Hiraeth (n) secara etimologi terdiri atas kata hir yang berarti "panjang" dan aeth yang berarti "duka". Kata yang berasal dari bahasa Welsh ini dikatakan sulit diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Beberapa terjemahan literal menawarkan definisi untuk kata ini, tetapi tetap gagal menyampaikan makna yang terkandung di dalamnya.
Jika dijabarkan secara detail, makna Hiraeth adalah gabungan dari rasa rindu, nostalgia, dan rasa ingin pulang ke rumah. Hal yang menjadikannya sulit diartikan adalah karena Hiraeth melibatkan tempat, waktu, dan situasi yang tidak dapat diulang kembali.
Dalam artikel lain yang saya baca, dikatakan bahwa Hiraeth dimaksudkan untuk perasaan terkait ingatan pahit tentang kehilangan sesuatu atau seseorang, sambil bersyukur atas keberadaan mereka.
Sumber:
Bachtiar, Absal. 2021. 'Hiraeth', Sebuah Kata dari Wales yang Sulit Diartikan ke Bahasa Lain. (daring) Kumparan.comGuillaume, Thierry. 2019. Kuasa Bahasa: Kata-Kata Menerjemahkan Pikiran dan Pengaruh Cara Berpikir. (daring) Theconversation.com
———————————————
Choi Jung-won menghela napas pelan. Ia menatap kosong langit-langit kamar lamanya tanpa suara. Kamar ini masih sama seperti terakhir kali Jung-won tinggalkan. Berikut suasana dan kenangan masa remaja yang membuatnya merasa sulit bergerak, atau sebenarnya, enggan bergerak.Hari ini sejak matahari terbit, ia belum beranjak sama sekali dari tempat tidur. Ada perasaan gamang yang dirasakannya sejak membuka mata untuk menyambut hari ini. Padahal ia sudah melakukannya setiap tahun. Mengurus cuti untuk beberapa hari, memesan tiket pesawat paling pagi, menyiapkan hatinya untuk kembali teringat sekali lagi. Namun ketika hari itu datang, Jung-won merasa dirinya begitu lemah sekalipun sudah beristirahat cukup.
Hari ini selama tujuh tahun, orang-orang yang merasa kehilangan akan mengirimkan barang-barang kenangan dan meletakkannya di trotoar jalan tempat Yeong-hyeon tewas. Rangkaian bunga, buku-buku musik, lembar partitur kosong, garputala, earphone.
Benda-benda itu seolah hadir untuk menjadi bukti bahwa ada seseorang bernama Kang Yeong-hyeon yang pernah menjadi bagian dari hidup mereka. Seorang anak lelaki kebanggaan orang tua, murid nakal yang pandai bermusik, teman yang menyenangkan, sahabat paling baik sepanjang masa. Ah, hari-hari seperti ini tak pernah terasa mudah.
Suara ketukan pintu berhasil menyeret Jung-won dari lamunan. Setelah mendengung singkat, ia melihat sang ibu muncul dari balik pintu.
“Turunlah dan sarapan. Kita akan berangkat bersama seperti biasa, bukan?”
Jung-won tak langsung menjawab. Biasanya ia memang akan pergi bersama dengan keluarganya dan keluarga Kang. Namun kali ini ia ingin pergi sendiri.
“Aku ingin datang sendiri dan sedikit terlambat nanti. Kuharap kau tidak keberatan, Bu.”
Setelah meyakinkan sang ibu bahwa dirinya baik-baik saja, Jung-won kembali dibiarkan sendirian. Ia menatap langit-langit kamarnya yang masih gelap sebab tirai belum disingkap, melayangkan pikiran menuju masa silam. Tepat ketika segalanya berubah mengerikan.
Hari ini, tujuh tahun lalu, Jung-won kehilangan Kang Yeong-hyeon.
***
“Di mana kau?”
“Minimarket.”
Jung-won langsung membayangkan minimarket di dekat jalan raya yang terletak sekitar dua ratus meter dari rumahnya, tempat langganannya untuk membeli camilan dan minuman ringan. Ia mendengkus kasar demi mendengar suara Yeong-hyeon yang melantur. “Kau mabuk?”
“Tidak. Aku hanya minum sedikit.”
“Dan aku masih ingat betul kau tidak pernah menang melawan alkohol.” Gerutuan Jung-won disambut tawa oleh Yeong-hyeon di seberang sana. Jung-won dapat membayangkan pemuda itu terhuyung di kursi, menumpukan seluruh beban tubuhnya pada sandaran kursi. “Carilah gadis lain, brengsek!”
“Jung-won ah. Aku tidak sedang patah hati!”
“Lalu kenapa kau mabuk?”
“Aku hanya ingin minum soju. Dan , aku tidak mabuk. Tenanglah, Kawan.”
“Besok pagi kita ada tes fisik, bodoh! Kau ingin wamil atau tidak?”
“Tentu saja aku ingin! Negara ini adalah segalanya untukku.”
Jung-won meringis, yakin benar bahwa sahabatnya itu sedang mabuk. Pemuda yang bersikeras ingin bekerja di Jepang itu baru saja mengaku sangat mencintai negaranya.
“Diamlah di sana. Aku akan menjemputmu.”
“Tidak usah repot-repot begitu. Aku tidak mabuk. Aku bisa pulang sendiri.”
Saat itu Jung-won mendengar suara kursi berderit lalu langkah kaki yang terseret-seret. Sekarang ia yakin benar bahwa sahabatnya itu sudah mabuk berat.
“Demi Tuhan! Diamlah di sana dan jangan membuat kekacauan. Aku akan datang.”
Jung-won meraih jaketnya, lalu keluar dari kamar. Tepat ketika ia membuka pintu depan hendak keluar rumah, suara ibunya membuat Jung-won berhenti.
“Kau mau ke mana malam-malam begini?”
“Yeong-hyeon mabuk. Aku harus menjemputnya sebelum ia membuat kekacauan.”
“Aku tidak akan mengacau! Aku bahkan bisa berjalan lurus menyeberang jalan tanpa terhuyung. Oh lihat, lampunya berubah. Aku akan menyeberang.” Yeong-hyeon tertawa-tawa kembali. “Kau harus lihat ini, Jung-won ah. Kau tidak perlu beranjak sesenti pun dari pintu rumah karena aku baik-baik sa ….”
Kang Yeong-hyeon tak pernah menyelesaikan ucapannya. Yang Jung-won dengar menggantikan suara pemuda itu adalah suara berdebam dengan decit roda yang beradu dengan aspal. Tubuh Jung-won langsung menegang, tak yakin dengan apa yang barusan ia dengar.
“Ada apa?”
Jung-won menatap wajah ibunya dengan nanar. Ia memanggil nama Yeong-hyeon sekali, dua kali, tiga kali, tak ada jawaban. Jantungnya berpacu. Tidak. Ini tidak benar.
Lalu ....
BOM!
Jung-won menjatuhkan ponselnya. Dengan segera ia berlari ke luar rumah tanpa menghiraukan panggilan ibunya. Jung-won tak peduli. Ia berlari dan terus berlari, mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia dengar barusan adalah bagian dari lelucon Yeong-hyeon yang tak pernah lucu. Pemuda brengsek itu pasti sedang bergurau. Pemuda brengsek itu selalu menipu Jung-won karena Jung-won selalu percaya padanya. Kali ini saja. Jung-won berharap penuh dalam hati bahwa ini hanya sebuah tipuan.
Namun, harapan Jung-won tak terkabul. Ketika sampai di depan minimarket itu, yang dilihatnya adalah api. Sebuah mobil telah terbakar di tengah jalan dan Jung-won langsung teringat ledakan yang tadi didengarnya.
Sekuat tenaga ia berlari menuju tempat itu sampai seseorang menahan tubuhnya. Jung-won memberontak dengan membabi buta, mencoba untuk lepas dari kungkungan tangan-tangan kuat itu. Demi Tuhan! Kang Yeong-hyeon mungkin saja berada di sana. Kang Yeong-Hyeon membutuhkan dirinya. Kang Yeong-hyeon ….
BOM!
Jung-won terpekur. Suara itu adalah suara ledakan yang sama dengan yang didengarnya sendiri dari sambungan telepon. Begitu keras hingga Jung-won merasa telinganya mendadak tuli. Dunia berhenti berputar tepat di depan matanya. Ia menyaksikan sendiri ledakan itu menimbulkan api yang lebih besar dan ia merasakan sesuatu dalam tubuhnya ikut meledak lalu terbakar.
―
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...