Malam ketika Yeona masuk rumah sakit, Jeno semakin mencurigai Jaemin. Ia selalu bertanya, mengapa pria itu selalu ada saat teror terjadi? Seolah ia tahu akan terjadi teror untuk Yeona.
Satu hal yang ia ingat, pembunuh koper biru tidak pernah meneror korbannya sebelum eksekusi. Pembunuh itu akan langsung mengeksekusi di malam itu juga. Dan besar kemungkinan, jika benar Jaemin pembunuhnya, maka pria itu akan mengupayakan apapun agar Yeona tidak mati selain olehnya.
Tepat ketika Jaemin berpamitan untuk pergi sebentar, Jeno diam-diam mengikutinya. Dengan berhati-hati, ia mengimbangi langkah lebar Jaemin dengan masih menjaga jarak aman.
Jaemin memasuki sebuah kamar pasien paling pojok di lorong gelap. Orang pasti berpikir jika kamar-kamar di sana tidak beroperasi. Tapi, nyatanya ada satu kamar yang lampunya menyala. Kamar itu lah yang menjadi tujuan Jaemin saat ini.
Detektif Lee itu menempelkan punggungnya di dinding. Menajamkan telinga untuk mendengarkan apa yang terjadi di dalam sana. Tak lupa, ia merekamnya dengan ponsel yang ia dekatkan ke pintu yang terbuka sedikit.
Lagu milik Tommee Profitt berjudul Champion mengalun lirih. Suara itu kalah oleh derap langkah Jaemin dan juga alat pendeteksi detak jantung, namun masih memberikan kesan misterius dan ambisius di sana.
Salah satu penggalan lirik lagu membuat Jeno mengernyit.
Aku akan berdiri tegak dengan banyak mata yang menatap ke arahku.
Jeno menggeleng kecil. Narsisme itu membuat Jeno menyeringai. Well, mereka berhadapan dengan seseorang yang memiliki tendensi psikopat.
"Sebelum bulan berganti, kita akan ke Singapura, Bu. Tenang saja. Ibu akan selamat dan hidup bahagia bersamaku. Ayah gadis itu sudah berjanji akan memberiku upah berlipat jika nyawa anaknya melayang sebelum bulan ini berakhir. Dan kau tahu, Bu? Gadis itu ada di rumah sakit ini. Bukan kah membunuhnya di sini dengan dalih kesalahan alat medis adalah pilihan bagus?"
"Ya, itu sangat jenius." Jeno menyimpan ponselnya di saku celana kemudian menggeser pintu kamar itu agar terbuka. Ia tersenyum pada Jaemin yang menatapnya kaget.
"Lee Jeno."
"Hai, Lee Hyunwoo. Ah, Pembunuh Koper Biru maksudku." Langkah Jeno berhenti tepat di hadapan Jaemin. Tangannya terlipat di depan dada, dagunya menunjuk ke arah wanita yang terbaring tak sadarkan diri di atas brangkar. "Dia alasanmu menghabisi banyak wanita berharta, huh? Demi mendapatkan uang untuk pengobatannya?"
Namun, keterkejutan di wajah Jaemin tak lah bertahan lama. Pria itu balas menatap Jaemin dengan tatapan menantang. "Apa pedulimu?" tanyanya dengan salah satu alis yang terangkat.
"Peduliku? Aku peduli pada para korban yang kau bunuh. Kau bertanggung jawab akan apa yang sudah kau lakukan. Sementara itu, masalah ibumu ini akan ditanggung oleh yayasan."
Jaemin tertawa keras. Cara Jeno menatapnya sebelah mata membuatnya tergelak kian keras. "Sial. Kau melucu?"
"Aku tidak sedang bercanda?"
Pria itu mendekati sang detektif hingga keduanya bersisihan dengan arah hadap berbeda. Pundak mereka saling menyentuh saat Jaemin berbisik pelan, "Sejak kapan seorang Lee Jeno menjadi seperhatian ini pada Lee Hyunwoo?"
Darah Jeno berdesir. Ia menoleh cepat, mengamati bentuk wajah Jaemin dari samping. Terutama dengan suara yang hampir mirip dengan miliknya. "Hyung?"
Jaemin membalikkan badannya hingga menghadap ke arah Jeno. Ia menarik tubuh pria itu untuk ia peluk. Tangannya bergerak menepuk punggung lebar Jeno. Punggung yang selalu meninggalkannya ketika ia ditindas oleh ayah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANONYMITY - Jung Jaehyun ✔
Fanfiction[Finished - Bahasa Baku] 🔞🔞🔞 Terdapat banyak kekerasan, pembunuhan, dan adegan seksual di dalamnya. Di mohon untuk bijak memilih bacaan sesuai umur dan kondisi mental. Anonymity atau anonimitas adalah keadaan tanpa nama, dimana kondisi ini dimanf...