Langkah seorang pria bertudung hitam nampak berat. Seberat napasnya yang seperti habis dikejar segerombol macan. Sepatu hitam kotornya berderap, menapaki lorong rumah sakit yang terlihat bersih. Sungguh pemandangan yang kontras.
Ia berhenti tepat di kamar inap nomor 332. Dengan pelan, ia membuka pintu geser tersebut. Membiarkan netra elangnya menangkap seorang wanita tua yang dililit oleh selang-selang infus, oksigen, dan selang lainnya yang bahkan dirinya tidak paham apa fungsinya.
"Halo, Bu. Bagaimana kabar Ibu?"
Langkahnya terhenti di samping brangkar. Menatap wajah pucat sang ibu yang tak sadarkan diri. Suara berisik alat pendeteksi detak jantung juga asap humidifier selalu menjadi saksi kesedihannya.
Tangan pria itu terangkat. Bergerak mengusap kepala wanita yang sama sekali belum membuka matanya sejak satu tahun yang lalu.
"Tunggu sebentar lagi, ya? Gadis itu membawa uang yang banyak untuk kita. Ketika nyawanya tercabut nanti, kita akan ke Singapura agar Ibu tidak menderita lagi di rumah sakit ini," bisiknya kemudian mengecup kening sang ibu.
Si pria berjalan menuju ke arah meja. Menatap sebentar bunga mawar yang sudah layu di atas vas kemudian mengambilnya dan menggantinya dengan bunga mawar baru yang ia simpan di balik jaket hitamnya.
Jemarinya menelusur ke arah speaker yang ia tinggalkan di sana. Ia memutar sebuah lagu milik Tomme Profitt dan Nicole Serrano berjudul Champion dari ponselnya sehingga lagu itu mulai memenuhi ruangan dengan volume minimum.
"Gadis itu banyak menderita sekarang. Tapi, tidak lebih menderita dari Ibu."
Sang anak menarik sebuah kursi dan duduk di hadapan sang ibu. Tatapannya terlihat sendu di balik tudungnya. Diiringi suara ringan Nicole Serrano, ia mengusap punggung tangan wanita di depannya.
"Ibu, aku rindu suara Ibu. Rindu belaian Ibu. Dan satu-satunya cara mendapatkannya adalah dengan menghilangkan nyawanya," gumamnya tanpa keraguan sedikit pun. Membayangkan kedua tangannya yang bersimbah darah itu menerima berkoper-koper uang membuat senyumnya terkembang.
"Tuan Lee?"
Suara lembut seorang wanita di belakangnya membuat pria itu menoleh. Ia melihat seorang perawat mendekatinya dengan sopan.
"Iya?"
Perawat itu menatap wanita di atas brangkar sejenak kemudian kembali pada sang pria. "Kapan Anda bisa selesaikan permasalahan administrasinya?"
Peringatan itu bukan satu dua kali saja ia dapatkan. Bahkan pihak rumah sakit sering mengiriminya pesan untuk segera melunasi biaya rumah sakit ibunya. Mendengarnya langsung membuatnya geram bukan main.
"Sudah berapa kali saya bilang saya akan melunasinya? Bahkan dengan uang itu saya bisa melunasi semua administrasi pasien di sini. Tapi, tunggu sebentar. Jika waktu itu tiba, saya akan melunasi semuanya."
Dan nampaknya bukan hanya pria itu saja yang merasa kesal. Perawat itu juga terlihat tertekan dengan tuntutan atasannya yang mengharuskan pria itu melunasi administrasi yang sudah dirawat selama satu tahun itu. "Kapan?"
"Bulan ini." Sang pria menyahut kemudian menatap sang ibu dengan penuh ambisi. "Saya akan menghabisinya bulan ini," lanjutnya disertai seringaian.
***
Tidur Yeona benar-benar tidak nyenyak. Kakinya menendang ke segala arah dengan keringat yang bercucuran di wajahnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMITY - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished - Bahasa Baku] 🔞🔞🔞 Terdapat banyak kekerasan, pembunuhan, dan adegan seksual di dalamnya. Di mohon untuk bijak memilih bacaan sesuai umur dan kondisi mental. Anonymity atau anonimitas adalah keadaan tanpa nama, dimana kondisi ini dimanf...