“Jerman. Milik siapa lagi ini?”
Jung-won mengulum senyum karena pertanyaan yang terdengar putus asa itu. Ditatapnya Han Jae-bi yang balas menatapnya dengan pandangan memelas.
“Aku hampir bangkrut,” ujar gadis itu setengah merengek setengah marah sambil bersungut-sungut menyerahkan beberapa lembar uang palsu kepada Jung-won. Dengan sebelah tangannya yang tak terluka, Jung-won menerima uang itu, lalu tersenyum pongah. Aku kaya raya.
“Oh benar. Uangmu sudah tipis. Sekali lagi kau berhenti di negara orang, kau benar-benar selesai, Jae-bi ya.”
Han Jae-bi yang sedang menghitung sisa uangnya beralih menatap Ah-ra dengan tatapan sinis. Jung-won terkekeh pelan karena gadis itu tampak sangat tidak suka. Pemandangan seperti ini terasa familier, tetapi Jung-won yakin tidak akan bosan meski ia terus melihatnya selama berpuluh-puluh tahun ke depan.
Beberapa saat lalu ia sedang mengobrol ringan dengan Choi Eun-ri ketika Ah-ra dan Jae-bi datang menjenguk. Oh Ah-ra membawa permainan monopoli dan memaksa tiga lainnya untuk bermain. Ah-ra bersikeras bahwa Jung-won nyaris mati bosan karena sudah hampir sepekan di rumah sakit tanpa bisa melakukan banyak hal.
Maka di sinilah mereka berempat. Duduk melingkar, memutar dadu berulang-ulang, dan mengumpulkan kekayaan. Jung-won memperhatikan papan permainan, miniatur hotel, kartu-kartu, dan uang-uang palsu yang berserakan di ranjang rumah sakitnya. Ia tak menyangka bahwa bermain monopoli ternyata bisa begitu menyenangkan.
“Diam dan putar saja dadumu,” rutuk Jae-bi setengah mendengkus.
Oh tidak. Bagian paling menyenangkan dari permainan ini adalah melihat Jae-bi yang bersungut-sungut karena hampir bangkrut. Gadis itu tidak pandai menyusun strategi. Permainan menjadi lebih lucu karena Jae-bi selalu berhenti di negara milik orang lain, mendapat kartu denda, dan masuk penjara berkali-kali.
Ah-ra yang tampaknya begitu puas meledek Jae-bi menggerakkan tangan untuk mengocok dadu. Namun sebelum dadu terlempar, ponsel gadis itu berdering nyaring.
“Oh, itu alarm.” Ah-ra mematikan alarm ponselnya. “Aku harus pergi. Kami berencana menambahkan segmen baru di acaraku dan perlu melakukan rapat. Eun-ri ssi, maukah kau menggantikanku?”
Tatapan Jung-won beralih kepada sang kakak yang kali itu bertugas sebagai bankir. Choi Eun-ri tersenyum meminta maaf kepada Ah-ra dan menolak halus. “Aku juga harus pergi karena ada janji dengan seseorang.”
“Sayang sekali. Padahal sebentar lagi Jae-bi kalah.”
“Hey!”
Lalu semua orang di ruangan itu tertawa, termasuk Jae-bi sendiri yang menjadi bahan lelucon.
“Aku memang tidak pandai bermain, tapi lain kali aku pasti menang. Aku akan meminta Seung-jo Oppa untuk mengajariku. Dia rajanya permainan penuh intrik seperti ini.”
“Ya, ya, ya. Semoga berhasil.”
Beberapa detik berselang, Jung-won menatap semua orang di ruangan itu beranjak dan berkemas. Ah-ra dan Eun-ri mengemasi barang bawaan mereka, sementara Jae-bi mengemasi uang-uang monopoli yang terserak di ranjang. Jung-won ikut bergerak membantu mengumpulkan miniatur hotel, lalu memasukkannya ke dalam kotak.
“Kau tetap di sini, Jae-bi ssi?” tanya Eun-ri.
“Ya. Aku baru bekerja nanti sore.”
“Kau tidak keberatan jika menjaga Jung-won sebentar? Ayah dan Ibu mungkin baru akan datang sore nanti.”
“Aku tidak perlu dijaga,” rutuk Jung-won sambil berkerut kening. Ia memang sedang sakit, tapi bukan berarti ia harus dijaga dua puluh empat jam penuh. Memangnya dia anak kecil?
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...