Seperti hari-hari sebelumnya, Jennie sarapan seorang diri. Mengingat semalam Jungkook pamit untuk survei rumah baru. Entah untuk siapa rumah itu, yang jelas Jennie sama sekali tidak ingin tahu karena baginya rumah ini sudah cukup nyaman untuknya. Yah, Jennie baru mengetahui kalau rumah ini adalah kado pernikahan dari ayah mertuanya. Baru beberapa hari lalu Jungkook mengaku bahwa setelah dirinya resmi menjadi trainee, ia tinggal di dorm. Jungkook juga mengatakan bahwa dirinya paling jarang berkunjung ke rumah ayahnya, maka dari itu sang ayah memutuskan segera menikahkannya dan memberikan hadiah pernikahan berupa rumah dengan tujuan supaya Jungkook bisa hidup seperti manusia pada umumnya. Namun sepertinya usaha ayah Jungkook gagal karena sampai saat ini putranya tetap saja tidak betah di rumah. Jennie tersadar dari lamunan saat melihat bibi Kim datang membawa sesuatu. Jennie berterima kasih karena bibi Kim memberinya dessert berupa kue dengan beberapa potongan buah diatasnya.
Usai makan, Jennie beranjak dari duduk sembari meraih handbag dan coatnya yang sengaja ia letakkan di kursi sebelah. Belum saja melangkah, mendadak bibi Kim mencegat Jennie yang akan berangkat. Jelas saja hal itu membuat Jennie bingung dan bertanya-tanya karena selama ini bibi Kim tidak pernah berani mencegah kepergiannya. Ternyata bibi Kim bukan mencegahnya berangkat kerja melainkan memberinya payung karena takut kalau saja tiba-tiba hujan saat Jennie masih di perjalanan. Cuaca belakangan ini memang agak aneh, meski sudah memasuki musim panas tapi beberapa hari lalu sempat turun hujan. Jennie tersenyum sembari memeluk wanita paruh baya itu. Ia berterima kasih karena bibi Kim terus memperhatikannya seperti ibunya sendiri. Setelah berpelukan cukup lama, Jennie berangkat kerja sembari melambaikan tangan pada bibi Kim. Wanita itu membalas dengan lambaian tangan dan senyuman manis.
Seperti biasa, Jennie naik bis dan turun di halte dekat rumah sakit. Dugaan bibi Kim benar, hujan tiba-tiba turun membuat Jennie langsung membuka payungnya, namun Jennie terdiam saat seseorang datang merangkulnya. Rasanya sudah seperti adegan dalam drama saja, itulah yang Jennie rasakan. Ia meliriknya sekilas, kemudian senyumnya ikut mengembang. Jennie tidak sadar kalau senyum pemuda itu berhasil menghangatkan suasana. Satu hal yang membuat Jennie merasa bersyukur adalah sahabatnya sudah bisa sembuh dan tersenyum seperti dulu. Hanya itu yang Jennie butuhkan saat ini. J-hope dan senyumnya yang menghangatkan.
"Apa kau akan terus menatapku seperti itu?" ledeknya membuat Jennie kaget. Pemuda itu mencolek Jennie yang refleks mengalihkan perhatiannya ke lain arah. Jennie melangkah meninggalkan J-hope, sontak saja pemuda itu mengejarnya karena takut hujan membasahi pakaiannya.
Sesampainya di lobi rumah sakit, J-hope mengomel karena gara-gara Jennie pakaiannya basah. Disisi lain bukannya merasa bersalah, Jennie justru terkekeh melihat J-hope yang menurutnya terlihat menggemaskan saat marah. Mendengar kekehan Jennie, sontak J-hope terheran-heran. Jennie menggeleng kemudian meletakkan payungnya di pojok lobi dan melangkah masuk rumah sakit. J-hope masih saja menggerutu sembari mengikuti langkah Jennie. Di sepanjang jalan, banyak dokter dan perawat yang menyapa Jennie. Bahkan Jennie juga bertemu dengan Jewoon yang sempat menangani J-hope. Pemuda itu tampak sangat kaget melihat J-hope yang seperti sudah sembuh total dalam waktu singkat. Mengingat biasanya pasien seperti J-hope harus di rawat selama beberapa bulan untuk bisa sembuh total. J-hope mengikuti Jennie naik lift, padahal seharusnya ia mengikuti Jewoon yang akan pergi ke ruangan dokter. Namun entah dengan alasan apa pemuda itu justru mengikuti Jennie. Bahkan di dalam lift, sempat-sempatnya J-hope mengomel. Tak lama pintu lift terbuka dan J-hope mengejar Jennie yang berlalu.
"Dokter kau harus mengganti pakaianku." omel J-hope. Jennie hanya pura-pura tidak mendengar. "Yak! Apa kau tidak mendengarku?" tanya J-hope membuat Jennie menghentikan langkah.
"Aku punya nama."
"Yah, dokter asing. Aku tahu." ujar J-hope membuat Jennie terpaku karena menyadari ternyata dugaannya salah. Jennie masih ingat benar kalau itu adalah panggilan J-hope untuknya saat pemuda itu masih dalam perawatan. Entah mengapa tingkah J-hope tadi membuat Jennie berangan kalau dirinya sudah sembuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married Without Love [COMPLETE]
Fanfiction"I accept you to be my husband. To have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness or in health, to love and to cherish 'till death do us part. And hereto I pledge you my faithfulness." tanpa sadar...