Musim Gugur

20 4 0
                                    

Jung-won mengutak-atik radio di mobilnya, mencari saluran yang mengantarkan suara Jae-bi.

"Ini dia," serunya puas, kemudian bersiap untuk mengemudi.

Ia baru saja menyelesaikan pekerjaannya di kantor dan mampir untuk membeli buah sebentar. Ada sebuah single dari penyanyi pendatang baru yang membuatnya sibuk akhir-akhir ini. Dan, hari ini single itu sudah selesai digarap. Hanya tinggal menunggu kesepakatan tanggal rilisnya saja.

Single ini adalah proyek pertama Jung-won di Seoul di mana ia sudah dipercaya untuk menjadi produser utama. Jadi, ia akan memastikan si penyanyi baru itu bisa mendapatkan lagu yang sangat bagus. Meskipun Jung-won akan tetap melakukan hal yang sama pada proyek-proyek lainnya.

"Pendengar yang berbahagia, menurut perkiraan cuaca, pada pertengahan Oktober ini Seoul akan diguyur hujan dengan intensitas yang tidak terlalu besar seperti yang terjadi pada musim gugur di tahun-tahun sebelumnya. Meski demikian, sebaiknya Anda tetap mempersiapkan diri dengan membawa payung dan mengenakan pakaian hangat."

Suara Jae-bi terdengar ringan dan jernih. Tanpa sadar Jung-won tersenyum. Sudah dua hari ia tidak bertemu dengan gadis itu setelah makan siang luar biasa di tempat Bibi Song karena ia memang sedang sangat sibuk. Dan malam ini, setelah mendengar suara gadis itu, entah kenapa membuat hatinya terasa hangat.

"Musim gugur memang musim yang sangat menyenangkan. Bagaimana pendapat Anda? Tapi, saya heran kenapa musim gugur identik dengan cerita atau lagu-lagu sedih. Anda tentu sering mendengar lagu, membaca cerita, atau menonton film sedih yang berlatar musim gugur. Padahal musim gugur itu sangat menyenangkan. Suhunya bersahabat. Tidak terlalu panas, juga tidak terlalu dingin di awal musim. Langitnya juga biru dan jernih. Selain itu, kita juga bisa mengunjungi festival musim gugur yang menyenangkan itu dan oh, jangan lupa dengan panen. Musim gugur adalah musim panen. Buah-buah yang segar seperti buah jujube, kesemek, apel, dan persik sangat melimpah di musim ini. Bagaimana? Musim gugur tidak selalu identik dengan hal-hal yang menyedihkan, bukan?"

Secara otomatis, Jung-won menoleh pada kursi penumpang di sebelahnya, tempat sebuah keranjang berisi buah persik berada. Ia membelinya tadi sepulang kerja. Apa gadis itu suka buah persik? Mungkin, Jung-won harus berbagi.

"Sama halnya dengan surat dari Tuan Kim yang akan saya bacakan."

Kemudian suara Jae-bi berubah lebih tenang dan dalam. Ia pembaca cerita yang baik. Gadis itu mampu menyampaikan emosi dari cerita yang dibacanya dengan intonasi dan porsi tepat, tak berlebihan.

"Aku adalah orang yang tidak terlalu suka merasakan perasaan sentimentil. Aku tak ingin perasaan-perasaan seperti itu merenggut logika dan membuatku melakukan hal-hal konyol secara impulsif. Jadi aku tak ingin membuang-buang emosiku untuk hal tak penting, seperti jatuh cinta misal. Tidak sampai akhirnya aku bertemu seorang gadis di kedai kopiku. Sungguh aku tak ingin merasakannya. Akan tetapi, tepat ketika dia melemparkan senyum, menyapa dengan suara hangat, dan memesan jenis kopi kesukaannya, aku mendapati diriku sendiri tak bisa berhenti memandanginya. Gadis itu datang hampir setiap hari. Dan hampir setiap hari pula aku berusaha menahan diri agar tak menggenggam tangannya lalu mengajaknya berkencan. Hatiku berkhianat. Aku menolaknya setiap waktu, tapi aku merasakannya terus menerus. Kurasa aku harus mengaku kalah. Aku sudah jatuh cinta."

Jung-won mendengar Jae-bi mendesah kagum tepat setelah selesai membaca surat dari Tuan Kim.

"Cerita ini singkat tapi sungguh romantis. Tuan Kim, apakah Anda sudah menyatakan perasaan Anda? Kuharap Anda bersedia mengirimkan surat lagi jika Anda menyatakan perasaan pada gadis itu. Kami akan sangat menunggu kelanjutan cerita ini." Gadis itu berhenti sejenak. "Kisah Anda mengingatkan saya pada sebuah lagu milik MeloMance yang berjudul Feel Like Falling in Love."

Lalu intro lagu yang disebut Jae-bi pun mengalun bersamaan dengan kalimat penutup yang sukses membuat Jung-won tertegun. "Pendengar yang baik, di musim gugur ini, apakah Anda akan jatuh cinta?"

Lalu suara Jae-bi lenyap digantikan alunan sebuah lagu yang hangat. Jung-won meresapi liriknya, lalu tersenyum lagi.

"Di musim gugur ini, apakah aku akan jatuh cinta?"

***

"Hey, Jae-bi nim. Kau tampak senang."

Jae-bi menoleh pada Ahn Ji-soo dan menemukan gadis itu sedang tidak menatapnya, malah sibuk mencari-cari sesuatu di meja kerja. Jae-bi kemudian mengulurkan sebuah pulpen pada Ji-soo membuat gadis itu menoleh dan tersenyum berterima kasih. "Kau peka sekali."

Jae-bi mengangkat bahunya sebelum membereskan mejanya sendiri. Siarannya sudah selesai. Lima menit lagi, Ji-soo akan menggantikannya untuk membawakan sebuah acara musik-musik klasik.

"Apa ada sesuatu yang bagus terjadi?"

"Tidak juga."

Kali ini Ji-soo yang mengangkat bahunya. "Malam ini kau sedikit berbeda. Kau siaran dengan sangat ceria sampai-sampai matahari ingin cepat-cepat terbit kembali untuk mendengar suaramu."

Jae-bi tertawa sambil mengempaskan tubuhnya di kursi. "Kau ada-ada saja."

"Aku bukan orang yang suka mengada-ada. Tapi jika boleh kutebak, pasti pria yang menunggu di lobi itulah yang membuatmu jadi secerah matahari di musim panas."

"Pria yang menunggu di lobi?"

"Ya ..." Ji-soo bicara sambil lalu. "Yang mengajakmu kencan lewat radio tempo hari dan ... loh ... loh ... Kau mau ke mana, Jae-bi nim?"

Jae-bi tidak sempat memprotes Ji-soo yang menganggap kejadian tempo hari adalah sebuah ajakan kencan karena ia sudah melesat pergi dari tempat itu. Ia bahkan tidak sempat mencerna ucapan Ji-soo yang lain selain informasi bahwa Jung-won ada di sini.

Pria itu ada di sini?

Jae-bi cepat-cepat turun menuju lobi. Dan ketika ia keluar dari elevator, pria itu ada di sana, duduk di sofa yang sama dengan yang didudukinya tempo hari. Saat melihat pria itu, mendadak Jae-bi menyadari ada yang salah dengan dirinya sendiri. Jantungnya berdebar. Namun, kali ini tak berdebar karena takut Jung-won akan membuat masalah.

Ia tak mengerti apa yang ia rasakan. Ia hanya yakin bahwa itu bukan perasaan marah atau terganggu. Rasanya lebih akrab. Jae-bi menyimpan dalam catatan hatinya untuk menamai perasaan itu nanti ketika ia sudah tak lagi abu-abu.

"Jung-won ssi?"

Pria itu mendongak, lalu tersenyum lebar dan Jae-bi menahan diri agar tak ikut tersenyum. Jung-won beranjak dari duduk sambil berkata, "Aku baru saja akan meneleponmu untuk memberi tahu bahwa aku ada di lobi. Tenang saja. Aku berencana menelepon ponselmu, bukan radio."

"Apa yang kau lakukan di sini?"

Senyum Jung-won makin lebar hingga Jae-bi yakin ujung-ujung bibir Jung-won bisa menyentuh telinganya jika ia tersenyum sedikit lebih lebar lagi. Pria itu mengangkat sebuah keranjang dari sofa, kemudian menyodorkannya pada Han Jae-bi.

"Mau menemaniku makan malam?"

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang