Mau ngucapin happy birthday sama Yoongi meskipun dia nggak akan baca ucapan selamat dari aku ini. Ayo kita doakan supaya salah satu impiannya tercapai lagi. Udah siap buat pengumuman Grammy, kan? Dukung Yoongi dan BTS lebih lama lagi, yuk. Selamat membaca~
"Wah, adikmu jadi santapan noona noona asing."
Jimin menoleh cepat. Awalnya tidak memahami maksud ucapan Jihoon. Tapi setelah melihat kerumunan perempuan di sekeliling Jungkook, Jimin hanya bisa menghela nafas. Anak itu memaksa ikut hanya karena pernyataan Jimin mengenai kepindahannya. Padahal dia terlihat tidak senang menjadi pusat perhatian banyak orang seperti itu. Tapi setiap kali Jimin menawarkan diri untuk mengantarnya pulang, Jungkook selalu menolak. Sepertinya pesona Jimin terlalu kuat untuk menarik perhatian anak kecil seperti Jungkook. Bocah itu tidak ingin menjauh sama sekali.
"Beristirahatlah sebentar. Temani adikmu. Dia terlihat tidak senang karena dikerubungi begitu. Jangan menunggu sampai dia menangis." Jihoon bersuara lagi. Senyum di bibirnya mengembang lebar, bahkan terlihat terlalu bersemangat saat mengangkat semangkuk es krim berbagai rasa. "Sekalian kenalkan aku dengan dia." Sogokan ternyata.
"Entahlah. Jungkookie tidak suka orang asing." ujar Jimin santai, berusaha membuat Jihoon menyerah dengan sendirinya. Tapi laki-laki itu ternyata tidak terpengaruh sama sekali. Bahkan langsung berlalu meninggalkan Jimin untuk ikut menyerbu Jungkook.
Jihoon berpengalaman dalam situasi semacam ini. Dengan halus dia meminta semua orang agar pergi dan langsung berhasil. Jimin masih memperhatikan saat laki-laki itu meletakan semangkuk es krim ke hadapan Jungkook lantas tersenyum lebar. Benar-benar berusaha keras agar bisa menarik perhatian bocah itu. Tapi Jimin juga tidak main-main dengan ucapannya. Jungkook memang tidak menyukai orang asing, apalagi yang sok akrab. Dia tidak menanggapi saat Jihoon berusaha membuatnya bicara. Bahkan menoleh ke arah Jimin secara terang-terangan-meminta pertolongan-karena Jihoon tak nampak akan menyerah.
Kalau begitu Jimin saja yang menyerah. Dengan helaan samarnya Jimin meninggalkan kasir dan berjalan ke arah dua manusia beda umur itu. Dia segera duduk di sebelah Jungkook yang sebenarnya sudah murung sejak tadi. Mengusap rambut si bocah dengan lembut lalu membawa tubuh kecil itu ke pangkuannya. Wajahnya masih nampak tak bersahabat karena sedari tadi terus dihadapkan dengan sesuatu yang tidak ia suka. "Jungkookie tidak ingin pulang saja?"
Hanya gelengan kecil yang ia terima. Sudah dapat diprediksi. Berapa kalipun Jimin menanyakan itu, Jungkook akan selalu memberi respon yang sama. Kasihan sebenarnya melihat anak itu tidak nyaman begini. Tapi Jimin masih harus bekerja. Dia tidak bisa meninggalkan cafe lebih cepat dari seharusnya. Apalagi karena ini adalah hari pertamanya bekerja. Jimin merasa buruk karena menyebabkan hal yang tidak diinginkan begini.
"Sebentar lagi kita tutup. Hari ini jadwalku pulang cepat."
Jimin yang semula memperhatikan Jungkook langsung menoleh begitu mendengar rentetan kalimat itu. Tunggu! Apa-apaan itu? Jimin tidak yakin jika itu kebetulan. Sebenarnya Jihoon hanya ingin membuatnya membawa Jungkook pulang lebih cepat, kan? Ah, sesuatu yang menyebalkan.
"Jangan berpikir macam-macam. Aku harus mengajar anak-anak setiap malam Sabtu dan Minggu." Jihoon kembali bersuara. Raut Jimin yang terlihat curiga dan tak senang sudah cukup membuatnya yakin jika dia merasa memberatkan. Padahal cafe jadi lebih ramai karena Jungkook yang duduk diam di sana terlihat dari luar. Anak itu cukup menarik perhatian.
"Kau mengajar anak-anak?"
Jihoon mengangguk. Dia mengalihkan pandangan untuk memperhatikan jalanan ramai yang terpampang jelas di depan sana. Suasana yang biasa untuknya. Tidak ada yang spesial. "Aku berhenti sekolah saat lulus dari tingkat kedua. Ayahku pengangguran dan dia sangat sering mabuk. Bahkan beberapa kali memukuliku atau ibu. Karena itu ibuku melakukan kesalahan." lirihnya.
Jimin mengernyit. Nampaknya dia membutuhkan waktu tambahan untuk bisa memahami ucapan Jihoon. Jadi dia juga tidak sedang menjalani kehidupan sekolah, sama seperti Jimin. Lalu keluarganya sedang tidak dalam keadaan baik. Maksudnya begitu?
"Kalau bisa aku tidak ingin menyaksikan kejadian itu. Tapi ibu membunuh ayah karena dia terlalu emosi. Sekarang dia harus menghabiskan seumur hidupnya untuk merenungi banyak hal di penjara."
Senyum tipis itu belum hilang. Hanya saja sekarang Jimin bisa melihat tatapan sendu yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya. Jihoon terlihat seperti laki-laki ceria yang tak memiliki masalah. Tapi ternyata dia menyimpan banyak penderitaan. "Maaf karena mendengarnya. Kau hebat sekali bisa bertahan sampai sekarang."
Jihoon tertawa kecil. Dia kembali mengalihkan pandangan untuk memperhatikan Jungkook yang lamat-lamat menyendok es krimnya. "Aku punya adik juga. Tapi ayah berniat membunuhnya karena dia pikir itu hanya menambah beban kami. Jadi ibu membuangnya di suatu tempat. Aku tidak tahu di mana dia sekarang. Seharusnya seumuran dengan Jungkookie." ujarnya sembari mengusak surai lembut anak itu. Tersenyum lembut seolah menemukan apa yang ia cari selama ini meskipun Jimin masih bisa melihat binar kesedihan karena ia yakin jika Jihoon tahu bahwa Jungkook bukan adiknya. Seorang kakak yang merindukan adiknya. Apa Yoongi hyung merindukanku juga, ya?"
"Eoh? Siapa ini?"
Di tengah suasana mencekam itu, Jimin bisa melihat Namjoon dan Hoseok datang dengan wajah berseri-seri. Mereka berhenti di sebelah Jungkook yang langsung memeluk Jimin karena terkejut. "Kau menakutinya, Seok-ah." ujar Namjoon sembari duduk di sebelah Jihoon.
"Apa-apaan? Wajahmu lebih menyeramkan." Hoseok mendebat. Dia kembali memperhatikan Jungkook yang sibuk menyembunyikan wajah. Meskipun Jimin yakin Hoseok bisa langsung mengakrabkan diri dengan Jungkook, sih. Auranya sangat disukai anak kecil. Laki-laki ceria dan mudah menyesuaikan diri sepertinya tidak mungkin gagal mendekati seseorang.
"Jungkookie agak takut dengan orang asing, hyung."
"Eoh? Namanya Jungkookie? Halo, ini Hosiki hyung." Hoseok masih tidak menyerah untuk mendekati Jungkook. Tapi mungkin anak itu memang sedikit sulit didekati. Buktinya menampakan wajah saja tidak. "Apa dia masih ingat jika aku hampir menabraknya?" Oh benar juga. Hoseok sudah pernah bertemu Jungkook meski dalam suasana yang tidak mengenakkan.
"Oh jadi dia anak yang hampir kau tabrak? Tuhan pasti mengutukmu karena hampir mencelakai anak semanis dia." Bukan Jimin, tapi Namjoon yang menimpali. Hoseok hampir saja meledak jika Namjoon tidak segera mengalihkan pembicaraan dengan bertanya kepada Jimin, "Ngomong-ngomong kau tidak kerepotan?"
"Eum sedikit. Tapi Jungkookie memaksa ikut. Aku tidak bisa meninggalkannya di rumah. Maafkan aku."
"Tenang saja. Anak manis yang pemalu seperti dia tidak akan menimbulkan masalah." Namjoon berujar yakin. Laki-laki itu memiliki kekuatan untuk meyakinkan orang lain, Jimin harus mengakui itu. "Ngomong-ngomong kau sudah menyiapkan kuenya?" tanyanya kepada Jihoon.
"Ekstra stroberi." Jihoon menjawab dengan satu tangan di depan kepala, memberi gestur hormat kepada si bos. Tapi sedetik kemudian wajah semangatnya mengendur, terlihat ragu dengan kalimat yang terucap selanjutnya. "Tapi hyung yakin dia menyukainya?"
"Jujur saja aku tidak suka stroberi."
Suara lain menyahut. Tapi Jimin belum sempat menoleh saat mendengar Namjoon menjawab dengan nada kesal, "Suga, kau merusak suasana." dan langsung memancing seulas senyum dari laki-laki itu.
Suga? Cocok sekali. Manis seperti gula.
***
Gaje banget nggak sih? Aku nggak bisa mikir lagi. Tapi selamat, akhirnya si Yoongi muncul. Spesial buat hari ulang tahun si abang. Aku juga capek ngebadutin kalian. So, kisah yang sebenarnya akan segera dimulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Winter For Us [END]
Fanfic[방탄소년단 × 박지민] "Katanya dulu aku punya keluarga." Menjalani hari-hari dengan kumpulan anak di panti asuhan membuat hidup seorang Park Jimin terasa spesial. Memiliki banyak teman, kakak, dan adik hingga ia tak pernah merasakan kesepian. Atas suatu ala...