Bagian 28 : Bantuan

552 89 5
                                    

"MWOYA?!"

Suga mendesis, kesal bukan main kala mendengar teriakan Namjoon dan Hoseok tepat setelah ia menyelesaikan penjelasannya. Lain kali ingatkan dia untuk menutup telinga saat membicarakan hal semacam ini kepada dua orang itu. Suga benar-benar harus melakukan itu jika tidak ingin telinganya yang berharga tuli seketika. Sialan memang. Telinganya berdengung hebat karena itu.

"Kau serius? Jay hyung mengatakan itu?" desak Hoseok sekali lagi. Laki-laki itu seolah sedang menuntut kebenaran dari kasus pembunuhan berantai yang memakan begitu banyak korban. Padahal yang sedang Suga ceritakan hanya pernyataan Jay tentang masa lalunya yang telah lama ia lupakan. Ah, mungkin lebih cocok jika dibilang tak pernah ia anggap sebagai ingatan. Lagi pula bagian penting dalam otaknya saja sudah menolak untuk menyimpan semua itu meski jelas Suga masih sangat membutuhkannya.

Agaknya Namjoon dan Hoseok juga tidak membutuhkan penegasan ulang dari Suga. Atau lebih baik jika dikatakan bahwa seharusnya mereka tidak perlu repot-repot menanyakannya lagi karena Suga—yang mungkin tidak memiliki humor sama sekali—jelas tidak akan membicarakan omong kosong. Karenanya keduanya tidak menuntut sama sekali meski Suga hanya diam saat menyaksikan secara live seberapa terkejut mereka akibat mendengar pernyataan itu.

"Jangan-jangan ini alasan kenapa kemarin kau tiba-tiba kacau."

Tepat. Jadi Suga tidak ingin mengelak atau menyangkal sama sekali. Tapi kendati demikian yang ia lakukan hanya memandang apapun yang ada di depan sana tanpa mengonfirmasi kebenarannya. Mengacuhkan kedua orang yang akhirnya hanya bisa saling memandang dengan bingung sembari menyibukkan diri dengan berbagai pertanyaan tanpa jawaban yang terasa terus memberi teror tak masuk akal yang sulit terpecahkan.

Rasanya Suga ingin tertawa saja ketika mengingat kembali alasan kenapa dia akhirnya menceritakan ini kepada Hoseok dan Namjoon. Aku tidak akan bisa menyelesaikan semuanya sendiri, pikirnya saat itu. Aneh. Padahal selama ini dia tidak pernah meminta bantuan orang lain meski hampir mati sekalipun. Serius, Suga memang hampir mati berkali-kali. Tapi anehnya dia masih bisa bernafas sampai sekarang. Dia laki-laki yang beruntung.

"Kau serius ingin mencari keluarga lamamu? Bagaimana dengan Jay hyung? Dia sendirian sekarang."

Entah sengaja atau tidak, nyatanya Suga membuat Namjoon dan Hoseok menunggu kala ia memutuskan untuk menyesap kopinya sebelum menjawab. Raut wajahnya tak berubah banyak, masih datar tak terbaca kendati topik yang sedang dibicarakan terbilang serius. Mungkin karena kemarin dia sudah sekacau itu, pikir Namjoon.

"Aku akan kembali kepada takdir yang seharusnya. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaan keluargaku yang sebenarnya, kan? Apa mereka masih mencariku atau akhirnya terpaksa menerima opini bahwa sebenarnya aku sudah mati. Atau mungkin sebenarnya aku dibuang lalu keluarga ini menolongku tanpa sengaja. Aku tahu akan ada kemungkinan jika ini akan berakhir menjadi kisah yang menyakitkan. Tapi aku tidak bisa lari, kan? Bagaimana jika—" Suga menahan nafas. Tiba-tiba bayangan seorang remaja yang bahkan baru ia temui seminggu yang lalu memenuhi otak. "Mungkin masih ada seseorang yang mencoba mencari keberadaanku."

Namjoon menghela nafas. Dia bisa memahami maksud dari semua kalimat yang Yoongi ucapkan. Sesuatu semacam ini selalu menjadi hal yang terlalu rumit untuk dipecahkan. Lagi pula selama tujuh belas tahun ini Suga tidak menunjukan tanda-tanda bahwa ia mungkin bisa mengingat masa lalunya. Kesimpulan yang bisa ia tarik adalah kemungkinan jika Suga tidak akan bisa mengingat semuanya lagi. Dengan begitu saja peluang untuk bisa memecahkan semuanya hanya berkisar antara lima puluh sampai enam puluh persen.

Untuk kebenaran yang dibeberkan Suga sekarang... Tentu ini mengejutkan. Jika Namjoon berada di posisi Suga, dia mungkin akan merasa dibohongi selama ini. Tujuh belas tahun. Jikapun keluarga Jay bersedia bertanggungjawab dengan merawat Suga selama itu, dia juga perlu mengetahui kebenarannya. Meskipun begitu bertindak gegabah begini juga bukan pilihan yang tepat. Tidak mungkin Suga berniat untuk pergi begitu saja setelah semua yang terjadi, kan? Itu jelas bukan tindakan yang seharusnya. "Aku tahu perasaanmu, tapi kau serius ingin meninggalkan Jay hyung sendirian?"

"Apa aku terlihat sejahat itu?" Suga balik bertanya. Pandangannya beralih—menatap sibuknya kota yang mereka tempati dari ketinggian—bersamaan dengan lengkungan tipis pada kedua belah bibirnya. "Lagi pula Jay hyung sudah cukup dewasa untuk memiliki keluarga kecilnya sendiri. Tentu aku tidak akan benar-benar pergi. Kalian tahu, dia memaksa saat mengatakan 'kau tetap adikku'. Dasar!"

Namjoon mengangguk mengerti. Jay memang tipe yang begitu, sih. Tidak heran juga jika dia bersikeras tetap mengklaim Suga sebagai adiknya. Selama ini Namjoon dan Hoseok selalu menjadi saksi bagaimana hubungan kakak adik mereka. Setelah semua yang terjadi, justru aneh jika Jay melepas Suga begitu saja. "Kau memang hanya meminta bantuan untuk hal yang benar-benar menyusahkan, ya."

Suga hanya mengendikkan bahu lantas menyesap kopinya. Justru karena ini sangat menyusahkan dan dia tidak mungkin bisa menyelesaikannya sendiri, jadi sekarang perlu meminta bantuan. Jika mudah dan bisa diselesaikan sendiri, untuk apa susah-susah menjelaskan begini kepada dua orang itu?

"Katamu Daehyun mengajak bertemu hari ini? Kenapa tidak sekalian meminta bantuannya untuk masalah ini setelah bertemu dengan Jimin?" Hoseok memandang Namjoon yang duduk di seberangnya. Dia tentu ingat saat laki-laki jangkung itu mengatakan kepada Jimin jika Daehyun—yang berjanji akan membantu mencari petunjuk tentang Min Yoongi—bisa bertemu saat jam makan siang.

"Tidak perlu."

Karena ucapan Suga itu, kedua manusia yang tadinya sibuk menyusun rencana sukses menoleh untuk memelototinya. "Kok tidak perlu? Katamu ingin mencari keluargamu." tuntut Hoseok tak terima. Padahal Daehyun itu salah satu detektif yang paling dicari seantero Seoul. Kebetulan saja saat ini dia sedang tidak menerima kasus dan bersedia membantu karena Namjoon adalah teman dekatnya. Sudah diberi kemudahan begitu, Suga malah mengatakan tidak perlu. Gila!

"Maksudku tidak perlu membantu Jimin mencari hyung-nya."

Keduanya mengernyit. Sedikit tidak nyaman kala mendapati Suga mengatakan itu dengan wajah datar tanpa raut bersalah sama sekali. Dia terlalu tega, kan? Jimin sudah bersemangat sekali saat tahu jika ada seseorang yang mau membantunya. Meskipun dia tidak memperlihatkannya, tapi Jimin juga jelas ingin sekali bertemu dengan sang kakak. Lalu tiba-tiba Suga mengatakan tidak perlu membantu Jimin dengan wajah tak berdosa sama sekali? "Bukankah itu jahat?"

"Aku tahu kau ingin cepat-cepat bertemu dengan keluargamu, tapi Jimin juga sudah menunggu lama untuk ini."

Suga tentu sadar jika ucapannya membuat kedua temannya kesal. Dia jadi terdengar seperti tokoh antagonis jahat yang tega membunuh keluarganya sendiri agar bisa menguasai dunia. Padahal maksudnya kan bukan begitu. "Kubilang tidak perlu." ujarnya tenang. Menjelaskan tentang Jay dan semua yang terjadi saja sudah melelahkan. Dia tidak ingin berbicara panjang lebar tentang Jimin juga.

"Itu jahat sekali."

"Dengar!" Lama-lama habis juga kesabarannya. Suga sudah pusing memikirkan banyak hal beberapa hari belakangan. Disudutkan begini jelas tidak menyenangkan. "Cukup bantu aku menemukan petunjuk. Min Yoongi itu mungkin saja aku."

"HAH?!"

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang