Bagian 8 : Terjebak

646 101 3
                                    

Halo semuanya. Apa kabar hari ini? Udah lama banget ga update. Hari ini akhirnya aku sempet nulis. Maaf ya karena bikin kalian nunggu lama. Selamat membaca~

Pagi-pagi sekali Jimin harus terbangun karena Jungkook sudah mengguncang brutal tubuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi-pagi sekali Jimin harus terbangun karena Jungkook sudah mengguncang brutal tubuhnya. Benar, dia akhirnya malah ikut tertidur alih-alih bangun untuk mandi. Jimin heran kenapa dia bisa tidak bangun saat tubuhnya selengket ini. Padahal dulu dia tidak akan bisa tidur dalam keadaan begini.

"Kenapa, Jungkookie?" tanya Jimin kepada Jungkook yang sudah berhenti mengguncangnya. Dia bergerak untuk menyibak selimut lantas duduk berhadapan dengan anak itu. Cukup heran karena Jungkook sudah membuka lebar matanya, seolah dia memang sudah bangun sejak tadi.

"Mau ke kamar mandi. Temani." jawab Jungkook dengan sedikit merengek.

Jimin terkekeh pelan. Dia segera turun dari tempat tidur lalu menuntun Jungkook. Padahal hanya tiga meter dari sini. Tapi jika Jungkook yang meminta, Jimin bisa apa? Dari pada anak itu mengamuk, kan? Jadi lebih baik turuti saja kemauannya itu. "Tidak perlu ditemani sampai dalam, kan?" tanya Jimin sembari menahan pintu kamar mandi saat Jungkook sudah di dalam.

Sebagai jawaban atas pertanyaan itu, Jungkook mengangguk singkat. Jimin akhirnya menarik pintu agar tertutup dan tetap berdiri di sana sampai anak itu keluar. Jungkook itu aneh. Dia berani di dalam sendirian tapi susah-susah membangunkan Jimin agar menemaninya. Menurut Jimin, itu hanya membuang-buang tenaga.

Tapi anak itu tidak bertingkah aneh sejak kemarin. Dia bahkan mengatakan dengan jelas jika Junghyun mengajaknya bermain dan langsung tidur saat Jimin memintanya. Atau justru itu aneh? Benar juga. Sepertinya itu memang aneh. Jungkook bersikap sama sekali berbeda dengan dirinya dua hari yang lalu.

Ngomong-ngomong ini masih jam lima pagi. Biasanya Jimin akan membangunkan anak-anak jika sudah jam enam. Mereka harus bersiap-siap ke sekolah atau memulai kegiatan masing-masing. Jimin sendiri akan bangun lebih cepat dari yang lain untuk membersihkan panti dan memasak sarapan. Dia bahkan harus bangun dua jam lebih awal dari anak-anak lainnya.

Tapi sebenarnya keseharian semacam itu sangat menyenangkan. Wajah-wajah menggemaskan anak-anak itu akan bertambah saat bangun tidur. Rasanya Jimin selalu ingin memulai harinya dengan pemandangan semacam itu. Anak-anak membuatnya merasa nyaman.

Jika dipikir-pikir, Jimin selalu tertidur di kamar Jungkook alih-alih menggunakan kamar Junghyun yang sebenarnya boleh ia gunakan. Anak itu membuatnya tidak bisa menjauh sama sekali. Jungkook itu sebenarnya adik yang manja. Pantas saja jika dia merasa sangat kehilangan sosok kakak yang katanya sangat baik dan penyayang. Jimin yang tidak pernah tahu jika dirinya memiliki kakak saja sangat ingin menemui kakaknya.

Ah, benar juga. Jimin hampir melupakan tujuan awalnya datang ke Seoul. Jimin sebenarnya gegabah pergi begini untuk mencari Min Yoongi. Mengingat dia tidak mengetahui wajah sang kakak sama sekali, rasanya sangat tidak mungkin jika dia bisa menemukan laki-laki itu. Mungkin dia memang belum cukup dewasa untuk memutuskan semuanya sendirian.

"...Jimin hyung!"

Sedikit tersentak, Jimin langsung menoleh begitu mendengar suara Jungkook memanggilnya. Anak itu sudah berdiri di depan pintu sambil memberi tatapan intimidasi yang sebenarnya malah terlihat menggemaskan. Mungkin kesal karena Jimin ketahuan sedang melamun dari pada mendengarkan panggilannya. "Jungkookie ingin melakukan sesuatu lagi?" Jimin sengaja mengumbar senyum. Berharap jika itu akan menghapus wajah kesal Jungkook yang ditujukan kepadanya.

"Lapar. Ingin makan."

Jimin menggigit bibir, menahan diri agar tidak tertawa. Sepertinya bocah gembul ini memang doyan makan. Bahkan pagi buta begini dia sudah mengeluh lapar. Tapi tidak apa-apa, pikir Jimin. Anak-anak seusianya memang harus mendapat banyak asupan gizi agar bisa tumbuh dengan baik. "Kalau begitu hyung akan memasak untuk Jungkookie." ujarnya yang langsung disambut sorakan senang si bocah.

"Sebelum itu, kita bereskan kamar dulu, ya?"

Jungkook mengangguk semangat lalu berlari ke arah tempat tidur. Tangan kecilnya bisa melipat selimut dengan cekatan, bahkan sudah merapikan seprai sebelum Jimin sadar. Sepertinya dia memang sudah dilatih untuk disiplin sejak dulu. Orang tua dan kakaknya pasti merawat dan mendidik Jungkook dengan baik. Dia anak manis dan baik yang penurut. Sayangnya harus menderita karena trauma dan sakit akibat kejadian mengerikan.

Lihat senyum manis itu saat menghampiri Jimin setelah tempat tidurnya kembali rapi. Padahal Jimin tidak memintanya untuk melakukan semua itu sendiri. Paling tidak Jimin berniat untuk membantu, tapi anak itu tidak kesulitan sama sekali. Jadi sebagai wujud apresiasi, Jimin tersenyum lebar lalu mengusak surai lembut si anak lalu menuntunnya keluar kamar. Menepati ucapannya untuk membuatkan Jungkook makanan.

"Jungkookie ingin makan apa?"

Anak itu nampak berpikir sejenak. Terlihat luccu dengan bibir sedikit mengerucut dengan bola mata yang terus bergerak. Tapi kemudian bukan jawaban yang Jimin dapat, hanya endikan bahu yang menandakan Jungkook bahkan tidak tahu harus menjawab apa. Jadi dengan tawa kecil, Jimin mendudukkan Jungkook di bar dapur lalu mulai membuka lemari pendingin, berusaha mencari bahan makanan yang bisa digunakan. "Gyeran mari?" tawar Jimin kepada Jungkook yang duduk diam sembari memperhatikan.

"Cool."

Sekali lagi tawa Jimin terdengar. Dia mengambil mangkuk besar dari salah satu kabinet lalu mengeluarkan telur dari lemari pendingin. Memecahnya dengan lihai lalu mengaduknya hingga tercampur rata. Jungkook masih diam memperhatikan saat laki-laki itu mengambil daun bawang, wortel, dan beberapa bahan lain lalu memotongnya kecil-kecil. Dia tidak kesusahan sama sekali mengingat ini adalah pekerjaannya sehari-hari. Bahkan Jungkook sudah bersorak heboh karena melihatnya bergaya ketika menuangkan telur ke wajan lalu menggulungnya. Bercanda sedikit tidak apa, kan? Lagi pula jarang jarang melihat Jungkook tertawa begitu.

"Wah, kalian sudah bangun?"

Keduanya menoleh, memandang satu-satunya wanita dalam keluarga Jeon ini yang sedang berjalan menghampiri mereka. Dia berhenti di sebelah Jungkook lalu mengusap rambutnya dengan lembut. Mengucapkan selamat pagi dengan kecupan sayang di pipi sang anak. Jimin hanya bisa tersenyum lalu kembali memotong telur yang ada di hadapannya saat Jungkook berceloteh. "Kookie lapar, jadi hyungie memasak."

"Salah siapa tidak mau ikut makan malam?"

Jungkook meringis, apalagi saat sadar jika Jimin ikut menatapnya seolah sedang menuntut penjelasan. Tapi tidak berlangsung lama karena sang ibu langsung berlalu untuk menghampiri Jimin yang telah selesai dengan telur dan nasinya. Meletakkannya di hadapan Jungkook yang langsung mengucap terima kasih.

"Bersiap-siaplah, Jimin-ah. Kau harus berangkat pagi, kan? Biar bibi yang melanjutkan ini."

Jimin mengangguk patuh. Seharusnya dia memang berangkat lebih pagi, jadi tidak ada niat untuk membantah. "Anu, bibi. Aku sudah berbicara dengan Namjoon hyung. Sebenarnya aku bisa mendapatkan gajiku di awal. Jadi aku mungkin akan mencari penginapan setelah ini. Terima kasih karena mau menampungku untuk sementara." ujarnya.

BRAK!!

Keduanya langsung menoleh, memandang Jungkook yang baru saja membanting sumpitnya. Jimin pasti salah karena mengatakan itu di hadapan Jungkook. Buktinya anak itu langsung menatap Jimin dengan kesal, bibir mengerucut dengan mata berkaca-kaca. "Hyungie mau kemana?"

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang