“Halo, Hyung. Kau sedang apa?”
Cha Hyun-dae mengerutkan keningnya, heran. Ada apa gerangan sehingga tiba-tiba Jung-won meneleponnya dan bertanya apa yang sedang ia lakukan? Padahal sudah tiga hari sejak adik sepupunya itu datang ke apartemennya dan sama sekali tidak menghubungi lagi. Nah, ia yakin bocah itu pasti menginginkan sesuatu.
“Katakan, apa maumu?”
Kali ini Hyun-dae mendengar Jung-won terkekeh di ujung sana sebelum menjawab, “Aku hanya bertanya-tanya apa keyboard di rumahmu itu masih berguna atau hanya dipajang?”
Hyun-dae langsung mencibir. Benar tebakannya. Anak itu tidak akan terlalu baik meneleponnya hanya untuk bertanya kabar. Ia memang memiliki sebuah keyboard, benda yang dulu sering dimainkannya saat masih menjadi anggota band semasa kuliah. Sekarang saat sudah bekerja dan hengkang dari band, keyboard itu tak ubahnya barang usang tanpa pemilik.
“Ambil saja kalau kau mau.”
“Wah ... kau memang yang terbaik, Hyung.”
“Memangnya kau sudah mulai bekerja?”
“Belum. Aku baru mulai minggu depan. Tapi malam ini ada banyak sekali ide lagu bermain di kepalaku. Aku harus cepat-cepat menemukan nadanya dengan instrumen sebelum ide itu menguap. Aku akan mengambilnya sekarang.”
“Sekarang? Saat ini juga? Di tengah hujan seperti ini?” Hyun-dae menatap ke luar apartemennya yang diguyur hujan lebat. “Dengan apa kau membawanya? Benda itu berat dan merepotkan, Jung-won ah. Kau yakin?”
“Ya! Aku sungguh tidak bisa menunggu. Kuharap kau tidak keberatan aku datang cukup larut. Lagipula aku sudah mendapat mobil.”
“Kau? Kapan?”
“Pagi tadi. Sebenarnya ini mobil bekas Ayah. Aku menerimanya tadi setelah berkunjung.”
“Kau pergi ke rumah orang tuamu? Itu sebabnya kau menghilang tiga hari ini?”
“Kau merindukanku, Hyung?”
“Tentu saja tidak. Jangan terlalu perasa. Cepat ambil keyboard-nya sebelum aku berubah pikiran!”
“Astaga, kau mudah sekali merajuk. Tapi baiklah. Terima kasih, Hyung.”
***
Jung-won memutus sambungan telepon lalu melesat turun ke basement setelah menyambar kunci mobil barunya yang sebenarnya adalah mobil bekas. Sambil bersiul rendah, ia melajukan mobilnya pelan keluar dari gedung apartemen.
Malam ini ia mendapat begitu banyak ide untuk menulis lagu. Entah dari mana datangnya. Padahal sudah berminggu-minggu ia berusaha menciptakan nada tanpa hasil, dan hari ini, tiba-tiba saja semuanya terasa mudah.
Mungkin suasana baru di Seoul membawa pengaruh baik. Mungkin karena ia bertemu kembali dengan Hyun-dae dan orang tuanya setelah sekian lama. Mungkin karena sekarang ia sudah bisa berdamai dengan dirinya sendiri, sehingga hatinya menjadi lebih ringan. Mungkin karena … oh? Bukankah itu Nona Han?
Jung-won menajamkan matanya untuk memastikan bahwa ia tak salah mengenali. Ketika mobilnya bergerak lebih dekat, ia bisa yakin bahwa gadis yang sedang berdiri di depan gedung stasiun radio itu memang Han Jae-bi. Gadis itu sedang mengutak-atik sesuatu di tangannya. Benda persegi panjang. Ponsel?
Jung-won menepikan mobil.
“Butuh tumpangan, Nona Han?”
Han Jae-bi mendongak untuk melihat siapa yang menyapanya. Jung-won bisa melihat gadis itu mengernyitkan dahi sebelum menjawab ketus. “Tidak, terima kasih.”
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...