Bagian 32 : Kakak, ya?

563 89 2
                                    

"Kok bisa sakit begini, sih? Koo kelelahan, ya?"

Hanya rengekan tak koheren yang ia dapat sebagai balasan. Seharusnya Jimin sudah tahu tanpa harus memastikan. Meskipun sebenarnya Jungkook itu anak yang aktif, tapi dia mudah sakit belakangan ini. Sejak awal mereka bertemu pun anak ini dalam keadaan tak baik. Mungkin melakukan perubahan dari kegiatan minim ke aktivitas rutin yang panjang memang terlalu cepat baginya. Bagaimanapun juga Jungkook sudah tidak pernah mengikuti kegiatan sekolah setelah kakaknya meninggal. Lalu sekarang dia harus mengejar ketertinggalan? Rasanya itu terlalu memaksakan diri. Sudah berapa kali Jungkook sakit karena kelelahan begini?

Sebenarnya Jimin baru saja pulang dari bekerja. Karena merasa aneh saat tak mendapati siapapun di ruang tamu—saat biasanya Jungkook akan menunggunya pulang di sana sambil menonton kartun spons gila dan bintang laut idiotnya—jadi Jimin memutuskan untuk melihat apakah anak itu sudah tidur atau belum. Tapi ternyata yang ia dapatkan adalah pemandangan tak mengenakan begini.

Bibi Jeon baru saja keluar untuk memanggil Seokjin. Dokter muda itu tidak pernah mengambil shift malam dan pasti berada di rumah pada jam seperti ini. Jadi alih-alih membersihkan tubuhnya yang terasa lengket, Jimin memilih untuk duduk di sisi ranjang dan menemani Jungkook sampai Bibi Jeon kembali. Siapa yang tahu kemungkinan apa yang akan terjadi jika anak ini ditinggalkan sendirian?

"Aissh, anak ini kenapa hobi sekali sakit?"

Jimin menoleh, memandang Seokjin yang entah sejak kapan sudah berada di dalam ruangan itu. Bibi Jeon tidak turut bersamanya, mungkin sedang mengurus hal lain. "Maaf merepotkanmu, hyung. Sepertinya hyung baru pulang, ya?" ujar Jimin setelah meneliti penampilan Seokjin.

"Eiii, apa yang kau katakan? Lagi pula kenapa kau yang meminta maaf?" Seokjin memutari ranjang, berdiri di sisi yang berlawanan dengan Jimin. "Dia pasti kelelahan karena harus mengejar ketertinggalan selama ini." gumamnya sembari mulai memeriksa anak itu.

Jimin tidak berniat bersikap sok tahu atau sok dekat. Tapi melihat penampilan Seokjin saat ini, sepertinya bukan hanya Jungkook yang kelelahan. Laki-laki itu begitu menjaga penampilan, tapi sekarang rambutnya berantakan, wajah kuyu dengan kantung mata hitam, lalu jas putih yang masih belum dilepasnya. Lagi pula tidak biasanya Seokjin pulang lebih dari jam delapan. Dia pasti sibuk sekali hari ini. "Hyung juga sepertinya sibuk sekali, ya? Jangan hanya memperhatikan kesehatan orang lain, hyung juga perlu beristirahat."

Seokjin berhenti bergerak, memandang Jimin dalam diam hingga membuat remaja itu gugup dalam seketika. "Ah, maaf. Padahal aku tidak tahu apa-apa. Hyung kelihatannya lelah, sih." ujarnya dengan tawa canggung yang gagal ia tutupi.

"Kelihatan, ya?" Seokjin tersenyum tulus. Kembali bekerja sembari melanjutkan, "Ada sedikit masalah belakangan ini. Mungkin aku hanya terlalu banyak berpikir. Terima kasih sudah mengingatkan."

Jimin tertegun. Entah karena senyum tulus yang malah terasa menyakitkan atau kagum karena laki-laki itu bahkan mampu mengangkat kedua sudut bibirnya dengan begitu indah saat fisiknya terlihat begitu lelah di saat bersamaan. Entah apa masalah yang dimaksud oleh Seokjin, tapi itu pasti berat untuknya. Ternyata semua orang memang memiliki masalahnya masing-masing. Padahal Seokjin terlihat begitu sempurna di matanya.

"Sepertinya hanya demam karena kelelahan." Sedikit tersentak karena ucapan tiba-tiba dari Seokjin, Jimin ikut memperhatikan Jungkook yang masih tertidur meskipun mungkin tidak selelap biasanya. "Aku memiliki obat yang cocok di rumah. Ikutlah denganku untuk mengambilnya."

Jimin mengangguk patuh lantas berjalan mengikuti Seokjin. Mereka sempat berpapasan dengan Bibi Jeon saat keluar dari kamar Jungkook. Jadi setelah mengatakan bahwa ia akan mengambil obat, mereka segera pergi.

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang