29

409 47 7
                                    

Itu adalah hari yang suram. Cahaya telah luput dari langit dan gerimis masih membawa serpihan salju lebat turun. Memenuhi tiap inchi padang mati dan menyelimutinya dengan kebekuan. Badai telah selesai sejak pagi sekali namun sisa-sisanya masih sangat terasa. Scorpius mengeratkan mantelnya setelah ia kembali memasang mantra pemanas di bawah bajunya. Ia berjalan di atas selimut salju di halaman belakang The Burrow dengan langkah perlahan. Kedua tangannya menyusup ke saku mantel, sementara sepasang manik kelabu tetap tertanam pada gudang yang kini tinggal beberapa meter dari jejaknya. Ia memutar di halaman belakang sampai ia tiba di depan pintu palang dari kayu ek tua, mendorongnya perlahan sampai suara decitan lemah itu muncul dan terdengar klik pelan dari engselnya.

Udara yang lebih hangat membalut wajahnya saat ia masuk ke sana. Gudang yang juga dipakai sebagai tempat penyimpanan bahan pangan itu tidak sepenuhnya kosong. Gadis berambut merah layaknya bara berdiri di sudut dengan rutinitas kesibukan yang ia lakukan setiap pagi. Memilih pergi untuk memenuhi kegiatan, ketimbang menyendiri dan membiarkan ia diculik lamunan. Masih bergeming. Masih terasing. Seolah segala yang terjadi belum sepenuhnya berhasil mengembalikan kata 'baik-baik saja' di antara mereka.

Scorpius berjalan ke arahnya dengan langkah lebih lambat dan hati-hati. Memenuhi kepalanya dengan amukan badai sampai ia tiba di belakang punggung gadis itu. Menelitinya untuk jeda waktu terkutuk sampai si gadis akhirnya menoleh. Permata hazel itu bertemu sepasang kelabu yang masih merindu.

"Aku pamit," ucap Scorpius segera. Merasa kekuatan itu meluncur dengan sempurna ketika akhirnya ia menunduk. Memperhatikan lantai batu yang ia pijak, sesekali beralih pada koleksi barang butut milik Arthur yang memenuhi tempat itu.

Rose berkedip sejenak, memperhatikan pemuda platinanya dalam hening untuk beberapa waktu. Ia mengelap tangannya yang penuh serpihan tanah dengan lap tangan untuk mengusir canggung di antara mereka.

"Aku mungkin perlu mengatakannya. Aku akan pergi ke Eropa untuk beberapa waktu. Mungkin satu atau dua bulan."

Rose menarik lebih banyak kebekuan menjalar ke dalam paru-parunya. Terasa sakit. Terasa menghimpit. Memaksa seulas senyuman tergambar di wajahnya yang pucat karena dingin, di antara rona merah membaur di pipinya yang berbintik. Scorpius menelitinya sekali lagi dengan begitu kentara agar ia mengingat tiap inchi kulit wajah gadisnya yang mulai memudar di ingatan. Ia perlu memasukkan banyak-banyak memori ke kepalanya sebagai penghalau sepi. Pemangkas sunyi.

"Aku akan merindukanmu," gumam gadis itu lebih kepada berbisik. Menautkan kedua jemarinya yang ia perhatikan dengan matanya. Tak mau menatap Scorpius. "Tapi, aku rasa kita sudah cukup terbiasa beberapa bulan ke belakang."

Senyum getir terkembang di bibirnya. Rose menatapnya sekilas dan mata abu-abu badai itu masih di sana. Masih menancapkan tatapannya di kepalanya. Entah bagaimana ia menghentikan amukan badai yang menjalar atau meneliti ke dalam dirinya tentang masalahnya sendiri. Satu pasti ia merindukannya dan rasa itu sangat banyak. Tapi bahkan setelah beberapa hari terlalui di The Burrow ini meskipun dengan pembicaraan mereka, ia masih tak yakin apakah mereka telah baik-baik saja. Apakah semua telah bisa kembali seperti sebelumnya, ketika ia tak perlu menahan diri untuk sekedar menyentuhnya atau memeluk tubuhnya. Itu terasa begitu tabu saat ini.

"Aku sedang merindukanmu. Aku masih akan tetap merindukanmu." Scorpius menahan diri untuk memegang lengan gadisnya.

Rose berbalik dari tempatnya dan memunggunginya. Kembali menata telur-telur dalam peti yang sedari tadi coba gadis itu rapikan.

"Apa kita sudah baik-baik saja?" tanya gadis itu dengan rasa sakit terselip, kembali mengingat memori terakhir milik ibunya yang ia lihat dari pensieve.

"Aku berpikir begitu."

Rose menoleh, memperhatikan Scorpius dari bahunya. Meskipun ia tahu jauh dalam hatinya pemuda itu pasti mengalami frustasi akan tindakannya, tapi ia mau tak mau mengagumi ketenangan dan keteduhan yang selalu pemuda itu coba pasang di wajahnya. Ia beku layaknya salju. Mencair untuk mencintainya.

MYSTIFIED (DRAMIONE & SCOROSE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang