Udara pagi hari di Connecticut cukup segar, membuat Yeona dengan senang hati menghirupnya di balkon kamar. Pemandangan rumah-rumah kecil di bawah sana membuatnya termenung. Di negara sebesar ini ia masih bisa menikmati kesederhanaan dan ketenangan. Dan mungkin ia akan mempertimbangkan untuk terus tinggal bersama Jovè seumur hidup.
Namun, setelah ia mendapatkan email pagi ini tentang tawaran menjadi duta sebuah brand fashion di Korea ia kembali berpikir. Akan kah ia kembali ke Korea atau merelakan segala mimpinya untuk membangun mimpi barunya bersama Jovè.
Yeona memekik keras ketika seseorang memeluk perutnya dari belakang dan menghancurkan pemikirannya. Dia adalah Jovè, pria yang bertelanjang dada dengan wajahnya yang masih separuh mengantuk.
"Morning," sapa Jovè dengan suara seraknya.
Yeona tersenyum kecil. Ia mendapatkan sedikit gambaran mengenai apa yang akan ia hadapi setiap hari jika ia tinggal bersama Jovè. Dan itu sangat menyenangkan.
Ia memiringkan sedikit kepalanya agar Jovè bisa meletakkan dagunya di pundaknya. "Good morning. Tidurmu nyenyak?" tanyanya seraya mengusap lengan kekar Jovè yang melingkar di perutnya.
Jovè hanya menggumam kecil dengan mata tertutup. "Kau tahu? Sesekali aku ingin bermimpi tentang kita seperti dirimu," cicitnya disertai kekehan.
"I swear to God, itu tidak seindah yang kau bayangkan. Justru itu melelahkan. Apalagi setelah aku tahu semuanya itu terkadang menjadi kenyataan."
Terkadang? Itu berarti ada kemungkinan untuk tidak terwujud? Jovè mengeratkan pelukannya. Boleh kah ia berharap bahwa mimpi terakhir Yeona itu menjadi kenyataan? Bahwa mereka benar-benar akan menikah dan ditakdirkan bersama?
"Ada tawaran untuk menjadi duta brand fashion."
Jovè membuka matanya perlahan. Menatap kosong ke arah depan kemudian mengendikkan bahunya. "Itu bagus, terima saja. Kau belum menerima tawaran apapun setelah vakum, 'kan?"
Yeona berbalik tanpa membuat pelukan Jovè terlepas. Dikalungkannya kedua lengannya di leher Jovè. Wajahnya dipenuhi oleh senyuman antusias. "Harus kah?"
Jovè mengangguk. "Tentu. Kau tidak berhak membatasi kesenanganmu," ucapnya seraya menggesekkan hidungnya pada hidung Yeona.
"Walau itu berarti aku harus kembali ke Seoul?"
Jovè mulai memahami ekspresi Yeona. Gadis itu masih bimbang dengan keputusannya. Ia mendesis kemudian berkata, "Benar juga. Aku pasti akan merindukan gadisku."
Jemari panjang Jovè terangkat untuk menyeka rambut di wajah Yeona. Berharap gurat bimbang itu hilang dari wajah cantik Yeona. "Look, aku tidak masalah dengan apapun keputusan yang kau ambil. Kau bisa melakukan apapun semaumu, aku akan terus mendukungmu."
Sorot mata yang sempat sayu itu menjadi lebih cerah. Yeona tersenyum lebar kemudian memeluk erat tubuh kekar Jovè. See? Lihat betapa beruntungnya ia mendapat pria sesempurna Jovène Frederick. Ia yakin banyak wanita yang iri padanya.
Yeona merenggangkan pelukannya. Menatap lamat pria tampan di hadapannya kemudian terkekeh. "Pagi ini mau makan apa?"
Bibir Jovè menjebik dengan kedua alis yang terangkat. "Apapun yang disiapkan Hellena," jawab pria itu sekenanya.
Namun, dengan segera Yeona menggeleng. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Jovè yang entah sejak kapan memerah. "Aku yang akan menyiapkannya pagi ini. Khusus untukmu," bisiknya di depan telinga Jovè.
"Benarkah? Kau bisa memasak? Aw!" Jovè mengaduh keras ketika Yeona mencubit kecil pinggangnya.
"Jangan meremehkanku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMITY - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished - Bahasa Baku] 🔞🔞🔞 Terdapat banyak kekerasan, pembunuhan, dan adegan seksual di dalamnya. Di mohon untuk bijak memilih bacaan sesuai umur dan kondisi mental. Anonymity atau anonimitas adalah keadaan tanpa nama, dimana kondisi ini dimanf...