingat mereka bahkan baru bertatap muka untuk pertama kalinya.

"Jimin-ah. Boleh kupanggil begitu?"

"Eoh? Tentu."

Taehyung kembali tersenyum. Kali ini tidak seceria tadi. Entah kenapa terlihat begitu, di mata Jimin. Sebenarnya ada apa, sih? Bagaimana mungkin ekspresinya bisa berganti secepat itu?

"Jimin-ah, tolong jangan tersinggung. Tapi kau mengingatkanku kepada Junghyun."

Ah, begitu. Rasanya semua orang baik kepada Jimin juga karena hal yang sama. Sebegitu miripnya kah? Wajar jika mereka menganggapnya mirip dengan Junghyun. Tapi jika semua kebaikan yang ia terima selama ini hanya karena kemiripannya dengan laki-laki itu, mungkin Jimin akan sedikit kecewa. "Kurasa aku tidak berhak tersinggung. Tapi Taehyung-ssi, apa yang mirip dariku dan Junghyun?"

"Entahlah." Taehyung mengalihkan pandangan. Mendongak memandang langit malam yang bertabur bintang dengan pandangan menerawang. Seolah sedang melihat jauh ke masa lalu di mana semuanya masih baik-baik saja. "Terlalu banyak hal. Termasuk caramu merespon semua ucapanku."

"Sepertinya kalian berteman dekat. Kau pasti sedih sekali saat itu."

Taehyung hanya tersenyum tipis untuk menanggapi ucapan Jimin. Tidak sehancur Jungkook. Tapi jika dibilang dia bisa sembuh dengan cepat, rasanya tidak benar. Sejujurnya Taehyung jauh lebih menyedihkan dari pada yang terlihat. "Kudengar kau akan terus tinggal di rumah Jungkookie. Kuharap kita bisa akrab."

"Tentu sa—!"

Sakit.

Sesuatu yang keras menghantam kepala belakang Jimin. Entah apa, tapi rasanya sakit sekali. Hal yang memancing atensi semua orang dalam seketika.

"Jimin-ah, ada apa?"

Jimin mendongak, memandang Seokjin yang barusan bertanya. Dia mencoba untuk memberi senyum tipis lantas berucap, "Gwenchana, hyung." meskipun kemudian harus meringis karena sakitnya tidak main-main. Apa barusan itu?

"Apa lenteranya jatuh mengenai kepalamu?"

Semuanya langsung menoleh ke arah Suga yang tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Jimin. Saat menoleh ke belakang, Jimin juga melihat lentera besi yang sepertinya berat tergeletak di sana. Sepertinya memang lentera itu yang barusan jatuh. Siapa sih yang memasang tidak benar?

"Jimin-ah, kau berdarah."

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang