Bagian 21 : Kebohongan

579 95 2
                                    

Hanya satu yang Suga inginkan saat melangkahkan kaki ke dalam rumah yang telah ia tinggali sejak masih kecil, Jay beserta kalimat-kalimat penjelasan yang setidaknya cukup masuk akal untuk semua yang telah terjadi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hanya satu yang Suga inginkan saat melangkahkan kaki ke dalam rumah yang telah ia tinggali sejak masih kecil, Jay beserta kalimat-kalimat penjelasan yang setidaknya cukup masuk akal untuk semua yang telah terjadi. Suga sudah berusaha untuk mempercayai semua hal yang kakaknya ucapkan. Tapi semakin dipikirkan, semuanya menjadi semakin rumit.

Tentang Jimin, Min Yoongi, dan foto itu. Suga tidak tahu apakah itu hanya kebetulan atau memang anak yang ada di dalam foto itu adalah dirinya. Jimin jelas-jelas mengatakan jika Min Yoongi itu dua tahun lebih tua dari Suga. Terlebih dia juga ingat jika dirinya tidak pernah mengunjungi Busan sejak masih kecil. Kakek dan nenek dari ayahnya ada di Daegu sementara dari pihak ibu menetap di Seoul. Suga yakin sekali jika keluarganya tidak memiliki kerabat di Busan. Tapi kenapa keyakinan itu tiba-tiba goyah hanya karena kemunculan remaja asing yang datang dengan segala teka-tekinya?

Apa ini hanya lelucon gila yang sering dilakukan Jay? Atau seseorang sedang berusaha mempermainkannya? Sekarang ini namanya sedang banyak dibicarakan publik. Meskipun tidak semua orang tahu, tapi sebagai salah satu produser yang membuat hampir semua lagu dari grup idol paling terkenal saat ini, paling tidak publik tahu sedikit banyak tentang dirinya. Lagi pula bukannya sekali dua kali dia mendapat penghargaan. Apa mungkin ada pihak yang memang sengaja mempermainkannya seperti ini? Tapi jikapun benar, kenapa Suga bisa percaya dengan mudah?

"Eoh? Sudah pulang?"

Kebetulan sekali. Suga yang sudah nyaris menaiki tangga untuk mencari sang kakak di kamar segera menghentikan langkah kala mendengar suara laki-laki itu. Jay sedang keluar dari dapur dengan sebuah cangkir yang masih mengepulkan asap. Dia bahkan mengabaikan Suga setelahnya, lebih memilih untuk duduk di atas sofa sembari menyalakan televisi.

Mungkin Jay akan menganggapnya aneh jika bergabung. Pasalnya Suga memang tidak pernah mau bermalas-malasan berdua dengan laki-laki itu. Sejak kapan? Entahlah. Mungkin sejak Suga mulai menyukai musik dan terlalu sibuk dengan semuanya. Tak ada waktu untuk bermalas-malasan karena sejak saat itu Suga mulai sangat berambisi.

Tapi untuk saat ini Suga segera menghampiri Jay dan duduk di sebelahnya. Sukses membuat laki-laki yang lebih tua menoleh lalu mengernyit dalam. Tumben sekali, pikirnya. Tapi begitu sadar jika Suga pasti memiliki sesuatu yang serius untuk dibicarakan, Jay segera meletakan remote dan cangkir yang ia pegang sebelum kemudian memberi atensi penuh kepada adiknya itu. "Ada apa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" tanyanya.

Suga masih bungkam, bahkan sama sekali tak membalas tatapan sang kakak kepadanya. Dia masih sibuk berpikir harus mulai dari mana agar Jay langsung menjelaskan tanpa berbelit-belit. Rasanya seperti tiba-tiba kehilangan kepercayaan kepada laki-laki itu. Diam-diam berpikir, apakah dia memang semudah ini untuk dipermainkan? "Banyak yang terjadi belakangan ini."

Mendengar itu Jay mendadak ikut bungkam, entah apa yang ia pikirkan. Namun sejurus kemudian ia menghela nafas seraya menepuk pundak sang adik. "Kau bisa bercerita sepuasmu. Aku akan mendengarkan dengan baik. Kenapa senang sekali menimbun semuanya untuk waktu yang lama? Kau tidak bisa menekan diri sendiri seperti itu. Setidaknya berbagi, jangan menunggu sampai kau terlalu terbebani."

Ah, mungkin Suga membuat kakaknya salah paham karena mengatakan itu. Tapi memang benar, sih. Dia juga tidak berani menanyakan apa-apa bahkan setelah sempat menaruh curiga sejak lama. Mungkin Jay akan tersinggung. Mungkin kakaknya itu akan merasa jika Suga tidak mempercayainya lagi. Tapi sejak nama Min Yoongi disebutkan, entah kenapa Suga merasa ada banyak hal yang telah hilang dari ingatannya. Entah bagaimana itu adalah nama yang familiar, tapi nyatanya nama itu tidak ada dalam satupun slot yang tersisa dalam otak.

"Hyung." panggilan lembut yang mungkin jarang ia keluarkan. Dia dan Jay hampir sama kerasnya. Mereka sering terlihat seperti musuh bebuyutan yang akan saling mengucapkan umpatan dan berupaya saling membunuh setelahnya. Tapi dalam kenyataannya Suga selalu menaruh hormat yang begitu besar kepada laki-laki itu. Hubungan mereka jauh lebih baik dari pada yang terlihat. Semenyebalkan apapun Suga itu, Jay tetap akan menjadi kakak yang baik di saat yang seharusnya. Terbukti bagaimana dia menunggu dengan sabar saat yang lebih muda menyusun kalimat apa yang harus ia ucapkan. "Kau tahu Min Yoongi?"

"Min Yoongi?" Respon yang cepat dan natural. Suga yakin jika kalimat yang akan diucapkan Jay selanjutnya pasti bukan kebohongan. Kakaknya itu payah soal berbohong. Jika reaksinya bagus begini, artinya dia akan jujur. "Aku tidak pernah mendengar namanya. Kau berurusan dengan orang seperti apa kali ini?"

Tidak, ya? Suga yakin sekali jika kakaknya itu tidak berbohong. Artinya dia memang tidak tidak mengenal Min Yoongi itu. Kalau begini apa Suga harus bertanya lagi atau sebaiknya diam saja? Mungkin Jay memang tidak mengetahui apapun. Mungkin Suga yang terlalu mudah dipermainkan. Seseorang pasti sengaja membuatnya bingung begini. Ya, pasti begitu.

"Bukan apa-apa. Kurasa aku hanya tidak bisa berpikir dengan jernih karena lelah." Suga segera bangkit dari duduknya. Memandang sang kakak yang masih diam sebelum kemudian melanjutkan, "Aku akan beristirahat sekarang. Maaf karena berbicara aneh, hyung."

Suga segera mengambil ponsel yang sempat ia letakkan di atas meja sebelum kemudian berbalik menuju kamarnya. Mungkin dia perlu menyegarkan pikiran dengan mengguyur tubuhnya dengan air dingin, tak peduli seberapa dingin suhu saat ini. Jika beruntung, dia tidak akan mengalami hipotermia, kok. Jika beruntung, sih.

"Suga."

Langkahnya terhenti sedetik setelah ia mendengar namanya dipanggil. Dia berbalik, memandang Jay yang ikut berdiri meskipun masih di tempat yang sama seperti sebelumnya. Dia pasti serius sekali saat mendengarkan. Pasti akan sulit untuk melarikan diri. Padahal Suga sedang ingin melakukan itu. Pengecut memang. Tapi bahkan laki-laki seperti dirinya juga merupakan manusia yang memiliki banyak keraguan dan ketakutan. Untuk saat ini Suga hanya ingin menenangkan dirinya dengan tetap diam. Tapi sepertinya Jay tidak sependapat dengannya.

"Mau sampai kapan kau bersikap seperti ini? Mungkin kau tidak memikirkannya, tapi aku selalu khawatir jika kau terus menyembunyikan banyak hal begini. Suga-ya, aku kakakmu. Tidak apa-apa sesekali mengeluh. Mau sampai kapanpun, bahkan sampai kau berubah menjadi laki-laki tua yang mungkin mati keesokan harinya, kau tetap adikku."

Kakak yang berusaha mengerti dan mendukung semua keputusan adiknya. Suga selalu berpikir Jay adalah sosok yang seperti itu kendati sikapnya terkadang menyebalkan. Dia hanya bersikap seperti apa yang membuat Suga nyaman. Bagi Suga, dia kakak yang baik dan pengertian. Tapi mereka memang jarang mengungkapkan sesuatu yang menyangkut perasaan begini. Rasanya seperti... Aneh tapi entah kenapa terasa menenangkan.

Suga masih terlalu ragu untuk mengatakan semuanya. Padahal tadi dia pikir sudah yakin untuk berbagi dengan sang kakak. Pandangannya perlahan beralih, tak lagi menatap sang kakak dan berakhir pada foto lawas yang menampilkan dirinya bersama ayah, ibu, dan kakaknya bertahun-tahun lalu. Liburan ke rumah nenek dan kakek di Daegu saat dia masih berumur enam tahun. Tanpa diminta Jay ikut memperhatikan foto itu, tahu jika ini berhubungan dengan sesuatu di masa lalu.

"Aku tidak sengaja melihat foto milik Jimin. Itu kakaknya, Min Yoongi. Dan wajahnya sama persis dengan aku saat itu." Suga menoleh, kembali memberi atensi penuh kepada Jay yang masih memperhatikan foto itu dalam diam. "Entah kenapa rasanya seperti... Aneh saja."

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang