Beberapa hari setelah Jae-bi memutuskan untuk berteman dengan Jung-won, pria itu menepati janjinya untuk tidak membuat masalah. Jae-bi bisa bernapas dengan tenang karena itu dan mulai bisa menerima pertemanan mereka. Kali ini tanpa paksaan. Mereka beberapa kali bertemu dan makan bersama, meski sebenarnya mereka hanya makan tteokppoki(1) dan mandu(2) di pinggir jalan.
Meski Jae-bi tak ingin mengakui ini, tapi ia merasa bahwa Jung-won adalah teman mengobrol yang menyenangkan. Pria itu bisa diajak bicara tentang berbagai topik, mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks seperti masalah sosial di Korea. Mereka juga sering membicarakan musik dan musisi berbagai negara.
Terkadang Jung-won memberi usul lagu-lagu yang sesuai dengan surel-surel tertentu. Terkadang ia juga memberi ulasan tentang lagu-lagu TOP 40’s yang tentu saja membantu siaran Jae-bi di program Ah-ra. Jae-bi tak berharap banyak, tapi ia mendapati dirinya sendiri menikmati obrolan itu. Ia juga merasa kakinya sudah tak lagi seperti pegas yang siap melompat jauh jika Jung-won tiba-tiba mengedar di sekitarnya.
Selama beberapa hari itu juga Jae-bi mulai mengenal Jung-won. Selain pandai bicara, pria itu juga suka bercanda. Setelah dipikir-pikir, selama ini sebenarnya Jung-won tak benar-benar membuat masalah dengannya. Pria itu hanya membuat lelucon jahil dan Jae-bi menanggapi terlalu serius. Saat ini, Jae-bi sudah mulai terbiasa dengan sikap tidak terpuji yang satu itu. Meski artinya ia harus bersabar menghadapi godaan pria jenaka itu.
Han Jae-bi tersenyum simpul, lalu kembali memusatkan perhatian pada selimut yang sedang dijahitnya. Akhir pekan ini Jae-bi memutuskan untuk menjahit selimut dari kain perca. Ini adalah hobi yang ditekuninya sejak dua tahun lalu. Psikolognya dulu pernah berkata akan bagus apabila Jae-bi memulai hobi baru untuk membantu kesembuhannya sendiri.
Ia sudah mencoba beberapa hal dan memilih kegiatan menjahit serta merajut. Ia suka ketenangan pikiran yang ia dapat ketika menggabungkan kain-kain perca untuk membentuk sesuatu yang baru. Atau ketika ia merajut pakaian hangat untuk dirinya sendiri. Dua kegiatan itu tak pernah gagal membuat Jae-bi merasa lebih baik.
Ia baru akan mengambil potongan kain perca di meja ketika ponselnya berdering. Ia pikir Jung-won yang menelepon karena pria itu bilang akan menelepon hari ini. Namun ternyata nama yang ia lihat di layar ponsel adalah nama Bibi Song.
“Halo.”
“Halo Jae-bi ya. Kau sedang sibuk?”
“Sibuk? Tidak. Ini Minggu. Aku libur.”
“Bagus. Kuharap kau masih ingat tentang undanganku minggu lalu. Kau harus datang kemari sekarang juga! Aku sedang menyiapkan makanan yang sangat lezat dan banyak untukmu, Hyun-dae, Ah-ra, dan ... siapa temanmu yang satu lagi? Yang kutemui waktu sedang belanja itu? Jung ... Jung ....”
“Jung-won?”
“Ya. Itu dia. Dan juga Jung-won ssi. Dia sangat sopan, juga tampan. Jika aku masih remaja, pasti aku akan langsung jatuh cinta padanya. Kau beruntung, Jae-bi ya, bisa kenal dengan orang seperti Jung-won ssi. Biar kutebak, ia pasti orang yang sangat baik dan romantis. Oh astaga! Aku jadi ingat kejadian beberapa hari lalu saat kau siaran.” Jae-bi langsung menegang. “Aku mendengarnya, Jae-bi ya. Itu sangat lucu sekaligus romantis. Benar tebakanku, Jung-won ssi memang orang yang sangat romantis ....”
“Bibi, bukankah kita sedang membicarakan undangan makan siangmu?” Jae-bi cepat-cepat memotong. Ia tak mau membahas insiden siaran tempo hari. Siapa yang menyangka kejadian itu bisa didengar Bibi Song yang cerewet?
“Oh ya, kau benar. Maafkan aku karena terlalu bersemangat. Sampai di mana kita tadi? Atau aku sudah selesai membahasnya, ya? Sepertinya begitu. Baiklah, Jae-bi ya. Kau akan datang, kan?”
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...