Entah kapan dan entah kenapa extra part yang sebelumnya hilang. Jadi sebagai gantinya, aku nulis extra part yang baru buat kalian. Tapi perlu ditekankan kalau cerita Last Winter for Us bener-bener udah selesai di epilog. Jadi extra part ini bisa dianggap bukan bagian dari cerita. Selamat membaca~
p.s. kesannya kayak aku masih nggak rela book ini selesai nggak sih :'(
***
"Special Latte untuk hyung pendek yang hobi memaki."
Suga hanya bisa menghela nafas kala mendapati secangkir latte yang ia pesan sudah berada di hadapannya. Jujur ia ingin segera memaki seperti yang diucapkan oleh anak yang baru saja memasuki usia remaja itu. Tapi mengingat respon apa yang mungkin akan ia dapatkan setelahnya, ia memilih untuk mengulum senyum tipis lalu merapikan kertas-kertas yang berserakan di meja. "Kau semakin berani saja, ya?" komentarnya.
Namun meskipun label 'hobi memaki' yang ia dapatkan sudah terverifikasi, tapi lawan bicaranya tak lantas takut atau berhenti menguji kesabaran Suga. Ia bahkan dengan tenang ikut mendudukkan diri di hadapan laki-laki berumur kepala tiga itu sembari memperlihatkan senyum dengan gigi kelinci yang terlihat menggemaskan. "Eiii, hyung harusnya bersyukur karena tidak kupanggil ahjussi." Memang benar jika ia layak menggunakan panggilan itu karena umurnya bahkan masih setengah dari umur laki-laki itu.
Tapi sama seperti Jungkook yang terbiasa mengganggunya, Suga juga sudah terlampau berpengalaman untuk menghadapi anak itu. Tujuh tahun, waktu yang sudah lebih dari cukup untuk menghilangkan batas-batas tak kasat mata di antara mereka. Waktu yang mungkin sengaja dihadiahkan oleh sang adik kepadanya. Entahlah, Suga juga tidak tahu ini sebenarnya hadiah, hukuman, atau ia yang berusaha menebus waktu yang tak bisa ia habiskan bersama Jimin dengan memberikannya kepada orang lain.
"Aku ingin memiliki adik seperti Jungkookie."
"Kalau nanti aku kembali ke Busan, Jungkookie bagaimana, ya?"
"Kurasa aku tidak akan pernah bisa meninggalkan Jungkookie."
Suga masih ingat dengan jelas kalimat-kalimat yang Jimin katakan terkait anak ini. Kekhawatiran yang sialnya menjadi kenyataan, harapan yang bahkan tak memiliki kesempatan untuk mampir ke hidupnya, hingga ekspektasi dan daftar kegiatan yang tak pernah bisa dilakukan. Ia ingat seberapa paniknya Jimin saat mendapat kabar jika Jungkook mendadak pingsan di sekolah, juga bagaimana senyum lebarnya saat memamerkan fakta bahwa bocah yang selalu merengek minta ditemani sebelum tidur berhasil memenangkan lomba melukis. Sekarang anak delapan tahun yang begitu Jimin lindungi sudah tumbuh menjadi remaja multitalenta yang penuh pesona. Jika Jimin berada di sini sekarang, dia mungkin tidak akan pernah berhenti memamerkannya.
Suga tahu seberapa berharga anak di hadapannya itu bagi Jimin—bahkan jika dipikir-pikir mungkin lebih daripada Min Yoongi yang tak lain adalah dirinya. Jadi satu-satunya hal yang mungkin bisa ia lakukan untuk sang adik adalah memastikan Jungkook baik-baik saja, tumbuh dengan baik seperti yang Jimin harapkan. Menjaga anak ini, menggantikan Jimin meski Suga tahu jika ia takkan pernah bisa menggeser posisinya di hidup Jungkook.
Suga hyung dan Jiminie hyung memiliki peranan masing-masing dalam hidupku. Jadi jangan berpikiran seperti itu. Lagi pula aku tidak ingin seseorang menggantikan orang lain, sama seperti aku yang tidak pernah menganggap Jiminie hyung menggantikan Hyunie hyung.
Suga ingin sekali berteriak sekencang mungkin, berusaha sekeras yang ia bisa agar suaranya dapat mencapai surga. Ia ingin mengatakan bahwa anak cengeng dan manja yang selalu menempeli Jimin kemana-mana sudah tumbuh dewasa. Jauh lebih dewasa dari yang sempat ia bayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Winter For Us [END]
Fanfiction[방탄소년단 × 박지민] "Katanya dulu aku punya keluarga." Menjalani hari-hari dengan kumpulan anak di panti asuhan membuat hidup seorang Park Jimin terasa spesial. Memiliki banyak teman, kakak, dan adik hingga ia tak pernah merasakan kesepian. Atas suatu ala...