Ternyata Jung-won mengajaknya ke sebuah toko musik. Pria itu ingin membeli sebuah gitar akustik dan beberapa peralatan yang tidak Jae-bi ketahui namanya. Sementara Jung-won memilih beberapa gitar yang ditawarkan oleh pramuniaga, Jae-bi berkeliling untuk melihat-lihat.
Toko ini cukup luas dan sepertinya lengkap. Ia bisa melihat segala alat musik dari yang bentuknya familier hingga yang namanya saja ia tak tahu. Jae-bi tak bisa memainkan alat musik. Jadi ia hanya bisa melihat-lihat saja untuk menghilangkan bosan. Ia beruntung karena di sisi lain toko, ia menemukan album-album musik berjejer rapi dalam rak yang rendah.
Kini Jae-bi bisa tersenyum karena tempat ini ternyata memiliki koleksi album yang cukup lengkap dan dikategorikan sesuai genre-nya sehingga mudah dicari. Bahkan ia juga menemukan musik instrumental di sana. Jae-bi memutuskan untuk melihat-lihat album di area musik jazz.
Ia berjalan pelan ke arah yang ditujunya, berhati-hati sebab lantai yang ia pijak masih licin karena baru dipel. Ia menunduk dan memperhatikan langkahnya. Sungguh ia berjalan dengan hati-hati. Tetapi sepertinya hal itu juga tidak menjamin ia bisa melangkah dengan selamat. Tidak, karena seseorang entah siapa yang terlihat sangat buru-buru tak sengaja menyenggol bahu Jae-bi dari belakang. Senggolan itu cukup keras sehingga Jae-bi terhuyung dan menubruk sesuatu di depannya.
Tidak sakit, pikir Jae-bi. Dan, kenapa ia mencium harum yang mengingatkannya pada hujan? Jae-bi masih betanya-tanya ketika ia merasa telinganya mendengar suara seperti degup jantung dan sesuatu yang ia tubruk itu memeluk tubuhnya untuk menahan agar ia tidak jatuh.
“Sebaiknya Anda hati-hati, Bung.”
“Maafkan saya.”
Lalu Jae-bi mendengar derap langkah orang yang menjauh dengan cepat, kemudian hilang sama sekali.
“Kau tak apa, Nona Han?”
Lima detik.
Butuh waktu lima detik bagi Jae-bi untuk menyadari bahwa sesuatu yang ia tabrak adalah Choi Jung-won dan saat ini ia ada dalam pelukan pria itu.
Astaga!
Jae-bi perlahan mendongak, mendapati sepasang mata cokelat gelap tengah menatapnya dalam-dalam. Ia baru tahu, ternyata warna mata seperti itu sangat bagus. Dan teduh. Dan jernih. Dan ia bahkan bisa melihat bayangannya sendiri dari sana. Dan ....
“Kau tak apa?”
Jae-bi tersentak ketika Jung-won mengulangi pertanyaannya. Ia langsung tersadar, buru-buru melepaskan diri dari pelukan Jung-won.
“Mm,” gumamnya gugup. Aneh. Jantungnya normal-normal saja tadi, bahkan ketika ia masih dalam pelukan Jung-won. Tapi kenapa sekarang jantungnya berpacu dengan sangat cepat? Jae-bi merasakan pipinya panas. Ini memalukan.
“Kau jatuh lagi, Nona Han.”
“Ya?” Jae-bi menyadari ia masih berdiri terlalu dekat dengan Jung-won. Ia mundur dua langkah untuk menciptakan jarak.
“Kau jatuh lagi,” ulang Jung-won. “Sepertinya kau memang hobi sekali jatuh, ya?”
“Ah, itu ...” Demi Tuhan! Pikirkan sesuatu yang lebih cerdas, Han Jae-bi! “Itu bukan salahku!”
“Ya, sepertinya begitu. Karena tadi aku melihatmu berjalan sangat pelan sambil menunduk sampai tidak sadar bahwa aku sudah ada di depanmu.”
Jae-bi menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga, berpikir-pikir untuk mengalihkan topik pembicaraan. “Kau sudah selesai?” Ia bersyukur masih bisa bersikap normal meski harus bersusah payah terlebih dahulu.
“Ya. Aku sudah selesai dan menyadari ternyata kau sudah hilang. Aku mencarimu ke mana-mana. Ternyata kau di sini.”
“Hm.” Jae-bi berjalan melewati Jung-won, menyusuri jarinya ke deretan album musik tanpa benar-benar melihat apa yang disentuhnya. Sebenarnya ia hanya ingin mengembalikan kewarasan yang entah menguap ke mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...