Epilog

93 5 2
                                    

Ini bukan pesta pernikahan pertama yang Han Jae-bi hadiri. Namun pesta kali ini terasa berbeda karena sang pengantin adalah dua orang penting dalam hidupnya.

Cha Hyun-dae dan Oh Ah-ra berdiri berdampingan di tengah ruangan. Yang satu tampak tampan dalam balutan jas hitam, satunya lagi luar biasa cantik bersama gaun putih yang melebar dari pinggang hingga menutupi kaki. Mereka tampak begitu serasi dan bahagia. Jae-bi mengembangkan senyum, turut merasakan bahagia yang sama.

"Di sini terlalu ramai."

Seseorang berbisik di belakang Jae-bi. Ia berbalik badan dan langsung menemukan Choi Jung-won berdiri di sana dalam balutan jas hitam dengan dasi berwarna navy yang senada dengan gaun Jae-bi. Ini adalah kali pertama Jae-bi melihat Jung-won mengenakan pakaian formal dan ia terpesona. Choi Jung-won benar-benar terlihat tampan. Persis seperti yang selalu pria itu sombongkan.

Ini terlalu berbahaya. Jae-bi tidak bisa memfokuskan pikiran jika Jung-won terus berada di sekitarnya dengan penampilan seperti itu. Ia bahkan setengah sadar ketika Jung-won menghela dirinya menuju sudut yang tidak terlalu ramai di dekat sebuah pilar besar dan meja minuman.

"Aku tidak terlalu suka keramaian."

Jae-bi tahu itu dan ia juga tidak terlalu menyukai suasana ramai. Dari tempat mereka berdiri, Jae-bi bisa melihat semua orang di pesta itu tanpa terlibat di dalamnya. Orang-orang berbusana bagus saling bercengkrama dan menikmati kudapan. Semua orang yang Jae-bi kenal dan sayangi juga ada di sana. Ah-ra dan Hyun-dae si bintang utama, rekan-rekan kerjanya, keluarga Bibi Song, keluarga Choi Jung-won, dan Choi Jung-won itu sendiri.

"Gelas-gelas champagne itu tampak sangat cantik, tapi aku tidak akan membiarkanmu meminumnya, Nona Han." Jung-won mengangsurkan segelas jus buah ke hadapan Jae-bi dengan tangan kanan, sementara tangan kiri pria itu memegang gelas minumannya sendiri.

Melihat tangan kiri pria itu, ingatan Jae-bi otomatis melayang menuju satu tahun lalu. Jung-won tidak ingin memperpanjang masalah dengan mengadili sopir truk yang menabraknya. Sopir itu sudah meminta maaf dengan tulus, menyesali perbuatannya, mengganti rugi, dan bagi Jung-won itu sudah cukup. Tangan kiri Jung-won sembuh setelah beberapa bulan melakukan perawatan dan Jae-bi menjadi salah satu orang yang paling bahagia selain si empunya tangan. Bahkan Jae-bi sendiri yang menemani Jung-won melepas gips di rumah sakit.

"Kenapa aku tidak boleh minum alkohol?"

"Karena kau tidak menyukainya."

Mata Jae-bi menyipit tak suka, terlebih ketika ia melihat gelas tinggi milik Jung-won yang berisi champagne. Ia mungkin memang tidak menyukai minuman beralkohol, tetapi bukan berarti ia sama sekali tidak ingin meminumnya. Gelas-gelas champagne itu terlihat sangat cantik dan Jae-bi tergoda untuk mencicipi.

"Kau curang."

Yang didapat Jae-bi sebagai balasan hanya kekehan geli dan cubitan ringan di pipi. "Kau menggemaskan. Aku ingin memasukkanmu ke dalam saku."

"Kalau begitu kau butuh saku sebesar karung."

Jae-bi ikut terkekeh. Kemudian suara denting piano dari atas panggung mengalun dan menarik perhatian mereka. Hyun-dae duduk di sana, memainkan melodi lembut yang tidak Jae-bi kenal. Sementara itu, Oh Ah-ra berdiri di seberang lainnya, tersenyum dan terpesona. Melihat itu, senyum Jae-bi ikut mengembang lebar sebelum akhirnya menyusut pelan ketika ia mengingat sesuatu.

"Mereka berencana mencari tempat tinggal yang lebih besar."

Jae-bi yakin ia hanya bergumam. Namun sepertinya ia bergumam cukup keras karena Jung-won menyahutinya. "Dan kau merasa sedih karena ditinggal sendirian?"

HIRAETH [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang