11. TIKAM

976 146 10
                                    

Gemerincing lonceng membuat Yuta dan Haechan menoleh ke arah pintu masuk kafe tempat mereka menunggu. Pria jangkung dengan kaos, celana, dan jaket serba hitam itu adalah Jaehyun, orang yang mereka nanti selama hampir 1 jam.

"Maaf, aku terlambat. Ada teror lain yang terjadi di mansion Yeona tadi." Jaehyun tidak berbasa-basi dan langsung mendudukkan dirinya di hadapan Yuta dan Haechan. Ia melepaskan topi putihnya dan mengacak rambutnya asal.

Yuta dan Haechan yang semula nampak lelah menunggu itu kompak membulatkan matanya saat mendengar penjelasan Jaehyun. Terutama Haechan yang terlihat sampai tidak bisa berkedip.

"Teror itu datang lagi?" tanya Haechan mencicit.

Jaehyun menghela napas kemudian mengangguk. "Ada yang memanah Yeona dari taman belakang. Namun, aku gagal mengejarnya. Aku juga minta maaf tidak datang bersama Yeona karena dia masih sangat kacau saat ini," jawabnya kemudian meminum secangkir es kopi yang ia yakini sudah Yuta pesankan untuknya dari 1 jam yang lalu. Terbukti dengan embun yang sudah banyak menetes dan membasahi meja.

"Han Yeona baik-baik saja, 'kan?" Kali ini Yuta yang bertanya. Lebih tenang dari keterkejutannya beberapa saat yang lalu.

"Jika butuh jawaban jujur, dia tidak baik-baik saja. Tapi, sejauh ini Yeona masih bisa menguasai emosinya."

"Itu sangat buruk pasti."

Jaehyun tidak bisa menampik, tidak juga bisa mengiyakan. Yang ia yakini kedua detektif di hadapannya itu tahu pasti apa yang seseorang rasakan ketika mendapati sebuah teror. Ia menyeruput cairan pahit itu, melegakan tenggorokannya yang kering karena ia sama sekali tidak ingat untuk minum.

Yuta mengambil tas kecil di kursinya kemudian mengeluarkan berlembar-lembar foto. Satu persatu, ia jajarkan foto itu menghadap ke arah Jaehyun.

Melihat apa yang Yuta tunjukkan membuat Jaehyun hampir tersedak. Pria itu terkejut bukan main saat melihat foto-foto itu adalah dirinya. Ia bisa ingat foto pertama adalah ketika ia tengah membongkar kasus pembobolan informasi bersama presiden. Juga foto kedua adalah saat dirinya menggerebek gembong teroris bersama pasukan khusus. Belum lagi foto ketiga saat dirinya bersama dengan anak pejabat sebelum sang ayah tertangkap korupsi. Belum lagi kasus-kasus lainnya yang membuat foto-foto itu membentuk barisan yang panjang.

Ia sama sekali tidak ingat ada seseorang yang mengambil fotonya dengan begitu detail. Dan bagaimana bisa semuanya ada pada Yuta?

"Apa maksudnya ini?" Jaehyun menahan suaranya agar tidak terdengar tinggi.

Usai menata foto menjadi barisan panjang yang membelah meja, Yuta menumpukan kedua siku tangannya di atas meja. Tatapannya lurus ke arah Jaehyun. "Tidak perlu mengelak lagi, Anonim." Ia tersenyum, menekankan panggilan umum Jaehyun di mata publik.

Satu-satunya yang secara eksplisit menunjukkan keterkejutannya adalah Haechan. Ia menatap Jaehyun dan Yuta bergantian. Pasalnya Yuta sama sekali tidak membahas tentang apa yang akan mereka konfirmasi pada Jaehyun.

"Maksudmu dia lah Anonim selama ini? Dia adalah Jung Jaehyun?"

Tatapan tajam Jaehyun sama sekali tidak mengganggu Yuta. Pria itu justru semakin yakin jika orang di dalam foto itu benar Jaehyun.

"Jovène Frederick. Itu nama aslimu, 'kan?" tanyanya dengan begitu santai.

"Darimana semua informasi ini?"

"Tidak perlu tahu—"

Jaehyun menggebrak meja dengan kuat, membuat Yuta bungkam. Serta jangan lupakan Haechan serta pelanggan lain yang berjengit kaget. "Aku perlu tahu itu! Ini menyangkut tentang informasi pribadiku," desisnya dengan rahang yang mengeras.

ANONYMITY - Jung Jaehyun ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang