Jung-won membawa semangkuk besar sup hangat sambil mengikuti Ah-ra yang sedang mengoceh masuk ke dalam apartemen Jae-bi. Ia kemudian meletakkan mangkuk sup itu di meja makan, masih sambil mendengarkan ocehan Ah-ra.
“Aku membuat cukup banyak sup. Kau bisa ikut makan. Jangan makan langsung dari mangkuk besar. Gunakan mangkuk yang lebih kecil dan makanlah secara terpisah.” Ah-ra mengintip ke dalam mesin penanak nasi milik Jae-bi. “Masih ada sedikit nasi, tapi cukup untuk kalian berdua. Kau harus menanak nasi lagi untuk makan malam. Kau bisa menanak nasi, Jung-won ssi?”
“Bisa.”
“Bagus.” Ah-ra membuka kulkas dan mengeluarkan beberapa banchan dari dalam sana. “Kau bisa menghangatkan ini, ini, dan ini.” Ah-ra meletakkan tiga buah kotak makanan di atas kitchen island, lalu beralih ke rak di atas kompor untuk mengambil stoples bening. “Ini teh herbal untuk meredakan radang tenggorokan. Jangan diberi gula atau apa pun itu. Seduh dan berikan saja apa adanya. Rasanya sedikit pahit, tapi biarkan saja. Anggap saja sebagai hukuman untuk anak nakal itu. Bisa-bisanya dia sakit di saat seperti ini.”
Jung-won mengulum senyum melihat Ah-ra yang mencak-mencak tapi sebenarnya terlihat begitu khawatir.
“Aku benar-benar bisa mengandalkanmu, bukan?”
“Tentu.”
Ah-ra melepaskan napas berat, tapi kemudian ia menerbitkan seulas senyum. “Kalau begitu kupercayakan padamu. Telepon aku atau Oppa jika kau butuh bantuan.”
Jung-won mengangguk pelan, lalu mengantar Ah-ra menuju pintu.
“Oh.” Ah-ra berhenti sebentar sebelum benar-benar menutup pintu. “1006. Itu kata sandi apartemen ini. Jika sedang sakit, Jae-bi cenderung tidak bisa banyak bergerak. Jadi, kurasa akan lebih baik kau menerobos masuk saja daripada berharap anak itu datang membukakan pintu. Untuk berjaga kalau-kalau kau membutuhkan sesuatu di luar dan harus kembali lagi kemari.”
“1006. Tersimpan.”
Jung-won masih harus mendengarkan beberapa pesan dari Ah-ra sebelum gadis itu benar-benar menutup pintu dan pergi.
Ini dia. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Jung-won mencoba mengingat-ingat pesan dari Ah-ra.
“Ah benar. Makan siang.”
Jung-won memutuskan untuk menyiapkan makanan sesuai instruksi Ah-ra terlebih dahulu di meja makan sebelum beranjak menaiki tangga menuju kamar Jae-bi. Kamar itu berada di lantai tambahan, sehingga Jung-won tak bisa berdiri dengan tegak. Ia harus berjalan sambil membungkuk untuk dapat mendekati ranjang.
Kamar ini remang-remang dan menguarkan aroma khas yang Jung-won kenali sebagai aroma Han Jae-bi. Gadis itu hanya menggunakan lampu tidur bercahaya hangat di nakas samping ranjang. Di seberangnya, ada sebuah sofa kecil tanpa kaki beralaskan karpet berbulu, juga sebentuk meja kecil berwarna putih dengan keranjang di atasnya.
Di dalam keranjang itu, Jung-won melihat beberapa gulung benang wol, dua jarum besar, dan sepasang boneka rajut. Satu boneka berbentuk sosok laki-laki sudah tuntas, satu lagi berbentuk perempuan yang baru setengah jadi. Jung-won baru tahu bahwa Jae-bi pandai merajut. Gadis itu tidak pernah menunjukkan kemampuannya itu di hadapan Jung-won.
Omong-omong soal gadis itu, Jung-won melihat sang pemilik kamar tampak meringkuk di bawah selimut.
Jung-won bergerak mendekat. Wajah Jae-bi tampak memerah. Keringat mengalir dari dahinya. Jung-won menyentuh di sana dan merasakan panas di telapak tangannya. Gadis itu mengerang pelan, tampak begitu kesakitan. Hati Jung-won mencelos. Ia tak suka melihat Jae-bi terlihat lemah seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRAETH [Tamat]
RomanceHan Jae-bi bersumpah bahwa hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Bagaimana tidak? Hari ini ia sudah jatuh dua kali, menimbulkan satu luka di tungkai kanan, satu memar di dahi, satu peringatan keras karena terlambat, dan setumpuk omelan karena...