Pembuat Masalah itu Bernama Choi Jung-won

77 11 4
                                    

Sayangnya hidup tidak selalu berjalan sesuai rencana. Jae-bi terlalu percaya diri ketika menganggap dirinya tidak akan lagi mengalami kesialan dan bertemu dengan Choi Jung-won. Kemalangannya baru saja dimulai ketika ia terpeleset di jalan licin malam harinya setelah keluar dari gedung stasiun radio dan menyeberangi jalan.

Ia sudah pasrah akan jatuh lagi―di tempat yang sama―ketika ada sesuatu yang menahannya. Sesuatu yang memiliki tangan, dada bidang, serta aroma yang mengingatkan Jae-bi akan hujan. Dan sesuatu itu ternyata adalah Choi Jung-won, orang yang paling tak ingin ditemuinya.

"Hobimu jatuh, ya, Nona Han?"

Han Jae-bi mengerjapkan matanya tiga kali sebelum menyadari dirinya sedang berada di pelukan seorang Choi Jung-won. Jantungnya berdesir. Wajah pria itu dekat sekali.

Astaga ... Astaga ....

Ia segera tersadar dan melepaskan diri dari rangkulan Jung-won. Namun gerakannya terlalu cepat sehingga ia pasti jatuh lagi jika Jung-won tidak kembali menahannya.

"Ups, hati-hati."

Jae-bi merasakan Jung-won membantunya berdiri dengan benar terlebih dahulu sebelum menghela tubuh Jae-bi ke sisi lain trotoar agar tidak mengganggu pejalan kaki. Setelahnya, Jae-bi merasakan Jung-won melepas rangkulan dan memasukkan kedua tangannya ke saku mantel.

"Aku serius, Nona Han. Apa jatuh adalah hobimu? Ini sudah kedua kalinya aku melihatmu jatuh." Lalu Jung-won menelengkan kepalanya ke kiri. "Atau ketiga kalinya?"

Jae-bi tidak terlalu mendengarkan ucapan Jung-won. Ia sedang sibuk merapikan pakaian dan rambutnya yang sedikit berantakan serta earphone-nya yang terlepas dari sebelah telinga karena insiden tadi. "Entahlah."

Sebenarnya Jae-bi merasa tidak nyaman berada di dekat Jung-won seperti ini. Bayangan akan melayang jatuh saat ada lelaki itu di sekitarnya membuat Jae-bi merasa perlu waspada. Kakinya sudah seperti pegas yang sewaktu-waktu bisa melompat jauh kalau-kalau pria itu membuat gara-gara dengannya. Meski kali ini Jung-won datang sebagai pahlawan, Jae-bi harus tetap merancang strategi untuk kabur.

Ia melipat tangan di depan dada untuk menghalau hawa dingin sekaligus melindungi dirinya sendiri dari Jung-won, kemudian berusaha bertanya dengan nada datar. "Kau sedang apa di sini?"

Bukan apa-apa. Ia perlu memastikan apakah pria itu menguntitnya atau tidak. Sungguh Jae-bi berusaha agar suaranya terdengar datar. Akan tetapi yang dikeluarkannya malah terdengar seolah ingin mengusir. Jae-bi tidak menyesal dan Jung-won juga tampak tidak memusingkannya.

"Hanya jalan-jalan lalu minum kopi di sana. Kafe itu punya americano terbaik."

Jae-bi melihat ke arah yang ditunjuk Jung-won. Sebuah kafe dua lantai yang berdesain minimalis. Ia sudah sering mengunjungi kafe itu mengingat letaknya yang dekat dengan tempatnya bekerja. Meski Jae-bi tidak suka minum kopi, tetapi rekan-rekan kerjanya mengatakan bahwa americano di kafe itu sangat enak. Jae-bi percaya-percaya saja dengan info itu.

"Omong-omong, kemarin aku melihat orang jatuh terpelanting dari sana." Kali ini Jung-won menunjuk lantai dua yang dipagari teralis besi dengan meja dan kursi kecil tersusun rapi. Ketika mendongak untuk melihat lantai dua yang ditunjuk Jung-won, Jae-bi berkerut kening. Ini seperti deja vu. Ia merasa pernah melakukan ini sebelumnya. "Dia jatuh tepat di tempatmu hampir jatuh tadi."

Tunggu dulu.

Jae-bi memutar memori otaknya untuk mengingat-ingat apa yang membuat tempat itu terasa tidak asing dan mengapa ucapan Jung-won terdengar seperti sesuatu yang pernah dialaminya.

Kemarin. Berjalan cepat. Terpeleset. Jatuh. Kertas berhamburan. Bokongnya sakit. Dan seseorang menertawakannya dari atas.

Tempat itu ....

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang