JW

46 8 5
                                    

Jae-bi yakin baru kemarin ia berjanji untuk tidak berurusan dengan Jung-won apa pun yang terjadi. Ia juga belum memaafkan pria itu.

Dua hari ini ia merasa begitu tenang karena pria itu berhenti mengedar di dunianya. Lalu sekarang ia dikejutkan dengan kehadiran pria yang menawarkan tumpangan itu. Lalu terkejut lagi saat mendapati dirinya menerima tawaran itu. Dan lebih terkejut lagi ketika pria itu mengaku sebagai produser musik animasi yang dianggapnya jenius itu.

Astaga. Hari ini ia terlalu banyak terkejut.

“Apa?”

“JW.”

Jae-bi mengerutkan dahi. Ia ingat pernah membaca artikel tentang seorang produser musik film animasi bernama JW yang digadang-gadang sebagai seorang jenius. Terang saja. Sebab musik-musik yang diciptakan JW selalu berhasil memuncaki tangga lagu di Jepang serta telah menyabet berbagai penghargaan musik. Maka ketika sekarang pria di sampingnya ini mengaku bahwa dirinya adalah JW, mau tak mau Jae-bi jadi terkejut.

Jadi dia produser jenius itu?

“Ya ... sebenarnya aku memang jenius, Nona Han.”

Han Jae-bi mengerjap pelan, menyadari ia baru saja menyuarakan isi otaknya.

Apa benar Jung-won orangnya? Tapi jika dipikir-pikir, inisial JW memang cocok dengan Jung-won. Dan bukankah pria banyak omong yang ada di sampingnya ini juga seorang produser? Jadi benar?

“Kau JW?”

“Ya.”

Jae-bi mendapati dirinya masih sulit percaya. “Wow.” Ia merasa kehilangan kata-kata. “Ini kejutan.”

“Kau tahu aku?”

Jae-bi mengangguk singkat, lalu menyebutkan beberapa film animasi dan soundtrack yang diciptakan produser bernama JW, membuat mata Jung-won membola.

“Aku tersanjung,” kata pria itu sambil tersenyum lebar. “Omong-omong selain keluargaku, baru kau yang tahu tentang itu. Dan seperti yang aku katakan tadi, aku memang tidak berniat untuk menunjukkan diri. Jadi, Nona Han, jika ada yang bertanya siapa aku, katakan saja aku adalah Choi Jung-won yang tampan.”

Jae-bi mendengkus. “Kau terlalu percaya diri.” Lalu ia mendengar pria itu tertawa lepas, membuat matanya tampak seperti dua garis lurus di wajah.

Sisa perjalanan dilalui dengan membahas lagu-lagu Teardrop Pick hingga mereka sampai di gedung apartemen tujuan mereka.

Jung-won memarkirkan mobilnya dan Jae-bi memilih menunggu Jung-won untuk berjalan ke atas bersama demi sopan santun. Lagipula, apartemen ini memiliki pintu akses khusus yang hanya bisa dibuka oleh para penghuni. Sebagai orang luar, Jung-won harus meminta izin kepada Hyun-dae terlebih dahulu untuk masuk ke gedung apartemen. Itu akan sedikit merepotkan karena toh Jung-won juga datang bersama Jae-bi.

Jae-bi menempelkan kartu aksesnya ke alat pemindai di dekat pintu otomatis dan membiarkan Jung-won berjalan mengikutinya memasuki elevator. Ketika sampai di depan pintu apartemennya, ia menunduk sedikit ke arah Jung-won. “Terima kasih tumpangannya.”

“Sama-sama.”

Jae-bi berbalik untuk masuk ke apartemennya, tapi Jung-won menahan.

“Ya?”

“Apa kau sudah memaafkanku?”

Oh, pria itu masih merasa bersalah ternyata. Jae-bi sudah mempertimbangkan ini sebelumnya. Ia juga sudah memutuskan hasilnya.

“Sepertinya begitu.”

Jae-bi melihat Jung-won merebakkan senyum lebar, membuatnya ikut menarik ujung-ujung bibirnya sedikit. Hanya sedikit. Ia sendiri ragu apakah yang tadi itu bisa disebut senyuman.

“Jadi, apa sekarang kita berteman?”

Jae-bi tidak langsung menjawab. Ia menelisik Jung-won terlebih dahulu. “Kenapa?”

“Kenapa tidak?”

“Beri aku tiga alasan kenapa aku harus jadi temanmu.”

Jung-won terlihat hendak menjawab tapi tidak jadi. “Apa untuk jadi temanmu aku harus memiliki alasan?”

Jae-bi mengiyakan, dan ketika melihat Jung-won tampak kebingungan, ia bicara lagi, “Nah, kau belum dapat alasannya, bukan? Kalau begitu carilah dulu. Setelah itu aku akan pertimbangkan lagi.”

Jae-bi mengangguk sekali lalu berbalik dan menekan password apartemennya.

“Oh ya, Nona Han.”

Jae-bi harus berusaha agar tidak mengerang kesal saat pria itu kembali memanggilnya.

“Apa kita akan bertemu lagi?”

Jae-bi mengangkat alis. “Entahlah.”

Jae-bi menundukkan tubuhnya ke arah Jung-won, lalu cepat-cepat masuk ke dalam apartemennya sebelum pria itu kembali menahannya.

***

Choi Jung-won tidak lagi menahan Han Jae-bi ketika gadis itu buru-buru masuk ke apartemennya. Ia tidak juga segera beranjak, masih menatap pintu di hadapannya dengan perasaan ringan.

Jung-won bersyukur. Setidaknya ia tidak memiliki musuh lagi sekarang. Ia juga berhasil mematahkan ultimatum Hyun-dae yang mengatakan Jae-bi akan memakannya jika ia muncul lagi di hadapan gadis itu.

Jung-won sudah muncul dua kali secara tidak sengaja. Dan meski Jae-bi terlihat ingin melahapnya hidup-hidup, gadis itu sama sekali tidak memakannya. Gadis itu malah tersenyum sedikit tadi. Sedikit sekali sampai-sampai Jung-won tak yakin bisa menyebutnya sebagai sebuah senyuman.

“Kau sudah datang? Bagaimana caranya kau naik ke sini?”

Sapaan seseorang di belakangnya membuat Jung-won tersadar. Ia berbalik sambil tersenyum lebar ke arah kakak sepupunya. “Ya, Hyung. Apa kau sudah makan malam?”

Suasana hati Jung-won menjadi begitu cerah. Ia berjalan menghampiri Hyun-dae dan merangkul kakak sepupunya yang tampak kebingungan itu. Jung-won tidak tahu apa yang dipikirkan pria dalam rangkulannya itu. Pula tak tahu ketika Hyun-dae menambahkan catatan dalam hati bahwa, adik sepupunya, Choi Jung-won, sudah menunjukkan gejala gila tingkat dua.

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang