Jae-bi berjalan cepat menuju lobi tiga puluh menit kemudian, tepat ketika program acaranya selesai. Sepanjang sisa siaran, Jae-bi berhasil bersikap profesional dengan tidak meninju pelantang suara di hadapannya, meski sebenarnya ia lebih ingin segera munuju lobi untuk meninju Choi Jung-won. Ia keluar dari elevator dengan cepat setelah sampai di lantai dasar, kemudian berjalan berderap menghampiri Jung-won yang sedang duduk di sofa sambil mengutak-atik ponselnya.
Jae-bi yakin suara langkahnya yang berderap cukup untuk membuat Jung-won menyadari kehadirannya. Pria itu mendongak kemudian berdiri sambil tersenyum lebar. Senyuman itu membuat Jae-bi semakin ingin meraih vas bunga besar di ujung koridor dan memukulkannya ke kepala Jung-won. Ia baru akan mengeluarkan sumpah serapah ketika namanya dipanggil dengan begitu heboh.
“DJ Han? Di sana kau rupanya. Ya Tuhan, kenapa semua orang tidak ada di tempatnya sehingga aku harus berputar-putar untuk mencari kalian?”
Jae-bi melihat produser yang bertanggung jawab atas program Surat untuk Semesta, Lee PD nim, berjalan menghampirinya dengan tergopoh-gopoh sambil menenteng sebuah tablet di tangan. Jae-bi mendesah berat. Ia pasti akan dipecat setelah ini lalu menjadi pengangguran. Bayangan mengerikan itu sontak membuatnya bergidik ngeri.
“DJ Han, aku tidak akan basa-basi lagi,” ucap wanita paruh baya itu setelah sampai di hadapan Jae-bi. “Kau tentu tahu bahwa aku tidak suka jika pegawaiku mencampurkan urusan pribadinya saat sedang bekerja. Dan kau baru saja melakukannya saat siaran, yang berarti seluruh Seoul mendengar urusan pribadimu.”
Jae-bi menatap atasannya dengan menyesal meski seharusnya ia tak perlu melakukan itu karena ia tak tahu apa-apa. Semua itu karena Jung-won. Seharusnya Jung-won yang dimarahi, bukan Jae-bi.
“Dan kau Tuan Choi Jung-won?” Lee PD beralih kepada Jung-won.
“Benar, Ahjumma.”
Ucapan Jung-won sontak membuat Jae-bi terkesiap. Astaga, apa pria itu berniat membunuhku? pikir Jae-bi dalam hati.
Lee PD tak pernah suka dipanggil ahjumma meski umurnya memang pantas untuk sebutan itu. Jae-bi yakin Lee PD akan memecatnya sekarang juga.
“Jangan panggil aku Ahjumma! Panggil aku Lee PD.” Kemudian Lee PD beralih lagi pada Jae-bi. Ia terlihat kesal pada Jung-won, tapi berusaha untuk menahan diri agar tidak mendamprat pria itu. “Dan DJ Han, aku sudah bilang akan langsung ke pokok. Aku mendengar kau membicarakan hal pribadi di radio. Jadi ....”
“Saya minta maaf, PD nim.” Jae-bi langsung memotong ucapan wanita itu sambil menunduk dalam-dalam. Berkali-kali. “Saya berjanji kejadian ini tidak akan terulang lagi. Tapi saya mohon jangan pecat saya.”
“Pecat?” Jae-bi mendengar suara Jung-won dan atasannya mengucapkan kata yang sama secara bersamaan dengan nada kaget. Jae-bi kemudian menatap mereka dengan bingung juga.
“Aku rasa kau salah paham, DJ Han.” Lee PD yang pertama kali sadar dari keterkejutan dan berhasil membaca situasi. “Aku memang tidak suka dengan tindakan kalian tadi, tapi ternyata pendengar kita punya pendapat berbeda.”
Jae-bi menatap atasannya dengan pandangan tak mengerti. “Maksudnya?”
“Kau lihat ini.” Lee PD menunjuk layar tablet di tangannya, “Setelah mendengar kejadian tadi, banyak pendengar yang mengirimkan komentar pada unggahan SNS program kita hari ini dan mereka senang sekaligus penasaran pada kalian.”
Setiap akan menyiarkan program, akun SNS stasiun radio mereka memang akan mengunggah status, mengingatkan pendengar bahwa suatu program akan dimulai. Jae-bi membaca beberapa cuitan yang masuk di kolom komentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...