Surat untuk Jae-bi

16 2 7
                                    

Menjadi penyiar radio memang bukan rencana Han Jae-bi. Namun ketika untuk pertama kalinya ia bertemu pelantang suara, berbicara di sana dengan suaranya sendiri, Jae-bi merasa pekerjaan ini memang tercipta untuknya. Ia selalu menyukai ruangan kedap suara yang menjadi miliknya pribadi untuk satu jam penuh. Pada perangkat yang merekam dan memancarkan suara. Pada instruksi operator sebagai komando untuk mulai dan berhenti. Pada surat-surat penggemar yang tak pernah membosankan. Serta pada perasaan hangat mengetahui bahwa di luar sana, seseorang mendengarkan suara Jae-bi. Entah secara seksama, sambil lalu, atau hanya untuk menemani rasa sepi. Untuk alasan sederhana itu, Jae-bi merasa dirinya sedikit berguna.

Lagu berjudul Little Girl dari Monogram yang saat ini sedang diputar sudah memasuki chorus terakhir. Jae-bi bersiap dengan headphone dan mendekatkan kembali dirinya ke pelantang suara untuk menyapa pendengar. Di saat yang sama, Yoon Eun-jae, salah satu penulis naskah program Surat untuk Semesta masuk ke dalam ruang siaran dan menghampiri Jae-bi dengan tergesa.

“PD nim ingin kau membacakan satu surat lagi.”

Jae-bi berkerut kening. Seharusnya sudah tidak ada surat lagi karena setelah lagu ini selesai, Jae-bi harus menutup acara. Namun karena ini adalah perintah langsung dari atasannya, maka Jae-bi tak bisa menolak meskipun ia bingung karena diminta membaca satu surat ekstra. Lagipula waktu sudah semakin sedikit karena lagu yang diputar benar-benar sudah hampir selesai.

Dengan cepat Jae-bi meraih kertas surat yang diberikan Eun-jae dan langsung menyapa pendengar karena lagu Little Girl sudah benar-benar selesai, mengabaikan perasaan aneh karena surat ini ditulis di kertas, bukan melalui surel seperti biasanya.

“Itu dia tadi Monogram dengan Little Girl untuk Nona Lim. Semoga lagu ini dapat membuat Anda dan pendengar lainnya merasa lebih baik.” Jeda sejenak. “Waktu sudah menunjukkan pukul 19:55 dan seperti biasa, inilah saatnya kita berpisah. Namun, malam ini spesial karena saya akan membacakan satu surat ekstra untuk pendengar Surat untuk Semesta.”

Jae-bi membuka kertas di tangannya. Ia hampir terkesiap ketika membaca nama pengirim surat itu. Meski dengan susah payah, Han Jae-bi berusaha untuk bersikap profesional dan membaca surat itu seperti seharusnya. Meski dalam hati ia berubah waspada sebab mengantisipasi kekacauan yang menunggunya di depan mata.

“Selamat malam, aku Choi Jung-won.” Suara Jae-bi terdengar aneh di telinganya sendiri ketika mulai membacakan surat. Ia harus mengambil jeda lagi untuk bicara lebih lancar ketika melanjutkan, “Apakah para pendengar masih mengingatku? Aku pernah menelepon dan membuat kekacauan karena mengajak Nona Han bertemu melalui radio. Aku meminta maaf atas kekacauan tersebut, tetapi harus kukatakan bahwa aku tidak menyesal. Aku tidak menyesal pernah menelepon radio ini karena setelahnya, aku bisa mengenal lebih jauh seorang gadis yang luar biasa.”

Perlahan, Jae-bi merasakan kewaspadaannya menurun digantikan dengan perasaan membuncah di dada. Hatinya menghangat, tetapi jari-jari tangannya dingin dan bergetar karena gugup. Ia jelas tahu siapa gadis yang Jung-won maksud di surat itu. Para pendengar juga tahu pasti siapa yang Jung-won maksud karena pria itu hanya meminta satu orang untuk ditemui. Pria itu menelepon seperti orang gila hanya untuk menemui Han Jae-bi.

“Gadis yang sama juga merekomendasikanku menulis surat agar aku tidak lagi membuat onar karena menelepon. Jadi malam ini aku datang bersama surat, walaupun sepertinya dengan cara ini pun aku masih sedikit mengacau.” Jae-bi menggigit bibir untuk menahan senyum. Pria itu memang mengacau karena Jae-bi harus membacakan suratnya di saat seharusnya menutup acara.

“Apakah kau pernah bertemu dengan seseorang dan merasa bahwa kau ingin terus bersamanya meski orang itu selalu marah jika kau muncul di hadapannya? Kurasa aku mengalaminya. Gadis itu selalu marah di pertemuan-pertemuan awal kami. Sebagian besar memang karena salahku, tapi kurasa dia memang gadis yang pemarah. Setidaknya itu yang kupikirkan sampai akhirnya aku sadar bahwa dia gadis yang manis dan pemaaf. Dia juga suka jenis musik yang kusukai, pandai memasak, sangat perhatian, mandiri, dan kuat. Aku belum pernah berjumpa dengan gadis yang sekuat dirinya.

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang