Pagi-pagi sekali di hari Senin, Ah-ra baru selesai menggosok giginya kemudian keluar apartemen untuk menggedor pintu apartemen Jae-bi dengan membabi-buta. Sebenarnya tidak ada hal mendesak yang terjadi. Ia juga sudah tahu sandi apartemen Jae-bi. Tapi hari ini ia merasa perlu sedikit berbuat jahil.
Tidak lama kemudian, pintu apartemen yang digedornya itu terbuka dengan cepat. Jae-bi muncul dari baliknya, sedang menelepon dan melotot ke arahnya. Ah-ra tidak peduli. Ia langsung melenggang masuk dan duduk di sofa.
"Ya ... baiklah ... sampai bertemu lagi."
Ah-ra melihat Jae-bi menutup panggilan di ponselnya. "Siapa yang menelepon pagi-pagi begini?"
"Teman," sahut Jae-bi singkat tanpa penjelasan.
Teman? gumam Ah-ra dalam hati. Siapa teman yang Jae-bi maksud? Setahunya, semua teman yang Jae-bi kenal adalah temannya juga. Dan, selama ini teman yang menelepon Jae-bi di pagi buta adalah dirinya.
"Kau, kan sudah tahu sandi apartemenku, Eonni. Untuk apa menggedor seperti itu?"
Perhatian Ah-ra teralih. Melihat Jae-bi berkacak pinggang di depannya membuat ia mengeluarkan senyum tiga jari yang konyol. "Maaf. Aku hanya sedang bosan dan merasa perlu sedikit menjahilimu pagi ini."
Jae-bi mendelik lagi. Ah-ra mengira gadis itu akan kembali mencecarnya tentang kejahilannya yang tidak pernah lucu. Tapi ternyata tidak. Jae-bi memilih mundur lalu ikut duduk di sofa setelah menghela napas pelan. "Ada apa Eonni kemari?"
"Oh?" Ah-ra sedikit terkejut karena perkiraannya ternyata salah. "Hanya ingin mengingatkan. Hari ini hari ulang tahun Hyun-dae Oppa."
"Ah ... benar juga. Sekarang ulang tahunnya," gumam Jae-bi. "Kita akan merayakannya seperti biasa?"
'Seperti biasa' artinya adalah mereka akan pergi ke kedai Bibi Song, memasak, lalu makan malam bersama sambil mengobrol. Tahun lalu lebih ramai karena orang tua Hyun-dae ikut serta.
"Ya. Kita akan rayakan seperti biasa. Omong-omong, apakah Bibi Song ingat?"
"Kurasa begitu. Tempo hari Bibi Song sudah mengingatkanku. Katanya kita juga tidak perlu membawa apa pun karena Bibi Song sudah menyiapkan semua bahan."
"Kalau begitu kita membantu nanti." Ah-ra bangkit dan melangkah menuju pintu. Ia sudah memegang kenop ketika kemudian teringat sesuatu. "Ah ya ... aku hampir lupa," serunya kemudian.
"Apa?"
"Oppa juga ingin mengundang Choi Jung-won. Sepupunya yang datang dari Jepang itu. Kau tidak keberatan?" Ah-ra bertanya dengan hati-hati.
Ia masih ingat betul bagaimana Jae-bi sangat membenci pria yang sudah membuat dahinya memar pada pertemuan pertama itu. Ia juga masih ingat bagaimana dengan penuh tekad, Jae-bi berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak bertemu pria itu lagi. Apalagi jika sekarang mereka akan makan di tempat keluarga Song. Ah-ra tahu benar bagaimana tertutupnya seorang Han Jae-bi dan tak bisa mengajak sembarang orang ke kedai keluarga Song. Terlebih jika itu adalah orang yang pernah membuat masalah dengannya.
"Tentu saja aku tidak keberatan."
Baiklah, desah Ah-ra dalam hati. Jika Jae-bi berkata ia tak keberatan, Ah-ra merasa sedikit tenang. Setidaknya ia tidak akan melihat perang atau tatapan sinis saat menyantap makan malam. Hanya saja, ini terlalu tiba-tiba dan ... aneh.
***
"Jae-bi tidak keberatan jika sepupumu ikut."
Hyun-dae tak jadi meneguk kopinya demi mendengar laporan Ah-ra. Saat melihat Ah-ra akan pergi ke unit Jae-bi tadi, Hyun-dae menitipkan izin apakah ia boleh mengajak Jung-won makan malam bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...