Bagian 23 : Rumah Sakit

674 92 0
                                    

Melepas sosok yang kini hanya bisa diam saat dibawa ke dalam ruangan putih itu, Hoseok tiba-tiba menghela nafas gusar. Meneliti laki-laki jangkung di sebelahnya, banyak sekali pertanyaan yang bercokol di otak, memaksa untuk dikeluarkan kendati kemudian belah bibirnya hanya mampu mengucap sebuah kalimat. "Serius, Joon. Katakan apa yang terjadi!"

Bagaimana mungkin dia tidak terkejut. Hoseok pikir ini akan menjadi pagi menyenangkan dengan segelas kopi sembari menyelesaikan pekerjaan. Tapi semuanya hancur berantakan karena sosok yang baru saja menghilang bersama laki-laki berjas putih itu tiba-tiba membuat keributan secara tidak langsung. Beruntung Hoseok tidak memiliki penyakit jantung karena hell organnya itu sudah memompa kelewat semangat hingga dia yakin bisa meledak kapan saja.

Tapi biarpun Hoseok menanyainya sampai mulutnya berbusa, Namjoon tidak bisa menjawab karena dia juga tidak tahu apa yang terjadi pada si pucat itu. Suga hanya memanggilnya lalu semua itu terjadi begitu saja. Namjoon bahkan belum sempat mendengar penjelasan apapun yang cukup masuk akal untuk menjadi alasan betapa kacaunya Suga hari ini.

Hoseok pasti terkejut, Namjoon juga begitu. Suga itu orang yang hampir tidak pernah sakit. Selama hampir lima belas tahun mereka saling mengenal, laki-laki itu hanya sakit beberapa kali. Itupun tidak pernah sedramatis ini. Sungguh, Suga itu tipe yang tidak akan membiarkan tubuhnya tumbang dan memilih untuk langsung datang ke rumah sakit jika memang perlu.

"Sepertinya sesuatu yang serius." Namjoon bergumam pelan, cukup jelas untuk didengar Hoseok yang berdiri di sebelahnya. Mereka masih diam di lorong rumah sakit, tepat di depan ruangan tempat Suga sedang diperiksa oleh seorang dokter. "Tiba-tiba dia jadi begini, padahal kemarin masih baik-baik saja. Apa terjadi sesuatu saat dia pergi ke Busan?"

Mendengar itu, Hoseok memilih untuk terdiam sejenak. Memandang lorong rumah sakit yang nampak kosong—seolah memang tidak ada satupun manusia atau bahkan mata-mata yang ingin menguping pembicaraan mereka—sebelum kemudian berucap, "Kudengar dia tidak datang ke pertemuan itu. Mungkin memang terjadi sesuatu."

Namjoon hanya bisa menghela nafas. Sesuatu seperti ini seharusnya tidak terjadi. Bagaimanapun juga dia merasa bertanggungjawab untuk menjaga laki-laki pucat satu itu. Suga itu meskipun lahir di tahun yang sama dengannya, tapi Namjoon lebih senang mengakuinya seperti adik yang harus dijaga. Jika diurutkan berdasarkan bulan, Hoseok akan menjadi yang tertua. Lalu Namjoon yang kedua dan Suga yang termuda di antara ketiganya. Mungkin karena sikapnya yang terkesan blak-blakan dan jarang menunjukan emosi, dia terlihat lebih lemah di mata Namjoon.

Lagi pula jika dibandingkan dengan Hoseok dan Namjoon, Suga akan terlihat seperti remaja yang tersesat di antara kumpulan orang dewasa. Wajahnya itu masih tampak seperti bayi. Meskipun imagenya akan berubah seratus delapan puluh derajat jika dia sedikit berusaha untuk tampil lebih dewasa, sih. Nyatanya Suga tidak terlalu memperhatikan penampilan dan lebih senang terlihat apa adanya. Termasuk fakta bahwa wajahnya memang terlihat jauh lebih muda jika tidak dipoles apa-apa. Mungkin itu yang membuat Namjoon selalu menganggapnya sebagai adik, alih-alih teman seumuran. Jika Suga tahu, mungkin dia akan menggorok leher laki-laki jangkung itu tanpa ragu.

Itu pun jika dia masih cukup kuat untuk bangun.

"Apa menurutmu kita harus menghubungi Jay hyung?" Pertanyaan dari Hoseok itu berhasil membuyarkan semua pemikiran Namjoon dalam sedetik saja. Termasuk perasaan bersalah dan khawatir yang sebenarnya harus ia tekan agar bisa berpikir dengan jernih.

Namjoon terdiam sejenak. Diam-diam melirik ke dalam ruangan meskipun tidak ada yang bisa ia lihat karena terhalang dinding putih kokoh di sana. "Sepertinya Suga ingin mengatakan sesuatu. Kita tunggu sampai dia bangun dan cukup kuat untuk mengatakan apa masalahnya. Setelah itu baru putuskan untuk menghubungi Jay hyung atau tidak." putusnya.

Terdengar seperti sesuatu yang benar-benar serius. Kendati memang begitu, tapi Hoseok akan merasa lebih tenang jika Namjoon mengiyakan saja sarannya itu. Dengan begitu artinya ini bukan masalah pelik yang bahkan harus disikapi dengan penuh kehati-hatian seperti ini. Tapi mengingat apa yang terjadi, mungkin memang banyak hal yang perlu dikhawatirkan. "Entah kenapa aku merasa jika ini bukan masalah yang sederhana."

Namjoon memilih untuk diam, tak menanggapi ucapan Hoseok sama sekali. Tanpa dipertegas begitu pun memang sudah jelas. Memangnya bagian mana yang merujuk pada sederhana setelah menyaksikan secara live bagaimana Suga yang jarang sekali memperlihatkan sisi lemahnya tiba-tiba tumbang di hadapan mereka? Sudah begitu sampai meminta bantuan kepada Namjoon padahal biasanya mati-matian menyembunyikan semua hal. Ini pasti tidak sederhana sama sekali.

"Hyung?"

Agaknya mereka akan menikmati kesunyian hingga beberapa saat lagi jika tidak ada suara yang menginterupsi. Menarik atensi penuh dari keduanya hingga kemudian menyadari presensi nyata remaja tujuh belas tahun yang tengah menggandeng seorang bocah. Mengernyit heran karena menemukan Namjoon dan Hoseok di rumah sakit sepagi ini jelas tidak ada dalam daftar prediksinya. "Kalian di sini, hyung? Siapa yang sakit?"

"Kau mengantar Jungkookie menemui psikiater lagi, ya?" Bukannya menjawab, Namjoon malah berkata demikian begitu mengingat bayangan Jimin yang meminta izin untuk datang sedikit terlambat setiap hari Minggu karena harus menemani bocah yang dibawanya saat ini. Anak manja itu benar-benar memonopoli Jimin untuk dirinya sendiri. Agak menyebalkan, tapi mengemaskan.

"Bukan masalah besar, kok." Namjoon kembali bersuara. Dalam hati mencibir jawabannya sendiri karena bahkan sedetik yang lalu dia masih khawatir setengah mati seolah pemuda pucat yang masih bergelut dengan alam bawah sadar di dalam sana bisa bertemu malaikat maut kapan saja. "Kurasa Suga terlalu bekerja keras. Dia tiba-tiba pingsan saat aku datang ke studionya."

"Serius?" Jimin bereaksi terlalu cepat. Bahkan suaranya yang tidak ditahan menggema di sepanjang lorong. Jungkook yang masih berdiri di sebelahnya mendongak, memandang Jimin heran karena tidak biasanya dia akan bereaksi seterkejut itu. "Suga hyung terlihat tidak sehat sejak kemarin. Katanya tidak apa-apa, tapi sekarang malah berakhir di rumah sakit."

Kalimat sederhana yang sukses menarik atensi penuh dari kedua laki-laki itu. Namjoon dan Hoseok saling berpandangan, seolah sedang bertelepati dengan pertanyaan 'apa itu artinya kemarin Suga bersama dengan Jimin?' sebagai topik utama. "K-kau bertemu dengan Suga kemarin?" Namjoon yang pertama memutus kontak mata, menoleh kembali ke arah Jimin sembari melontar pertanyaan tersebut.

"Aku menemani Jihoon ke Busan. Adiknya ternyata berada di panti yang sama denganku. Suga hyung memberi tumpangan karena bus kami tidak bisa melanjutkan perjalanan." Jimin mulai menjelaskan. Tak terlalu peduli pada respon aneh dua laki-laki yang lebih tua dan kembali melanjutkan, "Begitu sampai Suga hyung jadi aneh. Katanya ada urusan di sekitar sana, tapi tidak pergi sama sekali dan langsung pulang setelah Jungkookie meneleponku."

Oh God! Tiba-tiba Namjoon berpikir jika ini ada hubungannya dengan Jimin dan panti itu.

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang