Extra Part: Mari Berlomba

66 4 17
                                    

Berjalan-jalan di Hongdae seperti ini mengingatkan Jung-won pada kencan pertamanya dengan Jae-bi. Walaupun mungkin sebenarnya hanya ia yang beranggapan demikian sebab Jae-bi bahkan tidak tahu menahu dirinya sedang diajak berkencan.

Jung-won ingat betul detail hari bersejarah itu seperti sedang menonton film. Udara musim gugur yang kering, orang-orang yang menyanyi dan menari, lalu genggaman tangan itu … genggaman tangan pertama mereka. Meski hanya sebentar, meski itu dilakukannya dengan alibi menuntun Jae-bi keluar dari kerumunan, meski ia melepaskannya segera setelah mereka sampai di mobil, Jung-won merasa begitu senang. Dan tidak ada yang lebih bisa membuatnya bahagia selain menyadari fakta bahwa saat ini ia memiliki akses penuh untuk menggenggam jemari itu kapan pun ia ingin. Meski tanpa alasan.

Jung-won melirik jemari Jae-bi yang berada dalam genggamannya, mengusapnya pelan, dan berpikir bahwa ini terasa menyenangkan. Gadis itu memiliki jari-jari yang mungil dan pendek. Kadang-kadang Jae-bi mengeluh sebab jarinya tidak selentik milik gadis-gadis lain. Jung-won tidak mengerti mengapa Jae-bi begitu iri pada pemilik jemari lentik. Baginya, milik gadis itu sudah sempurna. Begitu pas dalam genggamannya, menguarkan kehangatan yang menyenangkan, dan membuat Jung-won merasa begitu lengkap.

“Oh, mereka sangat pandai menari!” seru Jae-bi sambil menunjuk ke arah sekelompok pria tanpa alas kaki yang sedang menari dalam balutan pakaian serbahitam. Pakaian itu begitu tipis dengan beberapa aksen robek di bagian bahu. Jung-won jadi bertanya-tanya apakah mereka tidak merasa kedinginan. “Judul lagu itu Black Swan.”

Jung-won menunduk untuk menatap Jae-bi. “Kudengar lagu itu terinspirasi dari kutipan tokoh terkenal. Katanya penari mati dua kali. Kematian pertama adalah ketika dia berhenti menari, dan itu yang paling menyakitkan.” Kemudian ia diam, tecenung oleh ucapannya sendiri.

Sesungguhnya ini adalah sesuatu yang mengerikan. Mengetahui bahwa kau telah kehilangan sesuatu yang selama ini menjadi bagian terbesar dalam hidupmu akan terasa begitu mengerikan. Jung-won tidak bisa membayangkan apa jadinya jika suatu hari ia terbangun dari tidur dan mendapati gairahnya dalam bermusik lenyap. Apa yang harus ia lakukan saat itu?

“Kau tahu, ketakutan seperti itu akan terus ada.” Jae-bi mendongak dan Jung-won langsung melepaskan diri dari bayangan yang sesaat lalu melingkupinya. “Yang bisa kaulakukan saat ini adalah mengusahakan yang terbaik agar kelak kau tidak menyesal. Bukan kapasitas kita untuk mereka-reka masa depan.”

Sekali lagi untuk ke sekian kalinya, Jung-won jatuh cinta. Gadis itu selalu punya cara untuk membuat Jung-won sadar bahwa menikmati apa yang ia miliki saat ini sama pentingnya dengan merancang mimpi. “Kau benar. Mari kita nikmati hari ini.”

Diremasnya tangan Jae-bi sambil melangkah kembali, meninggalkan tarian Black Swan yang hampir usai.

Akhir pekan ini Hongdae cukup ramai. Orang-orang berjalan santai sambil menikmati busking yang berlangsung sepanjang jalan. Beberapa stand makanan dan permainan juga berjajar rapi, meramaikan suasana. Tteokpokki, kentang ulir, hot dog, sosis bakar, permainan melempar gelang ke leher botol, melempar bola ke tumpukan kaleng, meletupkan balon dengan anak panah darts. Oh, itu tampak menyenangkan. Senyum Jung-won mengembang tiba-tiba sebab sebuah ide cemerlang baru saja terlintas di otaknya.

“Nona Han.” Jung-won menahan Jae-bi hingga gadis itu berhenti melangkah. “Mari berlomba.”

Di hadapannya, Han Jae-bi mengangkat sebelah alis. “Lomba apa?”

Jung-won menunjuk ke arah stand balon dengan sebelah tangannya yang bebas. “Yang menang boleh menentukan menu makan selama satu minggu penuh, dan yang kalah tidak boleh menolak.”

Jae-bi mengangkat sebelah alisnya yang lain. “Ini terdengar sedikit merugikan. Dengan mengingat bahwa kau begitu menyukai makanan cepat saji, bagaimana jika kau menang dan memaksaku memakan makanan tidak sehat?”

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang