Demam

26 4 0
                                    

Pintu itu menutup sempurna dan sosok Oh Ah-ra menghilang di baliknya. Gadis itu sempat mengomel singkat dan bersumpah akan menyeret Jae-bi keluar dari kamar karena terlambat. Jung-won terkekeh geli. Ini memang sudah waktunya mereka berangkat ke Busan. Ia sudah tiba di unit apartemen Hyun-dae sejak lima belas menit yang lalu, tetapi tidak ada tanda-tanda Jae-bi muncul. Ah-ra yang mulai kesal memutuskan untuk menjemput gadis itu daripada menunggu lebih lama.

“Ah-ra ssi tampak sangat dekat dengan Nona Han.”

Jung-won tak dapat menahan dirinya sendiri untuk berkomentar.

“Ya, mereka memang begitu. Atau lebih tepatnya, Ah-ra bertingkah seperti orang tua yang bertugas mengasuh Jae-bi.”

Itu benar. Namun jika dipikir-pikir, tidak hanya Ah-ra yang memperlakukan Jae-bi seperti itu. Hyun-dae dan keluarga Song juga begitu menjaga Jae-bi seperti adik kecil yang butuh perlindungan.

“Itu karena kami pernah hampir kehilangannya.”

Ucapan Hyun-dae sontak membuat Jung-won menegang. Apa maksudnya?

“Dia belum cerita?”

“Tentang apa?”

Hyun-dae tak langsung menjawab. Jung-won bisa melihat kakak sepupunya itu sedang menatapnya dengan tatapan menilai. Choi Jung-won mungkin sudah tahu beberapa hal tentang Jae-bi dari gadis itu sendiri. Namun ketika melihat Hyun-dae tampak menimbang-nimbang sesuatu, ia tahu bahwa ia belum benar-benar mengenal Jae-bi seperti yang ia duga.

Gadis itu seperti buku detektif yang tak tuntas. Jung-won merasa dirinya diliputi rasa penasaran yang amat sangat, tetapi sadar bahwa ia harus menahan diri jika tak ingin menyinggung perasaan Han Jae-bi.

“Kurasa ini adalah sesuatu yang harus disampaikan Jae-bi sendiri, Jung-won ah. Aku tidak ingin melewati batas.” Dan Jung-won juga tidak mungkin memaksa. “Kami hanya berusaha melindunginya sebaik yang kami bisa. Anak itu telah kehilangan sebagian besar dari hidupnya dan kami tidak akan membiarkannya kehilangan lebih banyak.”

Jika diizinkan, Jung-won juga ingin menjaga milik Jae-bi yang tersisa.

***

Akhir pekan. Sesuai rencana Hyun-dae tempo hari, seharusnya saat ini mereka pergi ke pantai. Namun Jae-bi malah tergeletak lesu di atas ranjangnya dengan tubuh panas dan hidung tersumbat. Ia menyesal karena menerobos hujan kemarin sore saat berangkat bekerja. Sebenarnya hujan itu tak terlalu lebat, tapi ternyata cukup untuk membuatnya tumbang. Ia sudah merasakan gejalanya sejak makan malam di kedai mi bersama Hyun-dae dan Jung-won. Ia juga sudah menenggak obat yang dibelikan Jung-won dengan paksa. Namun sepertinya obat itu tak cukup manjur karena ia mendapatkan demam pagi ini.

Jae-bi terbatuk sekali. Lalu ingatannya terlempar saat ia menyantap makanan manis kemarin siang, ditambah es dan makanan ringan yang asin-asin. Ia menyesal sekali lagi karena kecerobohannya itu, ia mendapatkan ekstra sakit karena tenggorokannya meradang.

“Aku ingin ke pantai.” Jae-bi mengerang sambil meringkuk lebih dalam di balik selimut. Kepalanya pusing, tenggorokannya sakit, hidungnya tersumbat, dan ia merasa badannya panas. Ia sudah pasti tak akan bisa pergi ke pantai meskipun ia ingin. Sekalipun ia sudah berjanji kepada Hyun-dae untuk ikut serta, menjadi saksi saat pria itu melamar Ah-ra. Jadi, ia hanya bisa berharap ia tak mengacaukan acara yang sudah Hyun-dae susun sedemikian rupa.

“Jae-bi ya, kau sudah siap untuk … astaga. Apa kau belum bangun?”

Jae-bi pasti hampir tertidur tadi sampai tak sadar Ah-ra sudah naik ke kamarnya. Ia hanya mengerang kecil sambil berusaha membuka mata.

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang