Hal pertama yang Han Jae-bi rasakan ketika membuka mata pagi itu adalah sakit luar biasa di kepala. Lalu tiba-tiba, gejolak yang berasal dari perutnya datang menyusul. Jae-bi bergegas bangkit dari tempat tidur dan menuruni tangga menuju kamar mandi. Dikeluarkannya isi perut hingga ia merasa tak memiliki apa pun lagi di dalamnya. Setelah itu, Jae-bi merasa jauh lebih baik. Ia membersihkan mulut sebelum membasuh wajah. Kepala Jae-bi kemudian terangkat untuk memandang wajahnya sendiri di balik cermin wastafel. Ada kantung mata mengerikan di sana dan Jae-bi merasa pipinya membengkak.
Alkohol sungguh mengerikan.
Setelah membersihkan diri, Jae-bi merasa lebih segar dan dapat berpikir dengan lebih waras. Perutnya yang barusan mengeluarkan isi tanpa ampun itu kini mendadak merasa lapar. Han Jae-bi baru saja mempertimbangkan untuk memasak, meminta makan kepada Ah-ra, atau memesan makanan saja ketika matanya menangkap tudung saji di atas meja. Ia berjalan mendekat, menyadari bahwa ada sebuah memo tertempel di sana.
Aku tahu aku tidak pandai memasak. Tapi cobalah untuk menghabiskan sup ini meskipun rasanya mengerikan. Setelah itu, kau harus meminum obat untuk menghilangkan pengar.
-Produser tampan-Jae-bi mendengkus setelah melihat betapa narsis orang yang menulis memo itu. Kemudian ia membuka tudung saji dan menemukan semangkuk sup serta sebotol obat pereda pengar. Disentuhnya mangkuk sup itu. Masih hangat. Persis seperti apa yang ia rasakan di dalam benaknya. Ini kali kedua produser tampan itu memasak untuknya. Jae-bi tak bisa menghalau kehangatan yang menjalar ke seluruh tubuh.
Jae-bi menarik kursi, duduk, lalu mulai makan. Sup itu terasa hambar, tapi tak masalah. Jae-bi akan memakannya hingga tandas karena pria itu sudah susah payah membuatnya. Omong-omong soal pria itu, ke mana dia sekarang?
Ring. Ring. Ring. Ring. Yeojeonhi bappeun ni pon oneuldo buri na ....
Oh. Ponselnya berdering. Jae-bi bangkit untuk mencari ponselnya. Di mana ia meletakkan ponsel semalam? Ia tidak ingat. Jika dipikir-pikir, ia juga tidak ingat apa yang terjadi semalam. Hal terakhir yang diingatnya adalah ia menangis tersedu dalam pelukan Choi Jung-won dalam keadaan setengah mabuk.
Oh astaga. Dia mabuk. Di otak Jae-bi kini sudah tergambar hal-hal mengerikan yang mungkin saja ia lakukan tanpa sadar. Bernyanyi seperti orang sinting. Berteriak di tengah jalan. Menari tanpa musik di tengah kerumunan. Atau … ah, di sana rupanya si ponsel berada.
“Halo.”
“Halo, Nona Han. Sudah merasa baikan?”
Jae-bi mengulas senyum tipis. Ia menggumam sebagai jawaban, lalu berjalan kembali ke meja makan.
“Aku memasakkan sup untukmu.” Jeda sejenak. “Kuharap rasanya tidak terlalu mengerikan.”
Sekali lagi, Jae-bi tersenyum. “Rasanya enak.”
“Aku tahu kau sedang berdusta, tapi mari kita anggap kau mengatakan yang sebenarnya. Omong-omong, kau mau makan siang apa? Akan kubawakan nanti.”
Apa yang ada di otak pria itu hanya makanan? Jae-bi bahkan belum menghabiskan sarapannya, tapi pria itu sudah membicarakan menu makan siang.
“Kau akan ke sini?”
“Ya. Pekerjaanku selesai di jam makan siang.”
Jae-bi diam sejenak untuk berpikir. Ia tiba-tiba ingin memakan nasi dan lauk sederhana. Di saat seperti ini, ia hanya ingin sesuatu yang mudah dibuat.
“Datanglah. Aku akan memasak.”
“Kau … sudah bisa memasak?”
Pria itu terdengar ragu. Han Jae-bi sampai harus mendengkus karena sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...