Note:
Khusus chapter ini, dimohon untuk memutar lagu milik Aneth yang berjudul, "Mungkin Hari Ini, Esok, atau Nanti."
Jaga-jaga tisu juga, ya.
Terima kasih🌹
Aroma bensin yang cukup menyengat membuat kesadaran Jaehyun kembali. Ia terbatuk cukup keras, menolak aroma menyengat yang begitu tiba-tiba itu. Di tengah batuknya, ia melihat sosok Jaemin dengan sarung tangan lateksnya tengah membuang jeriken bensin ke sembarang arah.
Jaemin tersenyum. Anak rambutnya yang cukup panjang itu menutupi setengah matanya. Namun, itu tidak membuatnya kesulitan untuk menilai kesempurnaan lingkaran bensin yang mengitari kursi Jaehyun.
"Good morning!" sapanya ringan.
Jaehyun mendengus keras. Berusaha meloloskan dirinya dari jeratan tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya di kursi. "Dimana aku?"
"Bukan kah seharusnya kau familiar dengan tempat ini? Kau dan Jeno pernah menjadi pahlawan kesiangan dan menyelamatkan Yeona di sini. Sayangnya, kali ini kau tidak bisa lagi menjadi pahlawan dengan tangan dan kaki terikat seperti itu. Ah, iya. Jeno juga mulai berpihak padaku, jadi aku bisa leluasa bercinta dengan Yeona di sana."
Jaehyun menatap tajam ke arah telunjuk Jaemin mengarah. Di lantai dua, terdapat sebuah ruangan temaram dengan pintu yang terbuka lebar. Ia lantas menatap tajam Jaemin yang tertawa kencang di hadapannya. "Jangan pernah berani sentuh Yeona."
"Jangan pernah berani sentuh Yeona," ulang Jaemin dengan nada mengejek. Pria itu kembali tertawa dengan kedua tangan yang melipat di depan dada. "Ucapanmu itu tidak mengancam sama sekali."
Mendengar itu, Jaehyun terdiam sesaat. Kepalanya menunduk dalam hingga membuat Jaemin cukup kebingungan. Dan kebingungan Jaemin semakin memuncak ketika tiba-tiba Jaehyun tertawa geli.
Pria yang lebih tua itu mendongak. Menatap Jaemin dengan sisa-sisa tawanya. "Kau lakukan ini demi membalas masa lalumu yang suram? Kau melakukan ini karena kau merasa harus membalaskan dendammu pada masa lalumu, begitu?" cibirnya dengan salah satu alis terangkat.
Merasa Jaehyun tidak berhenti mempermalukannya, Jaemin melangkah lebar ke arah tumpukan kardus dan menendangnya keras. Rahangnya menguat saat menoleh ke arah Jaehyun. "Itu tidak lucu!"
"Lee Hyunwoo. Aku tahu seberapa besar dendam yang kau simpan selama ini. Kau melampiaskan semua kesakitanmu pada korban-korbanmu. Entah berapa orang yang sudah kau bunuh yang tidak terkespos media. Tapi, apakah itu benar-benar menyembuhkan lukamu?
"Kau butuh uang, aku tahu. Semua butuh uang. Dengan menjadi seorang pembunuh berantai menjadikanmu seorang yang kaya raya, terlebih hampir semua klienmu adalah orang kaya. Tapi, apakah itu sepadan dengan apa yang kau terima? Sepadan dengan gejala kecemasan yang membuatmu menjadi tempramental?"
Jaemin masih terdiam dengan badan yang bergetar hebat. Peluhnya hampir memenuhi keningnya. Kuku-kukunya berjentikkan hingga sarung tangan itu mulai robek.
"Kau tahu. Ibumu adalah malaikat untukmu. Dia adalah wanita terbaik yang merawat dan membelamu di saat ayah dan kembaranmu merundungmu. Coba bayangkan betapa kecewanya ibumu ketika sembuh nanti dan menyadari bahwa ia sembuh karena hasil membunuh."
Jaemin melangkah lebar mendekati Jaehyun. Telapak tangannya mendaratkan tamparan keras ke pipi Jaehyun. "Diam! Kau tidak pernah tahu apapun, jadi jangan ikut campur!"
Tamparan yang menciptakan semburat merah di pipinya itu sama sekali tidak membuat senyuman remeh Jaehyun luntur. Dengan sudut matanya, ia melirik ke arah Jaemin yang berusaha menata ritme napasnya yang berantakan. Ia berhasil membuat seorang Lee Hyunwoo alias Jaemin kacau.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMITY - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished - Bahasa Baku] 🔞🔞🔞 Terdapat banyak kekerasan, pembunuhan, dan adegan seksual di dalamnya. Di mohon untuk bijak memilih bacaan sesuai umur dan kondisi mental. Anonymity atau anonimitas adalah keadaan tanpa nama, dimana kondisi ini dimanf...