Choi Eun-ri

20 2 1
                                    

Terkadang hal-hal besar yang terjadi dalam waktu dekat dapat membuat seseorang merasa amat lelah meski tidak melakukan aktivitas fisik yang berat. Bagi Han Jae-bi, hari ini adalah salah satu dari hari melelahkan itu. Ia masih merasa terkejut ketika mendapat pernyataan cinta dari Choi Jung-won melalui radio. Namun tak sampai satu jam setelahnya, Jae-bi sudah berada di rumah sakit, menjenguk Jung-won yang berbaring tak sadarkan diri dengan lengan terbebat dan luka di sekujur wajah. Dua hal itu terjadi begitu cepat hingga Jae-bi merasa sebagian besar tenaga yang dimilikinya tersedot ke inti bumi, nyaris tak bersisa.

Choi Jung-won belum sadar. Meski dokter berkata bahwa pria itu akan bangun karena tidak memiliki luka yang terlalu dalam di bagian kepala, Jae-bi masih merasa begitu khawatir. Ia mungkin tidak akan merasa tenang hingga Jung-won mengatakan sendiri bahwa dirinya baik-baik saja. Oh, mungkin itu juga tidak benar karena Jae-bi masih akan terus khawatir kerena luka di tubuh pria itu jelas terlihat begitu menyakitkan.

Jae-bi mengambil napas dalam-dalam, lalu memutuskan untuk keluar ruangan. Ia merasa perlu sedikit udara segar untuk menghilangkan sesak yang bercokol di dalam dadanya. Di luar ruangan, ayah dan ibu Jung-won duduk mengobrol bersama Hyun-dae dan Ah-ra. Jae-bi berjalan pelan menghampiri mereka, menunduk singkat untuk memberi hormat.

"Bibi ingin pulang ke rumah atau menginap di tempat Jung-won?"

"Mungkin kami akan pulang. Kami tidak tahu kata sandi apartemen Jung-won."

"Oh, benar juga. Itu juga bukan apartemen yang memiliki kartu akses." Hyun-dae mengetuk-ngetukkan tangan ke pahanya sendiri, tampak sedang memutar otak. "Atau kita bisa meminta bantuan petugas yang berjaga. Aku rasa mereka akan mengizinkan keluarga masuk di situasi genting seperti ini."

"Kurasa itu ide bagus. Bagaimanapun juga kita tetap harus mengambil beberapa kebutuhan Jung-won."

Jae-bi tidak tahu apakah ini waktu yang tepat untuk ia bicara. Apa yang hendak diucapkannya mungkin akan terdengar aneh dan cukup menarik rasa curiga. Namun ia harus tetap mengatakannya karena orang tua Jung-won memang sedang butuh bantuan.

"Maaf." Ucapan Jae-bi sukses menarik perhatian semua orang meski ia bicara dengan pelan. "Saya tahu kata sandi apartemen Jung-won ssi."

Jae-bi sudah hampir siap menerima tatapan penuh curiga dan selidik dari keluarga Jung-won. Meskipun ia dan Jung-won bisa dibilang cukup dekat hingga mengetahui kata sandi apartemen masing-masing―meski dengan cara yang sedikit unik, bagi keluarga Jung-won, Jae-bi tetaplah orang asing. Wajar jika keluarga Jung-won merasa curiga karena orang asing malah lebih mengetahui kehidupan pribadi Jung-won daripada keluarganya sendiri.

Namun, apa yang Jae-bi takutkan tidak terjadi. Ayah dan ibu Jung-won tampak tenang di hadapannya. Tidak ada tatapan curiga dan penuh selidik dari kedua orang itu. Yang Jae-bi dapatkan justru senyuman tulus dari ibu Jung-won.

"Terima kasih. Itu sangat membantu."

Han Jae-bi merasa lega. Ia membalas senyum itu dan menunduk sekali lagi dengan hormat. Setelahnya, ia memberi tahu kata sandi apartemen paling sederhana itu kepada orang tua Jung-won.

"Seharusnya aku bisa menebak kata sandi anak bodoh itu." Ibu Jung-won terkekeh geli. "Sebaiknya kalian pulang dan beristirahat. Jam besuk juga sudah hampir habis."

"Aku akan antar Bibi dan Paman."

"Tidak perlu. Kami membawa mobil dan kami juga sudah tahu tempat tinggal Jung-won. Tidak perlu khawatir."

Cha Hyun-dae terlihat mengangguk patuh sebelum mengalihkan perhatian kepada Jae-bi. "Ayo kita pulang, Jae-bi ya."

"Aku?" Jae-bi mengerjap pelan. "Sepertinya aku akan tinggal sebentar lagi. Aku butuh kopi."

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang