Bagian 22 : Ini Buruk

625 92 0
                                    

Memulai hari setelah mengisi ulang daya tubuh sampai penuh itu terdengar menyenangkan. Seharusnya Namjoon juga begitu jika tidak mendapat telepon dari Suga secara tiba-tiba. Pagi damainya berubah menjadi penuh kepanikan. Jika Suga mengontaknya duluan, pasti sedang terjadi masalah. Terdengar seperti dilebih-lebihkan, tapi sungguh laki-laki itu tidak pernah menelepon atau mengirim pesan jika Namjoon tidak berinisiatif untuk melakukannya duluan.

Namjoon ingat terakhir kali Suga menghubunginya duluan karena dia tidak sengaja menghapus folder berisi lagu-lagu yang akan digunakan untuk album debut grup baru agensi. Namjoon panik sekali, apalagi saat ingat jika deadline-nya tinggal dua hari lagi. Beruntung Namjoon memiliki salinannya, jadi mereka tidak akan lembur seminggu penuh untuk mengerjakan ulang semua treknya.

Segera setelah siap dengan setelan kasualnya, Namjoon menyambar kunci mobil lalu cepat-cepat pergi. "Aku pergi, hyung. Buru-buru." pamitnya kepada Seokjin yang sedang menata sarapan di meja makan. Dia bahkan tidak sempat melirik kakaknya itu lantaran yang ada dipikirannya saat ini hanya memastikan masalah apa yang dilakukan oleh Suga.

Sebenarnya bukan tanpa alasan juga Namjoon jadi sepanik ini. Jika Suga menjelaskan alasan mengapa dia memanggil Namjoon ke studio, mungkin laki-laki jangkung itu tidak akan kesetanan sejak pagi-pagi sekali. Pasalnya saat Namjoon menerima panggilan darinya tadi pagi, Suga hanya mengatakan, "Joon, tolong datang ke studio. Aku butuh bantuanmu." lalu teleponnya terputus begitu saja. Namjoon sudah berusaha menghubunginya lagi, tapi nihil. Membuat khawatir saja.

Setelah menghabiskan hampir lima belas menit, akhirnya Namjoon berhasil tiba di gedung agensi dengan selamat. Pemuda itu bergegas masuk ke dalam lift setelah memarkirkan mobilnya. Studio Suga ada di lantai tujuh, sama dengan letak studio milik Hoseok dan studio miliknya sendiri. Di jam lagi begini seharusnya tidak banyak orang yang menggunakan lift, kan? Paling tidak Namjoon tidak harus menunggu setiap kali lift berhenti untuk membawa orang-orang dari lantai yang berbeda-beda.

Anggap saja Namjoon sedang beruntung karena lift hanya berhenti sekali di lantai lima untuk membawa dua dancer wanita dan setelahnya langsung terbuka di lantai tujuh. Jadi tanpa membuang-buang waktu lagi, Namjoon bergegas melangkah menuju studio Suga yang sialnya berada di ujung lorong. Dia bahkan sempat berpapasan dengan Hoseok—yang tiba-tiba keluar dari studio—dan mengabaikannya karena demi Tuhan, Namjoon tidak memikirkan apa-apa lagi selain Suga dan masalah yang ia buat.

"Suga?! Aku datang. Kau di dalam?" Namjoon memanggil dengan tak sabar bahkan setelah menekan bel dan mengetuk pintu. Mendadak kecerdasaannya seolah lenyap karena seharusnya ia tahu jika setiap kalimat yang ia ucapkan tidak akan terdengar dari dalam. Setiap studio di sini dilengkapi peredam suara. Atau mungkin saja Suga sedang sibuk membuat keributan di dalam.

Jujur Namjoon sudah siap dengan berbagai pertanyaan untuk laki-laki itu. Tapi begitu Suga membuka pintu dengan wajah luar biasa pucat dan tatapan lemah yang rasanya sangat asing, semua kalimat yang ada di otaknya mendadak menguap begitu saja. Namjoon jelas panik tadi, tapi sekarang dia jadi berkali-kali lipat lebih panik. "Apa yang terjadi? Kau oke?"

"Ya."

Hanya itu yang Namjoon dapat sebagai balasan. Setelahnya Suga berbalik untuk masuk kembali ke dalam ruangan itu. Namjoon juga tidak berniat untuk tetap diam di sana setelah melihat betapa kacaunya Suga. Jadi dia segera mengikuti laki-laki itu dan menutup pintu dengan hati-hati.

Namjoon menilik kondisi ruangan yang terlihat sangat rapi, terlalu rapi. Tidak ada tanda-tanda Suga habis mengotak-atik sesuatu seperti biasanya. Komputer yang biasa selalu menyala saat Namjoon datang juga masih mati. Ini pasti bukan masalah pekerjaan. Tapi sampai memintanya datang, ini sesuatu yang baru. Biasanya Namjoon tidak akan tahu jika Jay tidak membeberkan fakta bahwa Suga sedang dalam masalah.

Lagi pula apa-apaan wajah pucatnya itu? Suga terlihat seperti telah menghabiskan seminggu penuh tanpa tidur, terlihat dari seberapa hitam kantong matanya. Meski sering begadang untuk menyelesaikan lagu, tapi dia tidak pernah sekacau ini, tuh. Sepertinya masalah kali ini jauh lebih buruk dari yang sempat Namjoon bayangkan.

"Kau, kapan terakhir kau tidur?" Namjoon tetap berdiri di hadapan Suga meski laki-laki itu sudah memintanya untuk duduk. Ini perlu dipertegas. Seberapa besar pun masalahnya, mana bisa Suga menyiksa diri sendiri begitu saja. Harusnya dia bercerita lebih awal agar Namjoon bisa membantu lebih cepat. Bukannya berusaha membunuh diri sendiri pelan pelan begini.

Suga menghela nafas berat. Dia akhirnya menyerah untuk membuat Namjoon duduk sembari mendengar semuanya. Mungkin penampilannya  saat ini memang terlalu kacau. "Aku tidur, kok. Hanya saja sering terbangun tiba-tiba." jawabnya sembari memejam. Sebelah tangannya terangkat, memijit pelipis yang terasa berdenyut hebat.

"Kau sakit?"

"Kepalaku rasanya seperti mau pecah."

Namjoon berdecak, antara kesal dan pasrah. Melihat kondisinya saat ini, mungkin akan lebih baik jika Namjoon menyeret Suga untuk pergi ke rumah sakit sekarang juga. Bisa-bisanya dia berada di tempat seperti ini dan bukan beristirahat saja. "Kau harusnya berada di rumah sakit, bukan di sini. Masih bisa berjalan, kan? Ayo kuantar." Namjoon sudah siap untuk membantu Suga berdiri jika saja suara serak mengerikan yang terdengar lemah itu tidak terdengar kembali.

"Joon, sepertinya aku salah selama ini." Kalimat ambigu yang jujur membuat Namjoon harus mengernyit dalam. Dia tidak paham, tidak tahu harus bereaksi seperti apa juga. Dia hanya menunggu Suga bersuara kembali untuk menjelaskan. Tapi yang ia dapat kemudian justru erangan menyakitkan yang sukses membuatnya panik setengah mati.

"Kita bahas ini nanti, oke? Kau benar-benar harus pergi ke rumah sakit sekarang."

Maka tanpa harus menunggu persetujuan dari laki-laki itu, Namjoon segera mengamit sebelah tangan Suga lalu menyampirkannya di pundaknya sendiri. Berusaha memapah laki-laki itu meski rasanya pasti akan sulit untuk membawanya turun ke bassement dan menuju ke rumah sakit dalam keadaan seperti ini. Paling tidak Namjoon harus cepat bertindak sebelum semuanya berubah menjadi semakin fatal.

"Tetap sadar, oke?" Merasakan beban yang ditumpukan kepadanya semakin besar, Namjoon sebenarnya tidak yakin dengan ucapannya barusan. Tapi dia juga tidak bisa apa-apa selain berusaha tetap melangkah meski Suga hampir tak bisa menggerakkan kakinya. Sial! Ini buruk sekali.

"Astaga! Apa yang terjadi?"

Dari kejauhan Namjoon bisa melihat Hoseok berlari-lari mendekatinya. Dia membawa kopi dalam gelas kertas sebelum kemudian membuangnya begitu saja sembari berusaha membantu Namjoon yang nampak kesulitan. Hampir saja laki-laki jangkung itu bernafas lega karena menemukan seseorang yang bisa membantu, tapi kemudian kembali panik saat Suga benar-benar kehilangan kesadaran dan nyaris jatuh jika Namjoon tidak sedang memeganginya.

Benar, ini buruk.

Last Winter For Us [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang