Payungnya tertinggal.
Cha Hyun-dae baru menyadari payung lipatnya tertinggal di kantor setelah ia menggeledah tas ransel. Seoul diguyur hujan sejak pagi. Hujan itu tidak terlalu deras, tetapi berlangsung seharian. Hujan baru berhenti saat hari sudah gelap, tepat ketika Hyun-dae selesai bekerja.
Merasa dirinya sudah bisa berkeliaran tanpa khawatir basah, Hyun-dae langsung meninggalkan kantor begitu saja dan melupakan payungnya sendiri. Sekarang ia hanya tinggal berharap hujan tidak lagi turun atau ia harus membeli payung baru di toko kelontong di seberang sana jika tidak ingin terserang flu.
Hyun-dae menyandarkan tasnya di kaki kursi sementara matanya memicing pada papan berisi menu di ujung ruangan. Ia sedang berada di kedai mi sederhana di dekat stasiun radio, menunggu Jung-won dan Jae-bi yang seharusnya datang sebentar lagi.
Tak lama berselang, lonceng di atas pintu masuk bergemerincing tanda seorang pelanggan datang. Cha Hyun-dae menoleh ke arah pintu dan menemukan Choi Jung-won di sana. Ia mengangkat tangan untuk menarik perhatian. Ketika Jung-won sudah melihat dan bergerak menuju ke arahnya, Hyun-dae baru menurunkan tangan.
“Kau menunggu lama, Hyung? Maaf. Aku tidak sadar hari sudah gelap.”
Hyun-dae membiarkan Jung-won duduk di hadapannya terlebih dahulu sebelum menyahut, “Kau terlalu asyik bekerja. Tapi tidak. Aku tidak menunggu lama. Lagipula Han Jae-bi juga belum datang.”
“Ah, ya. Nona Han menolak untuk pergi bersama dan meminta langsung bertemu di sini. Omong-omong, kau sudah melihat prakiraan cuaca untuk besok?”
“Ya. Besok akan cerah.”
“Kau yakin melihat prakiraan cuaca di Busan dan bukan Seoul?”
“Tentu saja, cerewet!”
Hyun-dae tentu saja tidak berencana melakukan kesalahan untuk menggagalkan rencananya sendiri. Besok akhir pekan. Sesuai rencana yang disusunnya beberapa hari lalu, ia akan melamar Ah-ra di Busan. Ia juga sudah menyewa beberapa orang untuk membuat kejutan. Hanya saja, ia belum memutuskan kata-kata apa yang ingin disampaikannya pada Ah-ra. Pikirannya buntu. Ia butuh bantuan. Maka diajaknya Jung-won dan Jae-bi ke kedai mi ini dengan iming-iming traktiran makan malam meski kedok sebenarnya adalah meminta saran.
Ia melirik arloji di tangan kiri. Sudah pukul delapan lebih. Seharusnya gadis itu sudah selesai siaran dan sebentar lagi datang. Mereka hanya perlu menunggu sebentar lagi.
“Kau ingin memesan sekarang? Atau … oh itu dia Jae-bi datang.”
Hyun-dae kembali mengangkat tangan. Kali ini untuk menarik perhatian Jae-bi. Gadis itu langsung melihat dan berjalan ke arahnya sambil melambaikan tangan.
“Maaf aku terlambat.”
“Tidak. Kami juga baru saja datang.”
“Syukurlah.”
Hyun-dae melihat Jung-won berdiri dan menarikkan kursi untuk Jae-bi, lalu kembali duduk di kursinya setelah memastikan Jae-bi duduk dengan benar. Ia memperhatikan itu semua dengan alis terangkat, tetapi mengabaikan rasa heran untuk disimpannya seorang diri karena Jae-bi sudah ingin memesan.
“Kalian ingin makan apa?”
Hyun-dae hendak menyahuti pertanyaan Jae-bi ketika Jung-won lebih dulu menyela.
“Suaramu sengau, Nona Han. Apa kau sedang flu?”
“Ya, sedikit. Tapi aku baik-baik saja. Ini akan segera sembuh.”
Gadis itu kemudian terbatuk ringan, sementara Hyun-dae mengerutkan kening. Benar juga. Suara gadis itu terdengar sengau dan hidungnya terlihat merah. Ia tak menyadari hal itu sampai Jung-won membahasnya. Mengapa Jung-won terlihat lebih memahami Jae-bi dibanding Hyun-dae yang sudah lebih lama mengenal gadis itu?
“Apa kau menerobos hujan tadi sore?”
“Apa kau seorang detektif, Jung-won ssi?”
“Nah. Apa kau tidak mendengarkan nasehatku tentang membawa payung, Nona Han? Coba lihat betapa merah hidungmu.”
“Jangan berlebihan. Ini hanya flu biasa.”
“Jangan sepelekan flu. Kita akan mampir ke apotek sebelum pulang.”
Ucapan Jung-won terdengar tak terbantahkan dan Jae-bi juga tampak tidak ingin menolak. Sejak kapan Choi Jung-won yang seenaknya sendiri itu menjadi begitu perhatian kepada orang lain? Dan, mengapa mereka berdua tampak begitu dekat seolah sudah saling mengenal selama ribuan abad?
Ini menarik. Dua orang itu bilang bahwa hubungan mereka adalah teman. Namun, Hyun-dae merasa bahwa hubungan mereka sudah bergerak menuju sesuatu yang lain, bahkan tanpa mereka sadari.
“Omong-omong, bagaimana rencana lamaranmu?”
Dan, perhatian Hyun-dae langsung tersedot menuju bagaimana membuat Ah-ra terkesan tanpa mempermalukan dirinya sendiri.
―
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...